WARGA di Kampung Tua Teluk Tembuan di Pulau Nipah khawatir, seiring kabar kemungkinan penggusuran tempat tinggal mereka karena proyek pembangunan. Warga yang merupakan keturunan suku Melayu asli serta pendatang dari Pulau Jawa ini telah menghuni kawasan tersebut sejak tahun 1960-an, jauh sebelum adanya pembangunan jembatan yang menghubungkan wilayah itu.
Subur, salah satu tokoh masyarakat, mengekspresikan kekhawatiran warga terkait legalitas lahan yang mereka diami. Informasi terakhir yang mereka terima, kampung mereka masuk dalam zona merah.
“Ada kemungkinan setelah pembangunan, kami akan kehilangan lahan. Ini sangat menyedihkan, terutama bagi kami yang sudah menginvestasikan waktu, tenaga, dan uang,” ujar Subur saat acara reses salah satu anggota DPRD Kepri, Ririn Warsiti pada sabtu (12/4/2025) kemarin.
Ketidakpastian semakin meruncing setelah warga mendengar rencana pembangunan pelabuhan di kawasan mereka, yang berarti lahan itu tidak akan lagi dapat dimasukkan dalam program Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan (PSPK). Meskipun belum ada penegasan resmi dari pihak berwenang, warga telah mendatangi Badan Pengusahaan (BP) Batam. Namun belum mendapatkan jawaban yang memadai.
Sementara itu, Ketua RW 04, Ruslan Ja’far, mengungkapkan harapan agar jika penggusuran tak terelakkan, pemerintah dapat memberikan solusi yang berperikemanusiaan bagi masyarakat. Ia menyoroti pengalaman buruk warga Tanjung Banun di Rempang yang tidak mendapatkan penanganan yang layak saat penggusuran terjadi.
“Seandainya kami harus digusur, kami berharap ada ganti rugi yang wajar. Komunikasi dengan Walikota terpilih sedikit sulit, sehingga kami berharap bisa mengadu kepada dewan, karena fraksi kami sama,” tambahnya.
Menanggapi situasi ini, Ririn Warsiti, anggota Komisi IV DPRD Kepri, menyatakan akan menyampaikan aspirasi warga kepada Pemerintah Kota Batam dengan cara yang formal dan terstruktur. Ririn berencana menyiapkan narasi tertulis lengkap dengan daftar nama para warga dan mengajukan hal ini kepada Pemko Batam.
“Saya berkomitmen untuk memfasilitasi komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dengan cara ini, diharapkan Pemko Batam dan BP Batam dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Teluk Tembuan,” ujarnya.
Selain masalah lahan, Ririn juga menekankan pentingnya mewujudkan legalitas untuk fasilitas pendidikan di kampung tersebut.
“Anak-anak tidak bisa belajar di atas tanah yang status hukumnya tidak jelas,” imbuhnya.
Warga berharap pemerintah dapat segera memberikan kepastian agar mereka dapat melanjutkan kehidupan dengan tenang, serta menjaga keberlanjutan pendidikan dan kesejahteraan sosial di Kampung Tua Teluk Tembuan.
(sus)