BANK Indonesia (BI) Perwakilan Kepri memprediksi risiko tekanan inflasi di Kepri per November 2022 masih cukup tinggi. Imbasnya akan menyebabkan kenaikan harga komoditas pangan di pasar. Penyebab inflasi yang masih harus diwaspadai yakni curah hujan serta dampak kenaikan BBM pada ongkos transportasi.
“Potensi risiko inflasi yang perlu diwaspadai yakni curah hujan tinggi dan musim angin utara berpotensi mendorong kenaikan harga pada komoditas bahan pangan terutama cabai, sayur dan ikan,” kata Kepala BI Perwakilan Kepri, Musni Hardi, Rabu (2/11).
Musni yang juga Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kepri ini mengatakan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM juga berpengaruh kepada kenaikan harga komoditas pangan dan ongkos transportasi.
“Untuk itu, TPID terus berkoordinasi dengan tim pengendalian inflasi pusat untuk mendorong implementasi program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (Gernas PIP) Kepri, dengan berfokus pada 3 program yakni tingkatkan produksi pangan, memperkuat kerja sama antar daerah dan stabilisasi harga pangan melalui operasi pasar,” paparnya.
Berkaca pada Oktober lalu, Kepri mengalami penurunan indeks harga konsumen (IHK) sebesar -0,07 persen month to month (mtm) dibanding September.
Karena turunnya IHK, maka sejumlah bahan komoditas pangan juga mengalami penurunan harga, seperti cabai merah, telur ayam ras, cabai rawit, daging ayam ras dan sayur-sayuran.
“Hal ini terjadi karena kondisi pasokan yang terus membaik, didukung oleh panen di beberapa sentra produksi di Sumatera dan Jawa, termasuk Pulau Kundur di Karimun dan Pulau Setokok di Batam,” ungkapnya.
Di Oktober lalu, TPID Kepri telah menyerahkan 10 ribu paket bibit cabai merah dan pupuk melalui Kelompok Wanita (KWT) dan PKK.
“Bibit cabai tersebut diperkirakan dapat panen pada akhir Desember 2022 hingga Januari 2023, dan diharapkan dapat menambah pasokan untuk kebutuhan akhir tahun,” jelasnya.
Selanjutnya dalam jangka panjang, TPID akan terus mendorong upaya peningkatan kapasitas produksi lokal melalui penguatan kelembagaan nelayan dan petani, perluasan lahan dan implementasi teknik budidaya yang lebih baik seperti Program Lipat Ganda dan digital farming.
“TPID juga akan terus mendorong pemasaran bahan pangan secara online yang terintegrasi dengan pembayaran secara digital (QRIS),” ucapnya (leo).