TIM Advokasi Kemanusiaan untuk Rempang mengajukan permohonan pengalihan status penahanan untuk 28 warga yang ditahan di Polresta Barelang, terkait kerusuhan yang terjadi di depan Kantor BP Batam, pada 11 September lalu.
Sebelumnya, Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang juga telah mengajukan penangguhan penahanan terhadap dia orang warga yang diamankan pada momen yang sama, di 15 September lalu.
Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam yg juga tergabung dalam Tim Advokasi Kemanusian Untuk Rempang mengatakan, upaya yang dilakukan pihaknya sebagai upaya kemanusiaan bagi para tersangka yang ditahan. Katanya, upaya penangguhan atau pengalihan jenis penahanan ini juga merupakan langkah hukum yang diatur dalam Undang-Undang.
“Di sini kami dari tim advokasi juga mengajukan upaya hukum yang memungkinkan dan terbaik, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) bagi para tersangka yang memang beberapa dari mereka sebagai tulang punggung keluarga dan bahkan ada yang masih sekolah, yang kehadiran mereka sangat diharapkan keluarga, ” kata Mangara, Selasa (3/10/2023) di Mapolresta Barelang.
Total ada 30 warga yang didampingi dalam proses hukum ini. Tak cuma itu, mereka juga mendampingi tujuh warga saat bentrok pada 7 September lalu. “Hari ini kami ajukan penangguhan,” kata Sopandi, pengacara dari PBH Peradi Batam yang juga masuk dalam Tim Advokasi Kemanusiaan untuk Rempang.
Dia melanjutkan, tim bersama keluarga para tahanan datang ke Mapolresta Barelang lantaran diantara tahanan ada yang merupakan kepala keluarga, ada juga yang statusnya masih pelajar. Untuk itu, Sopandi meminta permohonan mendapatkan perhatian dari kepolisian agar bisa memberikan penangguhan kepada para tahanan.
“Ini bentuk keseriusan kami dan pihak keluarga. Untuk itu kami minta atensi dari Pak Kapolresta, Kapolda dan Kapolri,” kata Sopandi.
Rudi (52) warga Pulau Tonton, Bulang, merupakan orangtua dari salah satu tahanan yang mendapat pendampingan dari Tim Solidaritas untuk Rempang. Ia menuturkan sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan untuk anaknya melalui tim pendamping pada 15 September lalu.
Permohonanan penangguhan itu ia ajukan karena anaknya masih berstatus pelajar. Ia khawatir sangat anak yang masih duduk di kelas dua sekolah menengah atas akan putus sekolah karena kondisi yang menimpanya saat ini.
Tak cuma itu, Masitah (27) warga Kampung Tanjungbanun, Galang, yang suaminya ditahan, meminta agar bisa segera keluar untuk dapat kembali berkumpul dengan keluarga kecilnya. Ia dan tiga anaknya tidak memiliki orang lain yang memberi nafkah selain suaminya yang saat ini masih ditahan.
“Tolonglah, kami Pak Polisi, Pak Rudi (Kepala BP/Wali Kota Batam). Bebaskanlah keluarga kami,”
Misitah, warga Tanjungbanun, Galang
Kata Polisi dan Jaksa
Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto mengatakan, bahwa saat ini tengah dilakukan tahap pertama dimana berkas perkara dari penyidik diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dilakukan pendalaman serta penelitian.
Nuryanto belum mengetahui jumlah detail mengenai beberapa orang tersangka yang perkaranya telah masuk dalam tahap pertama itu. “Semuanya 35 orang. Dari semua itu sebagian masih tahap satu. Yang lain masih kita periksa, masih dalam proses,” katanya, Senin (2/10/2023).
Lalu, proses penangguhan penahanan terhadap para tersangka masih dipertimbangkan. Nanti bakal mengerucut setelah mendapatkan hasil dari penyidik kepolisian.
Pihak dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, mengaku telah menerima SPDP terkait itu dari polisi. Totalnya ada 3 berkas untuk 35 orang tersangka. “SPDP kita terima tanggal 14 dan 15 September. Sekarang kita tengah mempelajari berkas perkaranya,” kata Kasi Intel Kejari Batam, Andreas Tarigan, Selasa (3/10/2023).
Sampai saat ini, proses hukum para tersangka masih berlangsung. Dikabarkan juga sebanyak 35 tersangka kini kasusnya telah dilimpahkan ke kejaksaan setempat.
(ahm)