FILM sejarah tergolong langka di negeri ini. Bahkan bisa dihitung dengan jari. Masih banyak tokoh yang belum difilmkan.
Salah satunya adalah proklamator kemerdekaan Indonesia sekaligus Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta, atau lebih sering disebut Bung Hatta. Kini, kisah beliau sedang dalam tahap rencana difilmkan.
“Cerita yang kami angkat adalah fase kehidupan Bung Hatta setelah proklamasi sampai menikah,” ujar produser Adie Marzuki dalam acara Bersama Bercerita Tentang Bung Hatta di kediaman Bung Hatta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/3/2019) pekan ini.
Acara yang digelar bertepatan dengan peringatan kematian Bung Hatta ke-39 tahun itu bertujuan untuk menggagas inisiatif kampanye film Bung Hatta yang diproduksi Invasi Pictures.
Selain Adie, turut duduk di kursi produser adalah Faiza Achmad, Andy Zaki, dan Dina Ardiyanti.
Bagian menulis skenario diserahkan kepada Andibachtiar Yusuf, sutradara sekaligus penulis skrip Love for Sale (2018).
Film yang mengusung judul Janji Hatta ini tak hanya membahas sejarah, tapi juga menonjolkan sisi humanis Bung Hatta sebagai sosok intelektual yang kritis dan cerdas. Ada pula cerita hubungan asmaranya dengan istrinya, Siti Rahmawati alias Rachmi Rachim.
“Kami kemas dengan pendekatan romance, bagaimana Bung Hatta bisa mendapatkan istri,” jelas Adie.
Pendekatan ini dilakukan supaya sesuai dengan target pasar kaum muda alias milenial. Menurutnya, film sejarah yang dapat perhatian anak muda adalah film yang memiliki faktor romantisme.
Contohnya adalah Habibie dan Ainun (2012), kisah Presiden ketiga RI B.J. Habibie dengan istrinya, Hasri Ainun. Film tersebut sukses besar, memperoleh 4,5 juta penonton dan menjadi film terlaris pada 2012.
“Kalau bicara film, sebagian besar penonton bioskop adalah milenial. Kondisi saat ini, yang terbanyak memang film yang disuguhkan untuk generasi tersebut,” jelas Adie.
Kondisi tersebut menjadi pertimbangan sineas film lokal dalam mengutamakan film yang lebih bisa dicerna oleh pasar.
“Milenial itu preferensinya bukan hal-hal yang buat dipikirkan jauh ke depan. Milenial harus dipancing, diajak untuk melirik hal-hal yang tadinya dianggap bukan tontonan mereka,” lanjut sang produser.
Bagi Adie, ini juga sekaligus bertujuan untuk memperkenalkan sosok Bung Hatta kepada generasi muda. Selain romantisme, sisi-sisi kecil Sang Proklamator bakal disematkan.
Jika dibandingkan dengan Presiden pertama RI Soekarno yang berapi-api, Bung Hatta memiliki kesan sebagai pribadi yang serius dan pendiam.
“Dia dianggap seperti orang yang sangat serius seperti robot. Padahal, orangnya kadang bisa sarkastis,” ujar Gustika Jusuf Hatta, cucu Bung Hatta.
Gustika mengisahkan, kakeknya pernah ditanyakan oleh orang mengapa kapal lautnya memiliki bendera merah putih. Padahal, saat itu Indonesia sedang dijajah oleh Belanda.
Bung Hatta menjawab bahwa kalau ada air laut, warna bendera jadi merah, putih, dan biru; sama seperti bendera Belanda. “Dia tuh bukan robot. Orangnya sebenarnya iseng, orangnya receh mungkin,” ujar Gustika disambut gelak tawa hadirin.
Meski akan ada unsur humanis dari sosok pahlawan nasional yang masih dipuja hingga saat ini, Adie menegaskan bahwa ia sangat serius dalam menggarap film ini “Kami enggak mau main-mainlah. Memfilmkan Bung Hatta tak bisa sembarangan,” tutupnya.
Saat ini, proyek biopic Bung Hatta yang digagas Adie masih dalam tahap pencarian dana.
Tak mau menikah sebelum merdeka
Kisah cinta Bung Hatta mungkin memang menarik untuk difilmkan. Pada 1920-an, Hatta merantau ke Belanda untuk kuliah dengan tujuan akhir menjadi pedagang. Namun, sosok dari Sumatra Barat ini malah aktif dengan politik karena pengaruh sesama orang Indonesia di sana.
Ia dikenal mendahulukan urusan bangsa daripada pribadi, termasuk soal asmara. Dalam masa mudanya, Hatta sudah dijodohkan berkali-kali dengan berbagai perempuan.
Namun, tak ada yang ia pilih. Hatta baru menikah dengan Rachmi pada 18 November 1945. Saat itu ia sudah berusia 43.
Sang anak, Meutia Farida Hatta, dalam buku Seratus Tahun Bung Hatta (2002, h/t Kompas.com) menulis bahwa sejak muda ayahnya memang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan, pria kelahiran 12 Agustus 1902 itu bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka.
Sumber : Kompas / Beritagar