KOLONEL Alex Evert Kawilarang tengah berunding dengan Jenderal Mayor KNIL Schaffelaar di Makassar pada Agustus 1950. Tiba-tiba muncul dua pesawat Bomber B-25 melintas di atas kota dan menembaki kampemen KIS, tangsi KNIL (Koninklijk Nederlandsche Indische Leger), dengan peluru berkaliber 12,7.
“Bagaimana bisa bicara tentang cease fire (gencatan senjata) kalau dua kapal terbang terus menembak?” tanya Schaffelaar. Kawilarang tak hilang akal.
“Penghentian tembak-menembak baru pada waktu mulai cease fire,” kata Kawilarang.
Tak hanya tembak-menembak yang kemudian berhenti, para serdadu KNIL pun dikosongkan dari kota Makassar sehingga Makassar pun damai. Begitu tercatat dalam otobiografi AE Kawilarang: Untuk Sang Merah Putih.
Dua Pilot Bomber
Dua pesawat Bomber B-25 itu dipiloti Letnan Raden Ismail dan Letnan Petrus Gertrudus Otto Noordraven untuk memadamkan pemberontakan KNIL di Makassar. Dua pesawat bomber itu belum lama diserahkan KNIL kepada APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan disiagakan di Lapangan Udara Mandai, utara kota Makassar.
Tak hanya alat-alat perang bekas KNIL yang diserahkan kepada APRIS, bekas anggota KNIL pun diterima masuk ke dalam APRIS. Termasuk Ismail dan Noordraven.
Ismail dan Noordraven pernah berada dalam Skadron ke-18 dari Militaire Luchtvaart (Penerbangan Militer). Satuan bagian dari KNIL ini mengungsi ke Australia ketika Hindia Belanda diduduki Jepang pada Perang Dunia II.
“Kami bisa dipercaya kawan-kawan Indonesia, tapi kami diuji. Begitulah cara saya menerbangkan semua tindakan melawan pemberontakan di Republik,” kata Noordraven, seperti dicatat Benjamin Bouman dalam Van Driekleur tot Rood-Wit: De Indonesische officieren uit het KNIL 1900–1950. Noordraven terlibat dalam penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) dan operasi-operasi militer lainnya.
“Angkatan Udara kita menggunakan bekas-bekas KNIL dan bomber kita, Noordraven, Ismail, dan lain-lain yang sudah berpengalaman dan penuh dedikasi ikut dengan TNI,” tulis Abdul Haris Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Volumes 1-2.
Majalah Dharmasena, Januari No. 42 Tahun XVI/1991, menyebut Noordraven menerbangkan pesawat untuk Angkatan Udara sejak 30 April 1950. Hari itu untuk pertama kalinya Republik Indonesia mengoperasikan pesawat Bomber B-25 Mitchel dengan nomor punggung M-456. Noordraven sebagai pilotnya. Kesatuan pesawat bomber dan pilotnya itu adalah Skadron 1/Pembom.
Noordraven berasal dari keluarga tentara. Menurut Stamboek van Noordraven, ayahnya, Petrus Gertrudus Otto Noordraven, yang bernama sama dengannya, kelahiran Zaandam, Belanda, 22 September 1888. Ketika pensiun dari KNIL, dia berpangkat adjudant onderofficier setara pembantu letnan. Ayahnya, seorang Belanda, pernah bertugas di Jambi dan Palembang. Sementara ibunya, Hubertine Fransina Samson lahir di Ambon, 27 Agustus 1893. Jadi, Noordraven adalah seorang Indo.
Noordraven lahir di Cimahi, Bandung, Jawa Barat, 15 Desember 1921. Pemuda yang dilatih menjadi pilot oleh KNIL biasanya lulusan sekolah menengah, baik HBS maupun AMS. Pemuda Indonesia yang bernasib seperti Noordraven adalah Raden Ismail dan Raden Iswahjoedi. Ketika di Australia, mereka berpangkat sersan penerbangan KNIL. Situs AU, tni-au.mil.id, menyebut Noordraven mulanya hendak dijadikan penembak pesawat Bomber yang ditempatkan di buntut pesawat (tail gunner).
Ketika Noordraven berada di Australia, ayahnya menjadi tawanan perang. Ayahnya sebetulnya sudah pensiun, namun diaktifkan kembali sebelum Jepang datang. Kartu tawanan perang menyebut ayahnya tertangkap sebagai anggota stadwatch (penjaga kota) di Bandung.
Semasa revolusi kemerdekaan, Noordraven tak berada di pihak Republik Indonesia. Dia termakan propaganda Belanda bahwa Republik Indonesia adalah boneka Jepang. Selain itu, sebagai Indo-Ambon, dia tentu akan sulit diterima. Baru setelah tahun 1950, dia memilih ikut Republik Indonesia.
Noordraven mencapai pangkat kolonel di TNI AU. Setelah tak lagi bertugas di TNI AU, Noordraven terjun ke dunia usaha. Dia tutup usia pada 15 Maret 2011.
Pengalaman Ismail lain lagi. Menurut wawancara Bouman dengan Ismail pada 1988, Ismail terakhir di ML KNIL hanya sampai pangkat pembantu letnan, tidak seperti Noordraven yang mencapai letnan. Namun, Ismail sudah penerbang.
Bouman mencatat, pada 1941 Ismail bekas murid MULO setara SMP melamar menjadi bintara penerbang. Pada Oktober 1941, dia berada di Depot Batalyon ke-2 di Gombong untuk belajar menjadi penembak mitraliur. Pada Februari 1942, dia melapor ke detasemen pelatihan penerbangan di Tasikmalaya dan berangkat ke Australia.
Meski tidak menjadi pilot semasa Perang Dunia II, namun Ismail tetap menjadi kru penting pesawat pengebom sebagai penembak sayap.
“Saya tidak mendapat pelatihan militer hingga tahun 1948 di Kalijati, di mana saya mendapat Brevet Militer Utama pada tahun 1949,” kata Ismail seperti dicatat Bouman. Setahun kemudian, Ismail bergabung dengan TNI AU. Dari pembantu letnan di KNIL, Ismail dapat pangkat letnan di TNI AU dan terakhir mencapai pangkat kolonel.
Ayah Pilot, Anak Penyanyi
Perang Pasifik membuat Poerwono harus menyeberang lautan. Pemuda kelahiran 29 Desember 1920 ini, pada 1942 dilatih dalam Vrijwillige Vliegers Corps atau Korps Penerbang Sukarela. Dia termasuk calon penerbang yang dibawa Belanda ketika tentara Jepang menduduki Hindia Belanda.
Irna Hanny Nastoeti Hadi Soewito dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia:Perjuangan AURI 1945–1950 menyebut Poerwono diberangkatkan ke Australia naik pesawat. Selain Poerwono, Abdul Halim Perdanakusumah, Ruslan Danurusamsi, dan Iswhjoedi termasuk yang dilarikan ke Australia dengan pesawat terbang.
Sesampai di Australia, Poerwono masuk kelas penerbang di sekolah penerbang dan navigator udara. Pada 31 Maret 1942, sebagai pilot magang, dia diberi pangkat sersan kelas dua.
Pada pertengah tahun 1942, Poerwono dikirim belajar ke Amerika. Menurut catatan Bouman, setidaknya ada sepuluh calon penerbang dari Hindia Belanda. Ketujuh calon lalu ditempatkan di bagian operasional ML KNIL. Satu tewas, yakni Samallo, dan hanya Kwee Tek Tjoe dan Poerwono yang mendapat lisensi penerbang.
Poerwono tentu harus menghibur diri di kala perang. Majalah Yank, 20 Januari 1943, menyebut Sersan E. Poerwono Kartokoemohardjo sering berkunjung ke USO Club di Kansas City. O.G. Ward dalam De Militaire Luchtvaart van het KNIL in de jaren 1942–1945 menyebut Poerwono kemudian menjadi letnan penerbang kelas dua.
Poerwono, sebut Bouman, ditempatkan di Skadron ke-18 ML KNIL di Australia. Sebagai militer, Poerwono dijauhkan dari masalah politik oleh petinggi tentara macam Jenderal van Oyen.
Semasa di Australia, Poerwono menikahi wanita Australia, Louise Mathilde Lutter. Usia istrinya empat tahun lebih tua darinya. Setelah Jepang kalah, dia masih terikat dinas dengan armada Kerajaan Belanda hingga kembali ke Indonesia sebagai penerbang KNIL. Anasir Skadron ke-18 kemudian pindah basis ke Cililitan.
Pada 10 November 1947, Poerwono dan Lutter dikaruniai anak perempuan bernama Henriette Louise Poerwaningsih yang lahir di Margriet Hospital, daerah Jalan Mampang. Begitu kabar Het dagblad, 13 November 1947.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan KNIL bubar, Poerwono bergabung dengan AURIS dengan pangkat kapten. Dia bertugas di beberapa daerah pada masa pergolakan daerah tahun 1950-an. Dia berdinas di AURI hingga pangkat letnan kolonel.
Ketika Poerwono masih aktif di AURI, putrinya yang kemudian dikenal dengan Henny Poerwonegoro, sudah mulai tertarik dengan musik sejak sekolah. Musik membuatnya akrab dengan anak-anak Muhammad Sardjan, politisi Masyumi yang menjadi Menteri Pertanian. Henny terkenal sebagai penyanyi dan pembawa acara anak-anak bersama Seto Mulyadi alias Kak Seto.
Anak laki-laki Sardjan, Mochamad Tauchid Hardjana biasa dipanggil Toto Sardjan, adalah pemain drum cukup dikenal di Jakarta era 1960-an. Henny juga suka bermain drum seperti Karen Carpenter. Anak Sardjan yang lain adalah Siti Qadarsih alias Titi Qadarsih, ibu dari Indra Q, mantan personel Slank. Toto yang lama pacaran dengan Henny akhirnya menjadi menantu Poerwono.
Meski beda agama, pernikahan Henny (Kristen) dan Toto (Islam), bertahan lama. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Rietma Dhanty Angelica Immaculata Tauchid, yang dinikahi musisi Elfonda Mekel alias Once.
(*)
Sumber: historia.id