PERSOALAN ketersediaan air baku di Batam menjadi hal yang telah berulang beberapa kali. Masalah utamanya selalu berkaitan dengan curah hujan yang memang menjadi sumber air bagi waduk-waduk yang ada di Batam. Ketika curah hujan rendah, ancaman itu selalu mengemuka. Dan di awal tahun 2020 ini kondisi itu terjadi lagi, mengiringi bulan-bulan terakhir menuju akhir masa konsesi antara PT Adhya Tirta Batam (ATB) sebagai pengelola air di Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam sebagai pemilik waduk.
Berbeda dengan rencana BP Batam yang akan memanfaatkan ketersediaan air di Dam Tembesi untuk menjamin ketersediaan air di masyarakat, dan ATB yang mendorong proses penggiliran (Rationing) untuk memperpanjang masa produktif Dam Duriangkang menyediakan air, Anggota Komite 3 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Ria Saptarika justru mengangkat Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembatasan dan Pengendalian Penduduk (Perdaduk).
Ada juga aturan pada Perda Nomor 8 Tahun 2009, para pendatang baru pendatang baru diwajibkan mengisi Kartu Kunjungan (KK) yang berlaku selama 90 hari dan bisa diperpanjang sekali (90 hari). Surat Keterangan Tinggal Sementara itu berlaku selama satu tahun.
“Kekeringan ini disebabkan oleh cuaca, lebih dari itu kalau diingat-ingat Batam ini dirancang dengan pembatasan jumlah penduduk, di zaman saya ada perdaduk untuk membatasi itu. Semenjak dihapuskan kita tidak punya kendali lagi,” kata Ria ketika ditemui di Batam Centre, Batam pada Jumat (13/3).
Kehadiran kembali Perdaduk untuk mengendalikan jumlah pendatang di Batam, dinilai Ria menjadi alternatif penyelesaian persoalan ketersediaan air baku yang layak untuk dipikirkan bersama. Terlebih aturan itu sebelumnya telah diterapkan.
Di sisi lain, masalah kekeringan yang telah berulang ini menjadi sinyal untuk pemerintah bisa bergerak lebih cepat lagi mengambil langkah-langkah antisipatif. Terlebih kondisi ketersediaan air di Batam dapat terpantau secara akurat.
“Secara matematis ini bisa dihitung, tapi terulang kembali. Sudah beberapa kali kita hadapi, maka pemerintah harus bertindak cepat. Pemerintah harus lebih consern untuk ini, misalnya menambah waduk dan meningkatkan teknologi,” kata Ria lagi.
Salah satu teknologi yang mungkin bisa dikembangkan, lanjut Ria, adalah teknologi penyulingan air asin menjadi air tawar. Batam yang memang daerah kepulauan dinilai layak untuk memanfaatkan teknologi tersebut, terlebih di daerah Kecamatan Belakangpadang, teknologi serupa telah dilakukan.
Ketika berbicara tentang kebutuhan dasar masyarakat, Ria mendorong agar lebih banyak alternatif solusi dihadirkan. Sehingga tidak hanya terkesan peduli, namun juga terlihat aksi nyata yang memang dibutuhkan masyarakat Batam.
*(Bob/GoWestID)