INFRASTRUKTUR baru flyover di wilayah Sei Ladi, diresmikan Selasa (31/12/2024), menjelang tutup tahun 2024. Ada yang menarik dari flyover yang diharap bisa mengurai kemacetan parah yang kerap terjadi di sana. Nama yang diberikan : Laksamana Ladi. Siapa tokoh ini?
BP Batam melalui rilisnya beberapa hari lalu menyebut bahwa Laksamana Ladi merupakan tokoh lokal pada masa Kesultanan Melayu Riau-Lingga. Ia dikenal sebagai pemimpin angkatan laut yang tangguh dan berani menjaga perairan di sekitar Kepulauan Riau.
Laksamana Ladi berperan penting dalam menjaga kedaulatan laut Melayu dari ancaman bajak laut dan kekuatan asing yang ingin menguasai jalur perdagangan strategis.
Dalam rilis disebutkan bahwa Jasa Laksamana Ladi sangat besar dalam melindungi kepentingan ekonomi dan keamanan Kesultanan Melayu. Ia juga dikenal karena kepiawaiannya dalam berlayar dan strategi pertempuran laut, menjadikannya laksamana yang dihormati pada masanya.
Sosok yang Jadi Pertanyaan
TIDAK sedikit orang Batam yang mengaku baru mendengar sosok ini. Sosok sang Laksamana yang digambarkan begitu digdaya dan memiliki jasa besar ini, ternyata tidak tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah dan tidak diketahui banyak orang.
Penelusuran tim GoWest.ID dari beberapa sumber literasi sejarah, juga tidak menemukan sosok sang laksamana. Catatan-catatan Elisa Netscher, seorang pegawai Residen Belanda di masa lampau misalnya, tidak menyebutkan tentang sosok itu. Elisa Netscher (7 Desember 1825 – 2 April 1880) seperti diketahui merupakan pegawai negeri, residen, gubernur dan penulis berkebangsaan Belanda pada masa kolonial. Banyak catatan dan karya tulisnya yang menjadi sumber referensi penelusuran sejarah di Indonesia, termasuk di Kepulauan Riau.
Begitu juga literasi “Sejarah Melayu” karya Ahmad Dahlan Ph.D yang menjadi rujukan banyak kampus tentang sejarah Melayu, serta kitab Sulallatun Salatin yang menjadi rujukan utama, sama-sama tidak mencatatkan nama tokoh tersebut.
“Meskipun kisahnya tidak tercatat secara rinci dalam literatur sejarah besar, ingatan kolektif masyarakat lokal terus menghormatinya”, sebut Sazani,
Kepala Bagian Humas BP Batam saat ditanyakan GoWest.ID tentang sosok tersebut.
Apakah benar begitu?
Penamaan Flyover baru tersebut, justeru menimbulkan kebingungan di banyak kalangan. Seperti disampaikan sejarahwan Kepulauan Riau, Aswandi Syahri.
“Sebaiknya nama flyover icon baru kota Batam ini ditinjau kembali …. Dan kalau masih mau menggunakan nama tokoh dalam sejarah kerajaan Riau Lingga, sebaiknya nama Laksamana Ladi ditinjau kembali … karena nama tersebut tidak pernah ada dalam sejarah kerajaan Riau-Lingga”, tulis Aswandi, Selasa (31/12/2024).
Komentar soal penamaan flyover baru di Batam itu, juga disampaikan oleh seorang warga Batam, Agus Yusup. Sebagai warga Batam menurutnya, ia ikut bangga dengan adanya jembatan baru di Batam tersebut. Namun untuk penamaan, sebaiknya tidak mengada-ada.
“Ternyata dugaan saya sama dengan beberapa teman. Sejak kapan ada nama Laksamana Ladi dalam catatan sejarah kesultanan Riau Lingga?? Saya Googling hanya beberapa referensi lokal yang belum bisa divalidasi kebenarannya”, katanya.
Sementara itu, seorang pemerhati sejarah lokal di Kepulauan Riau, Bintoro Suryo, juga mengaku tidak mengetahui sosok sang Laksamana.
“Waduh, baru dengar ini. Mungkin pengetahuan saya yang terbatas. Tapi sejak kecil di Batam, saya belum pernah dengar ada cerita hikayat tentang sosok itu di sini”, katanya.
Menurutnya, Sei Ladi yang dikenal orang saat ini sebagai sebuah waduk tadah hujan, dahulunya merupakan sungai kecil yang menuju ke laut di sekitarnya.
“Wilayah sekitarnya itu lembah. Ada sungai kecil, lebih tepat disebut muara, mungkin ya karena airnya asin. Kemudian oleh Otorita Batam dijadikan waduk tadah hujan, dibangun sejak awal dekade 80-an dan mulai beroperasi sekitar tahun 1985 – 1986”, jelasnya.
Agak ke hulu menurut pria ini, ada aliran sungai yang lebih kecil berair tawar, sering disebut sebagai aliran sungai Tiban. Melihat topografi dan kondisi sumber air menurutnya, sangat dimungkinkan wilayah itu dihuni oleh orang pada masa lalu.
“Cerita rakyat yang berkembang, sungai Ladi zaman dahulu merupakan tempat bersembunyinya sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai “Orang Ladi”. Ada yang menyebut mereka bajak laut karena sering mengganggu aktifitas pelayaran di sekitar perairan itu, tidak ada peninggalan seperti bekas rumah atau apa lah di sana. Mungkin dulu mereka tinggal di bagan-bagan (bangunan non permanen, pen),” jelasnya.
Penyebutan ‘orang Ladi’, diperkirakan sama dengan penyebutan kelompok masyarakat lain yang mendiami Batam pada zaman dahulu, yakni sebagai penanda nama kelompok masyarakat dan tempat.
“Saya pikir sama, seperti misalnya orang Senimba yang pernah tinggal di sekitar Teluk Senimba atau orang Moekakoening di sekitar sungai Mukakuning serta orang Doeriangkang untuk menyebut mereka yang tinggal di Duriangkang”, katanya.
Soal fenomena bajak laut atau lanun di sekitar perairan Batam pada masa lalu, menurut pria ini, sudah sering dicatatkan orang dalam dokumen-dokumen hingga cerita orang-orang lama di sekitar perairan Batam secara turun temurun .
“Sei Harapan yang juga jadi waduk, dulu bahkan disebut ‘sungai pembunuh’ karena sering dijadikan tempat pembantaian para korban lanun setelah kapal mereka dirompak”, lanjutnya.
Oleh Otorita Batam, nama sungai itu diubah menjadi Sei Harapan pada dekade 1970-an agar tidak menakutkan, sekaligus simbol bahwa dengan adanya waduk air di sana, menjadi sumber harapan bagi warga Batam.
“Jika memang masih rancu soal keberadaannya, lebih baik diganti saja dengan nama lain. Bisa nama tokoh lain yang lebih valid atau penyebutan yang lazim, misal flyover Sei Ladi”, katanya.
Bagaimana tanggapan BP Batam tentang ini?
“Nanti saya cek lagi”, kata Kabag Humas BP Batam, Sazani, saat dikonfirmasi GoWest.ID
Tanggapan LAM Batam Tentang Laksamana Ladi
LEMBAGA Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau Kota Batam mengajukan desakan kepada Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) untuk meninjau kembali penamaan Flyover Laksamana Ladi yang baru saja diresmikan. Permohonan ini muncul setelah rapat mendesak yang diadakan oleh LAM Batam pada malam Selasa (31/12/2024), dipimpin oleh Ketua Umum YM. H. Raja Muhamad Amin.
Rapat yang berlangsung lebih dari satu jam tersebut menghasilkan keputusan untuk mengirimkan surat resmi kepada BP Batam, dengan tembusan kepada Walikota Batam dan DPRD Kota Batam. Dalam surat tersebut, LAM Batam meminta penjelasan mendetail mengenai latar belakang penamaan Flyover, serta undangan bagi LAM dan sejarawan untuk melakukan kajian terkait sosok Laksamana Ladi. Jika penjelasan yang diberikan tidak memadai, mereka juga meminta peninjauan kembali terhadap nama tersebut.
“Kami khawatir jika nama ini dibiarkan, akan sulit untuk diubah di kemudian hari,” ungkap Raja Muhamad Amin, sambil mencontohkan nama Simpang Frengky yang masih digunakan masyarakat Batam hingga saat ini.
Oleh karena itu, LAM Batam meminta BP Batam untuk menangguhkan penggunaan nama tersebut hingga masalah ini teratasi.
LAM Batam menekankan pentingnya keterlibatan mereka dalam proses penamaan lokasi-lokasi ikonik di Batam di masa mendatang. Hal ini diharapkan dapat mencegah terulangnya polemik serupa dan memastikan bahwa nama-nama yang dipilih memiliki landasan sejarah dan budaya yang kuat.
(ham/dha/sus)