SEJUMLAH anggota DPR dan organisasi Islam pada Selasa menyatakan kekhawatiran terhadap langkah Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah yang memfasilitasi anak sekolah dan remaja mendapatkan alat kontrasepsi.
Mereka khawatir bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan tersebut dapat disalahartikan sebagai dukungan untuk seks pranikah, alih-alih berfokus pada pendidikan seksual yang komprehensif dan bimbingan moral.
Namun, aktivis gender dan hak asasi manusia mendukung peraturan yang ditandatangani pada akhir Juli tersebut dengan mengatakan tidak perlu khawatir berlebihan dan bahwa fakta dan data di lapangan menunjukkan bahwa banyak remaja telah aktif secara seksual.
“Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi,” kata Netty Prasetiyani, anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” kata Netty dalam pernyataannya yang diterima BenarNews.
Peraturan tersebut mencakup ketentuan tentang layanan kesehatan reproduksi untuk anak-anak usia sekolah dan remaja. Namun, regulasi tersebut menegaskan penyediaan alat kontrasepsi harus melalui konseling oleh profesional kesehatan yang berkualifikasi.
Menurut regulasi yang salinannya dimiliki BenarNews, pasal 103 ayat 4 regulasi tersebut mengatur penyediaan alat kontrasepsi, sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Netty mempertanyakan adanya penyebutan soal ‘perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab’ di dalam peraturan tersebut.
“Apakah ini mengarah pada membolehkan seks sebelum nikah asal bertanggung jawab?” tegas Netty, seraya menuntut agar PP tersebut segera direvisi.
Luqman Hakim, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mengusulkan agar pemerintah mengutamakan aspek pendidikan seksual dan kesehatan seksual sejak dini, ketimbang menyediakan alat kontrasepsi.
“Aturan soal alat kontrasepsi itu bisa menimbulkan salah persepsi tentang hubungan seksual bagi masyarakat dan tidak sejalan dengan nilai dan norma agama dan susila di Indonesia,” ujar Luqman kepada BenarNews.
“Jangan sampai pelaksanaan aturan itu nanti justru menjadi pintu masuk seks bebas di kalangan remaja.”
Tidak urgen
SENADA dengan para politisi, Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Fahmi Zulkarnain juga mengkritisi penyediaan alat kontrasepsi yang menurutnya tidak ada urgensinya dengan pelayanan kesehatan di usia sekolah dan remaja.
“Kami tidak sepakat pelayanan masyarakat harus dengan menyediakan alat kontrasepsi sebetulnya,” ujar Fahmi kepada BenarNews.
Fahmi pun mempertanyakan apakah penularan penyakit seksual sudah terjadi di kalangan usia sekolah dan remaja, sehingga perlu pengobatan, rehabilitasi, konseling, serta penyediaan alat kontrasepsi.
“Ini perlu kita cermati dan saya rasa pemerintah perlu meminta data-datanya,” tuntut Fahmi.
Fahmi menilai pendidikan seks di Indonesia itu sebaiknya berfokus pada sosialisasi hak dan kewajiban para siswa dan remaja yang sudah akil baligh dan mempersiapkan mereka akan hal tersebut.
“Jangan sampai siswa belajar sendiri atau belajar dari teman sebaya. Belum tentu mereka memiliki pemahaman yang utuh tentang pendidikan seks,” kata dia.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pusat Ede Surya Darmawan mengatakan edukasi kesehatan reproduksi itu penting, tapi jangan sampai logika berpikir loncat, terutama terhadap remaja dan sekolah.
“Untuk apa ada pelayanan dengan menyediakan alat kontrasepsi di sekolah? Apakah itu sesuatu yang bijak dan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara kita?” kata dia kepada BenarNews.
Kontrasepsi hanya bagi yang menikah
MENYUSUL polemik tersebut, Kementerian Kesehatan menegaskan penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan bagi semua remaja.
“Melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam keterangannya.
Pernikahan dini sendiri akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, kata Syahril, menyitir data UNICEF pada 2023 menunjukkan Indonesia berada di urutan keempat di dunia dengan angka pernikahan dini yang tinggi di kalangan anak perempuan, yakni 25,53 juta.
Pemerintah sendiri tetap menggalakkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan reproduksi, katanya.
Syahril mengatakan kementerian kesehatan sendiri akan memperjelas aturan turunan peraturan presiden tersebut dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menambahkan dalam beberapa kasus ada orang tua yang menikahkan anak, dengan alasan mencegah mereka berzina.
“Itu kembali lagi ke konteks pendidikan keluarga berencana. Tapi jika bicara soal sudut pandang pendidikan, jangan hilang esensinya, yakni edukasi yang utama. Fokus ke bagaimana menjadikan dan membentuk siswa yang terampil, bertakwa, dan cerdas, termasuk cerdas dalam kesehatan reproduksi,” tutur Nadia kepada BenarNews.
Sementara itu Direktur Eksekutif Yayasan Kesehatan Perempuan Nanda Dwinta Sari menjelaskan ada beberapa tahapan dalam pelayanan kesehatan reproduksi; promosi, pencegahan, dan penyembuhan.
“Jadi tidak serta merta memahaminya remaja boleh bebas begitu saja. Ada tahapan-tahapan dan kelompok remaja apa yang membutuhkan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif,” ujar Nanda.
“Perlu didiskusikan, duduk bersama antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dan teman-teman muda. Dibutuhkan tata pelaksana yang ramah remaja, yang mampu menjaga martabat remaja, dan akses layanan yang tanpa stigma dan intimidasi.”
Menurut Nanda, pendidikan seks di kalangan remaja penting, baik di perkotaan maupun di daerah, di mana remaja dilatih menjadi penyuluh seputar kesehatan reproduksi yang komprehensif bagi rekan sebayanya.
“Idealnya [pendidikan seks] dimulai sejak di rumah. Namun tantangannya kemampuan komunikasi di rumah masih lemah, menganggap hal tersebut tabu. Padahal informasi tentang siklus hidup itu penting sesuai batasan usianya,” tutup Nanda.
___
Pizaro Gozali Idrus berkontribusi dalam artikel ini.