Khas
Melihat Rencana FTZ Batam-Bintan-Karimun Yang Akan Disatukan

MENTERI Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Batam, Bintan, Tanjungpinang dan Karimun (BBK) akan disatukan untuk meningkatkan investasi.
“Salah satu strategi perekonomian di Kepri yang dilakukan pusat yakni mengkonsolidasikan kawasan FTZ Batam, Bintan, Tanjungpinang dan Karimun,” kata Airlangga dalam acara konsolidasi Partai Golkar di Hotel Nirwana Garden di Lagoi, Bintan, Jumat (31/1/2020) malam.
Airlangga di laman Antara menjelaskan penyatuan kawasan bebas itu bagian dari “omnibus law” untuk meningkatkan investasi di Kepri. Ia akan memimpin organisasi ini.
Rencana itu juga sudah disampaikan kepada mitra usaha asal Singapura sebagai jawaban atas keluhan investor selama ini.
“Ada banyak keluhan yang kami terima dari para investor sehingga perlu penyederhanaan regulasi untuk meningkatkan investasi,” ucapnya.
Ia mengemukakan investasi di kawasan bebas meliputi investasi bidang pariwisata, manufakturing, pendidikan, dan kesehatan. Di kawasan bebas Bintan dan Batam diharapkan akan lahir universitas berskala internasional.
Di kawasan bebas juga akan dikembangkan sektor kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.
“Kepri bertetangga dengan Singapura dan Malaysia. Oleh karena itu harus menampakkan kemajuan Indonesia.
“Tugas utama saya juga menyangkut revitalitasi sektor pariwisata. Kalau sekarang jumlah wisman 1,2 juta orang, maka pusat menargetkan tahun 2023 jumlah wisman meningkat hingga 2 juta orang,” ujarnya.
Airlangga menyerukan seluruh kader Partai Golkar mendukung upaya Presiden Jokowi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan perekonomian melalui “omnibus law”.
Gesa Pengembangan Kawasan Industri Bintan
PEMERINTAH sedang menggesa pengembangan kawasan industri di Bintan, Kepulauan Riau, yang berdasarkan tiga sektor utama yakni pariwisata, perindustrian dan pardagangan karena didukung akses dan lokasi yang strategis.
“Pemerintah menyadari betul, keunggulan aksesibilitas dan konektivitas menjadi nilai lebih bagi kawasan ini,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Ketika meninjau kawasan Bintan Industrial Estate (BIE), Kepulauan Riau, Menko Perekonomian menjelaskan kawasan itu berada di lokasi startegis karena terletak di wilayah perbatasan dalam kawasan ASEAN dan Sabuk Ekonomi Asia Pasifik (APEC).
Dalam hal industri, BIE ditargetkan akan diisi sebanyak 16 pelaku usaha atau tenant dengan total menyerap 4.242 tenaga kerja.
Industri yang akan dibangun di sini adalah Bintan Offshore Marine Center (BOMC) yang menyediakan jasa layanan kelautan, kemudian Bintan Aviation Investment (BAI) yang berfokus untuk pembangunan bandara, aerospace park, dan fasilitas perbaikan dan perawatan (MRO).
Halal Hub, kata dia, juga dikembangkan sebagai kawasan industri halal dan makanan halal.
Sementara itu untuk mendukung industri di kawasan, akan didirikan logistics hub untuk usaha e-commerce.
Lahan yang dipergunakan untuk Bandara Internasional Bintan sekitar 800 hektare dan Kawasan Terpadu Industri Kedirgantaraan seluas sekitar 500 hektare merupakan bagian kawasan perdagangan bebas (FTZ) dan sepenuhnya dimiliki oleh pihak swasta yang menginisiasi proyek.
Pengelolaan lahan tersebut juga dijalankan oleh pihak swasta dan secara terintegrasi dengan kawasan BIE.
Sampai saat ini, pembebasan lahan sudah mencapai 80 persen termasuk fasilitas MRO Fase 1 yang pada awal tahun 2021 ditargetkan pembangunan landasan pacu sudah selesai.
“Nilai investasi yang diperkirakan untuk Bandara Internasional Bintan Fase 1 adalah 150 juta dolar AS dan Aerospace Industry Park sebesar 700 juta dolar AS,” ungkap Menko Airlangga.
Kawasan BIE sudah memiliki fasilitas kepabeanan, Imigrasi dan Karantina serta dinyatakan sebagai Kawasan Obyek Vital.
Selain itu, juga sudah memiliki akses jalan yang baik dan minim kemacetan, terminal penumpang dan barang, serta mempunyai layanan feri langsung ke Singapura.
Di kawasan itu juga sudah ada Water Treatment Plant (WTP) dengan kapasitas produksi 5.000 m3 per hari, pembangkit listrik sebesar 21 MW ditambah dua kali 15 MW menggunakan tenaga batu bara yang sedang dibangun.
Kemudian, jaringan telekomunikasi fiber optik, sistem pengelolaan limbah untuk kapasitas 13 ribu orang, stasiun dan peralatan pemadam kebakaran yang lengkap.
Tahun 2020, target wisatawan asing ke Bintan sebesar 900 ribu atau 5,3 persen dari target nasional mencapai 17 juta berdasarkan data Kementerian Pariwisata RI.
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan tahun 2020 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 727.526 orang dengan wisman terbesar berasal dari China (31,38 persen) Singapura (17,54 persen), dan India (3,55 persen).
Siapa Pengelola FTZ BBK?
KEMENTERIAN Bidang Koordinator (Kemenko) Perekonomian tengah menggarap konsep integrasi Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB) di empat kota, di Kepri, Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang.

Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono beberapa waktu lalu mengatakan, konsep tersebut masih akan dibahas bersama Gubernur Kepri dan DPRD Provinsi Kepri, yang memiliki wewenang di tiga wilayah FTZ selain Batam.
“Yang pasti, sebelum dibuat, kami akan mengundang dulu Gubernur Kepri dan DPRD. arahan ini harus kami diskusikan dulu, karena berdasarkan undang-undang, otoritasnya ada di gubernur dan Ketua DPRD,” katanya, Senin (13/1/2020) lalu.
Menurut Susiwijono, pengelolaan kawasan FTZ di empat kota tersebut selama ini memiliki perbedaan.
Konsep Intregasi kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjungpinang ditargetkan selesai dalam 3 bulan pertama pada awal 2020. Saat ini konsep tersebut akan dibahas secara matang.
“Kuartal satu ini target sudah selesai konsepnya. Pertama mungkin kami akan integrasikan dulu dewan kawasannya, ini sedang kami usahakan. Itu kan ada 4 Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB), sehingga ada 4 Dewan Kawasan, 4 BP,” lanjutnya.
Selama ini pengelolaan Dewan Kawasan di keempat daerah berbeda-beda. Batam, dikelola dan diawasi langsung kebijakannya oleh pusat yaitu kementerian dan presiden, sedangkan 3 kawasan lainnya oleh provinsi.
“Kan beda sekali levelnya, sehingga untuk policy kan sulit kalau harus ngundang menteri-menteri pusat untuk memutuskan masalah perpajakan, perdagangan, industri kan level kebijakannya beda,” katanya.
Konsep ini bertujuan jelas agar ekonomi di kawasan lebih maksimal dan efisien , tidak hanya di Batam saja.
“Terus terang kan kayak BP Bintan dan Karimun Keppres-nya juga tidak diperpanjang di 2018 sehingga kasian kesulitan pengelolaannya. Presiden minta dibikinkan konsep integrasinya supaya antar kawasan juga efisien. Kalau nanti sampai menyatukan Dewan Kawasan, BP nya harus jadi satu, fisiknya mungkin harus kita desain agar antar kawasan tidak perlu dokumen administrasi, namun untuk sampai situ pasti perlu proses,” tuturnya.
Susiwijono berharap dengan terintegrasi kawasan FTZ di Kepri mampu mengurangi keluhan rumitnya administrasi dan mahalnya pajak dan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha.
Lantas jika terwujud, akankah pengelolaan FTZ BBK dilakukan di satu Badan Pengelola saja? Siapa?
BP Batam kah yang diperluas jadi BP BBK?
Sepertinya, kita masih harus melihat perkembangan rencana ini hingga beberapa waktu ke depan.
(*)
——————