Pembangunan Tahap 1 (1981 – 1988)
PADA tahap awal pengembangan, landasan pacu bandara Hang Nadim ditambah hingga sepanjang 45 x 2500 meter. Kemudian gedung terminal dipindah sekitar 500 meter dari lokasi pertama dan dibangun menjadi lebih besar.
Gedung yang lebih baru biasa disebut gedung terminal B saat itu dan mulai digunakan sekitar tahun 1984.
Setelah landasan pacu diperpanjang menjadi 2500 meter, Ketua Otorita Batam saat itu, (alm.) BJ Habibie melakukan pembicaraan dengan Direktur Utama Garuda Indonesia pada saat itu, Wiweko Soepono agar maskapai Garuda Indonesia bisa terbang reguler ke dan dari pulau Batam.
Pada awalnya, Garuda Indonesia hanya terbang satu kali seminggu dari dan ke pulau Batam. Namun, sejalan dengan waktu, penerbangan Garuda Indonesia menjadi setiap hari sejak tahun 1984.
Pembangunan Tahap II (1988 – 1992)
SAMBIL tetap mengoperasikan gedung terminal B, Otorita Batam mulai melakukan pembangunan tahap II untuk bandara Hang Nadim Batam.
Landasan pacu diperpanjang lagi dengan ukuran 45 x 3600 meter. Pertimbangannya saat itu adalah untuk mempersiapkan Hang Nadim sebagai hub internasional karena adanya informasi mengenai kontrak maskapai Lufthansa dengan Singapura yang akan berakhir pada tahun 1995.
Ketua Otorita Batam saat itu, (alm.) BJ Habibie berpandangan tentang perlunya memperpanjang landasan pacu Hang Nadim sebagai upaya menggaet maskapai Lufthansa agar bisa memindahkan basis angkutan barangnya dari Singapura ke Batam.
Maskapai Lufthansa diketahui mengoperasikan pesawat-pesawat berbadan lebar dengan full loaded, yaitu diisi dengan bahan bakar penuh sehingga dapat terbang langsung ke Eropa secara nonstop tanpa melakukan refueling bahan bakar.
Namun belakangan diketahui Lufthansa batal beroperasi di Batam dan tetap memilih Singapura.
Pembangunan Tahap III (1993 – 1996)
PADA tahap ini, mulai dibangun terminal baru seperti yang terlihat saat ini sekaligus pekerjaan finishing seperti detail desain dan supervise, pekerjaan sipil, melengkapi perangkat aeronautical yang terdiri dari ground support equipment, full distribution system termasuk perpanjangan landasan menjadi 400 meter.
Pekerjaan lainnya yaitu melengkapi perangkat kelistrikkan dan mekanikal bandara, sistem keamanannya (security system), lanskap dan furniture-nya.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan angkutan barang, juga dibangun terminal kargo.
Saat selesai pelaksanaan tahap III pembangunan, kapasitas lepas landas dan pendaratan bandara Hang Nadim dapat melayani 37 pergerakan per jam dan 444 pergerakan per hari.
Sesuai data yang disampaikan BJ Habibie kepada presiden Soeharto saat peresmian bandara internasional Hang Nadim Batam pada 11 Desember 1995, pada saat itu, Hang Nadim sudah melayani 11 rute penerbangan domestik.
Jumlah penerbangan dalam satu minggu sudah sebanyak 125 kali yang dilaksanakan oleh 6 maskapai penerbangan ke berbagai jurusan. Di antaranya ke Jakarta, Dumai, Jambi, Medan, Padang, Palembang, Pangkalpinang, Pekanbaru, Pontianak, Singkep dan Tanjungpinang.
Kemudian, rute tersebut berkembang lagi menjadi 11 rute baru yaitu Balikpapan, Bandung, Denpasar, Yogyakarta, Natuna, Rengat, Solo, Surabaya, Tanjung Balai, Tanjung Pandan dan Ujung Pandang ( Makassar, pen).
Pada tahun 1995, bandara Hang Nadim meningkat statusnya dari bandara kelas II menjadi bandara kelas I berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan RI nomor KM.4 Tahun 1995 tentang penyempurnaan dan penataan bandar udara. Keputusan dikeluarkan pada 31 Januari 1995.
Sementara itu, berdasarkan Keputusan Presiden nomor 78 tahun 1995 tentang penyelenggaraan bandar udara Hang Nadim Batam tanggal 22 November 1995, pemerintah menyerahkan pengelolaannya kepada Otorita Batam dan meningkatkan kemampuannya sebagai bandar udara yang dapat melayani angkutan udara di dalam dan keluar negeri.
(Selesai)
Baca sebelumnya : DARI TANJUNG UNCANG, PINDAH KE BATU BESAR | Sejarah Bandara Hang Nadim, Batam (1)
(*/lis/GoWestID)