Tanah Air
Novel Dkk Melawan | Pimpinan KPK Dilaporkan ke Dewas KPK

PENYIDIK senior KPK, Novel Bawesdan dan 74 pegawai KPK lainnya yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) melaporkan seluruh pimpinan lembaga anti rasuah tersebut ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Dikutip dari detik.com, Para pimpinan itu dilaporkan karena diduga melanggar kode etik.
“Semua pimpinan karena sebagaimana kita ketahui SK 652 yang ditandatangani oleh Bapak Firli Bahuri dan kita berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan,” kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK yang juga kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (18/5).
Hotman menjelaskan, pelaporan itu dilakukan karena ada tiga hal, yang pertama yakni soal kejujuran soal TWK. Pasalnya, pimpinan KPK pada awalnya mengatakan tidak ada konsekuensi dari TWK, namun akhirnya keputusan itu berakhir beda.
“Kenapa kami melaporkan pimpinan KPK pada hari ini? Karena kami melihat bahwa ada beberapa hal yang seharusnya tidak terjadi di lembaga korupsi seperti KPK. Dan hal ini juga merupakan suatu hal yang perlu kami perjuangkan demi kepentingan publik. Setidaknya ada tiga hal yang kami laporkan pimpinan KPK terkait hal ini,” ujar Hotman.
“Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada tes wawasan kebangsaan. Dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal. Dan karena ini berkaitan juga dengan hak hak kita sebagai orang yang akan menentukan masa depan kita, maka sudah sewajarnya informasi yang diberikan kepada kita adalah informasi yang benar,” tambahnya.
Alasan yang kedua adalah soal pertanyaan yang ada di TWK, yang dinilai melecehkan perempuan. Menurut mereka, hal ini tidak sewajarnya terjadi dan hal ini menyangkut dengan integritas suatu lembaga negara.
“Yang kedua adalah kami melaporkan pimpinan kepada dewan pengawas karena ini juga menyangkut suatu hal yang menjadi kepedulian kami terhadap anak perempuan kita, terhadap adik dan kakak perempuan kita. Kita tidak menginginkan lembaga negara digunakan untuk melakukan suatu hal yang diindikasikan bersifat pelecehan seksual dalam rangka tes wawancara seperti ini. Bahwa untuk lembaga seperti KPK dilakukan seperti ini, apa yang terjadi terhadap tes tes yang lain yang notabenenya nilai tawar mereka tidak sekuat KPK,” katanya.
Lanjut yang ketiga adalah soal kesewenangan pimpinan KPK terhadap putusan MK soal TWK tidak boleh merugikan pegawai. Namun nyatanya hal itu malah terjadi dan tidak sesuai dengan SK 652 soal penonaktifan pegawai.
“Yang ketiga adalah kami melaporkan pimpinan kepada dewas terkait dengan kesewenang-wenangan. Bapak, ibu, teman sekalian, dapat kita lihat bahwa tanggal 4 Mei MK (Mahkamah Konstitusi) telah memutuskan bahwa TWK tidak akan memberikan kerugian kepada pegawai tetapi bapak-ibu pada tanggal 7 Mei tiga hari berselang pimpinan mengeluarkan SK 652 yang notabene nya sangat merugikan pegawai,” jelasya.
“Menjadi ternyatanya kepada kita apa yang terjadi dengan pimpinan bukan kah salah satu asas KPK itu adalah kepastian hukum? Bukan kah keputusan MK itu merupakan suatu keputusan yang bersifat banding dan final kenapa pimpinan justru tidak mengindahkan keputusan ini bahkan mengeluarkan keputusan 652 yang sangat merugikan kami,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Novel menambahkan bahwa dia turut bersedih karena harus melaporkan pimpinan KPK kepada Dewas. Hal ini dilakukan demi mempertahankan integritas KPK sebagai lembaga negara, karena menurutnya hal ini adalah masalah serius
“Hari ini kami sebenarnya kembali bersedih ya, bersedihnya karena kami harus melaporkan pimpinan KPK. Seharusnya pimpinan KPK itu kan dalam integritas tentunya baik harusnya begitu tapi dalam beberapa hal yang kami amati itu ada hal-hal yang sangat mendasar dan kemudian kami lihat sebagai masalah yang serius,” ujar Novel. (*)
Sumber : Detik.com