KEPALA Ombudsman Perwakilan Kepulauan Riau, Lagat P. Siadari, melontarkan kritik tajam terhadap Badan Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum (BU-SPAM) Batam setelah terjadinya sejumlah kasus pencemaran air, termasuk insiden terbaru yang melibatkan air berwarna hijau akibat kontaminasi alga dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) Duriangkang 5.
Kasus pencemaran air di Batam berimbas pada ribuan pelanggan yang menerima air berkualitas buruk. Air yang dialirkan tidak hanya tampak keruh, tetapi juga mengeluarkan bau tidak sedap. Insiden paling mencolok terjadi ketika air hijau dari IPA Duriangkang 5 terdistribusi ke rumah-rumah warga akibat gangguan pada pompa dosing chemical, yang menyebabkan sekitar 3.600 meter kubik air tercemar.
Direktur BU-SPAM BP Batam, Denny Tondano, sebelumnya telah meminta maaf dan menjelaskan bahwa masalah ini muncul saat commissioning IPA Duriangkang 5, yang baru beroperasi dengan kapasitas 500 liter per detik. Sebagai langkah darurat, operasional IPA tersebut dihentikan sementara, dan jaringan utama dilakukan flushing untuk mengatasi sisa-sisa alga. Namun, pembersihan total pada jaringan distribusi diperkirakan akan memakan waktu lebih lama.
Lagat P. Siadari menegaskan bahwa BU-SPAM Batam telah gagal dalam menjalankan tanggung jawabnya. Ia meminta BP Batam untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja badan tersebut. Ombudsman juga menekankan perlunya peninjauan kembali kerjasama dengan operator, PT Air Batam Hilir (ABHi), mengingat kurangnya upaya untuk meningkatkan layanan sejak PT Adhya Tirta Batam (ATB) tidak lagi beroperasi.
“Kami belum melihat langkah signifikan dari operator saat ini untuk meningkatkan kualitas layanan. Perbaikan yang dilakukan hanya bersifat rutin, bukan inovasi baru,” ungkap Lagat.
Lagat menilai situasi ini merupakan tantangan besar bagi Kepala BP Batam, H.M. Rudi. “Jika Pak Rudi ingin meninggalkan warisan yang baik di akhir masa jabatannya, masalah ini harus ditangani serius. Ini bukan sekadar bisnis, tetapi menyangkut kebutuhan vital masyarakat Batam yang berjumlah 1,2 juta jiwa,” tegasnya.
Ombudsman juga mencatat bahwa keluhan masyarakat mengenai layanan air bersih meningkat, baik melalui media massa maupun sosial. Hal ini menuntut tindakan tegas dan komprehensif dari pihak terkait.
Krisis air bersih ini menjadi momentum penting bagi BP Batam dan BU-SPAM untuk melakukan perbaikan menyeluruh dalam sistem pengelolaan air minum. Selain evaluasi internal, transparansi terhadap publik mengenai langkah-langkah perbaikan juga sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Masyarakat Batam kini menantikan tindakan nyata dari pengelola untuk memastikan layanan air bersih yang aman dan berkualitas, bukan sekadar janji.
(dha/ham)