PERUSAHAAN Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kepri di Tanjungpinang, membutuhkan suntikan modal untuk memaksimalkan pengembangan bisnis perusahaan badan usaha milik daerah (BUMD) tersebut.
Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lagat Parroha Patar, menyebutkan sejak tahun 2018, PDAM Tirta Kepri tak pernah mendapat tambahan modal melalui APBD Pemprov Kepri.
“Perusahaan itu (PDAM Tirta Kepri) berpotensi besar mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD). Tahun lalu, pendapatan PDAM Tirta Kepri tembus Rp 31 miliar dari bisnis jualan air minum, namun masih defisit sekitar Rp 8 juta untuk menutupi biaya operasional,” kata Lagat di Tanjungpinang, dikutip dari Antara, Senin (29/8/2022).
“Dengan estimasi pelanggan sekitar 50 persen, PDAM Tirta Kepri sudah meraup pendapatan Rp 31 miliar. Kalau pelanggannya di atas 50 persen, pasti mendatangkan lebih banyak keuntungan bagi perusahaan dan tentunya kas daerah,” sebut Lagat.
Dia menilai saat ini kondisi pelayanan PDAM Tirta Kepri tidak maksimal, meskipun sudah beroperasi sejak tahun 1969.
Dari laporan yang diterima, lanjutnya, perusahaan itu kini memiliki banyak keterbatasan, antara lain produksi air yang masih terbatas karena hanya menggunakan Embung Sei Pulau, Gesek, dan Sei Jang untuk mengaliri air bersih ke pelanggan di Kota Tanjungpinang.
Sementara untuk pelanggan di Kijang, Kabupaten Bintan, menggunakan Embung Kolong Enam dan Tanjung Uban.
“Dalam tiga tahun terakhir, jangkauan pelanggan PDAM Tirta Kepri masih kecil, sekitar 22.359 pelanggan atau 50 persen saja dari dua kabupaten/kota, yakni Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang,” ungkapnya.
Ia menyampaikan kendala pelayanan PDAM Tirta Kepri menyangkut kebutuhan air minum masyarakat, salah satunya dipicu tingkat kebocoran penggunaan air minum mencapai 41 persen. Sementara berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, toleransi tingkat kebocoran penggunaan air minum maksimal 20 persen.
“Kalau lebih dari 20 persen, berarti sudah dianggap gagal,” sebutnya.
Kondisi kebocoran penggunaan air minum, sambungnya, dipengaruhi masalah penyediaan pipa distribusi air PDAM Tirta Kepri ke pelanggan masih kurang memadai. Ini disebabkan sejak pertama kali beroperasi, tak ada pergantian pipa air yang baru.
Kondisi pipa distribusi air sekarang juga sudah banyak bocor dan rusak, ditambah lagi bahan pipa yang digunakan tidak sesuai standar.
PDAM Tirta Kepri tengah membutuhkan sambungan pipa distribusi air yang baru dari Embung Sei Pulai ke Gesek, dengan panjang sekitar enam kilometer seharga Rp 12 miliar.
“Kalau pipa baru ini terealisasi, pasti mengurangi tingkat kebocoran air minum, minimal di angka 10 persen,” imbuhnya.
Lagat menegaskan bahwa air minum menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi pemerintah, sehingga dukungan dalam bentuk anggaran yang memadai sangat dibutuhkan guna memaksimalkan akses air bersih warga, dan di sisi lain mengembangkan bisnis PDAM Tirta Kepri untuk menghasilkan PAD.
(*)