Ia memasang harga 400 dolar, untuk tiga lensa yang dia jual. Saya menawar 500 dolar sebagai harga yang saya anggap pantas. Ia setuju.
Oleh : Sulton Yohana
Saat kami bertemu, dia membawa sebuah lagi lensa yang belum diiklankan. “Anda menawar 500 bukan?! Harga saya 400, untuk kelebihan uang Anda, apakah Anda mau membayari lensa ini?” katanya sambil menunjuk lensa yang hendak dijual.
Saya terperanjat. Bukankah tanpa lensa tambahan itu, saya memang menawar 500. Tapi karena dia komitmen dengan harga yang dipasang, ia memberi tambahan lensa untuk kelebihan tawaran saya. Jujur, jarang sekali saya menemukan penjual seperti ini.
Akhir pekan kemarin, seorang memasang harga kamera 150 dolar. Iklan yang dia pasang, sama sekali tidak detil diskripsinya. Karena belum tahu kondisi aslinya, saya membuka tawaran 160. Tapi, setelah saya pikir-pikir, dia menjual cukup murah, dengan milik saya yang lain, saya menaikkan tawaran menjadi 200. Dua tawaran itu sama-sama telah dibaca sebelum kemudian tawaran saya yang pertama yang diterima, dan difollow-up. Tawaran kedua yang lebih tinggi dijawab simple “mohon maaf, ada orang yang menawar, nanti jika transaksi gagal, saya hubungi Anda lagi.”
Logika dagang saya berantakan. Ini orang kok justru menerima tawaran lebih rendah? Padahal dia bisa mendapatkan tawaran yang lebih baik. Dia punya pilihan. Dia bisa memilih. Dan dia berhak memilih.
Banyak hal-hal “ajaib” yang saya temui dari kegiatan jual-beli yang saya lakukan. Hal-hal yang MENEBALKAN keyakinan saya, masih banyak orang BAIK” yang mendasari tindakan dan keputusan mereka dengan rasa hormat. Bukan semata-mata didasari pada keuntungan semata. Meski itu adalah hak mereka.
Saya yakin, orang-orang “BAIK” itu ada di mana-mana dan jauh lebih banyak ketimbang sebaliknya. Jika Anda merasa semua orang di sekeliling Anda BRENGSEK, Anda mungkin terlalu BERLEBIHAN memberi syarat bahwa orang “BAIK” itu – misalnya- harus hafal Quran, harus rajin ke gereja, harus dermawan, harus kenal banyak orang penting, harus punya jabatan mentereng, harus ini harus itu.
Bagi saya, syarat orang BAIK itu cuma satu: harus terhormat. Dan orang terhormat, tidak pernah menunjukkan diri sebagai orang terhormat.
Yang kita perlukan adalah optimis, berusaha menemukan, dan mencoba meneledani kebaikan-kebaikan orang-orang “BAIK” itu. Bergaullah dengan apa pun jenis manusia! Agar tidak gampang tertipu mana orang baik dan mana orang yang pura-pura baik.
(*)
Seperti ditulis Sulton Yohana di akun jejaring sosialnya.