TIGA belas kali kalender berganti, peristiwa di atas MV Clarissa pada pertengahan Mei 2001 silam itu, tak bisa terhapus dari ingatan Imaduddin. Bersama 15 kru lainnya, anak buah kapal kelahiran Bawean, Jawa Timur itu, disandera kawanan perompak di Selat Melaka dalam perjalanan dari Pelabuhan Klang, Malaysia menuju Singapura.
“Kejadiannya pukul satu dini hari. Waktu itu, kami baru dua jam meninggalkan Malaysia,” tuturnya saat ditemui Batam Pos, Selasa (22/4/), bersamaan dengan munculnya berita perompakan tanker berbendera Jepang, Naninwa Maru 1, di Selat Melaka.
Imaduddin menceritakan, malam itu, ia bersama seorang ABK lainnya dapat tugas jaga di dek atas. Kru lain berada di bawah. “Ada juga yang sedang memasak mi instan di dapur kapal,” katanya.
Mendadak tujuh lelaki bersebo muncul di dek bawah. Mereka menenteng senjata tajam dan pistol. Kawanan perompak langsung melumpuhkan semua kru yang ada bawah. Mereka diikat dengan tali rafia. Dua perompak lantas naik ke dek atas. Imaduddin yang baru keluar dari kamar setelah mengambil rokok, terkejut ada orang asing bersebo dan menggenggam pisau di depan kamarnya.
Ia mencoba melarikan diri. Namun karena panik, kakinya tersandung anak tangga saat hendak naik ke lantai atas. “Saya terjatuh. Akhirnya saya menyerah setelah dikeroyok,” kata Iim, sapaan lelaki yang kini berumur 44 tahun.
Tak sampai 15 belas menit, semua kru termasuk kapten kapal berhasil dilumpuhkan. Mereka semua dikumpulkan jadi satu di salah satu lorong kapal.
Seorang perompak -dugaan Imaduddin adalah ketuanya- berseru menebar ancaman sembari mengacungkan pistol. “Jangan melakukan komunikasi dengan darat dan jangan melakukan perlawanan. Kalau dilanggar yang disandera akan mati!” kata Imaduddin menirukan. Bahasa Indonesia mereka fasih. Sebab itu, ia menduga, kawanan rompak adalah warga negara Indonesia.
Ketua perompak memerintahkan anggotanya menggedor semua kamar dan mengambil seluruh barang berharga di dalamnya. “Sasaran utama mereka brankas, dan mereka mendapatkannya,” ujarnya.
Selain brankas, perompak menggasak barang-barang berharga milik kru kapal yang mudah dibawa seperti uang tunai, emas, dan telepon seluler. “Kalau bilang gak punya uang, mereka ngancam pakai pistol,” katanya.
Kejadian itu berlangsung sekitar 45 menit. Jarak kapal ke Pelabuhan Singapura hanya tinggal satu jam perjalanan lagi. Peristiwa itu kemudian dilaporkan ke polisi laut Singapura dan tercatat dalam daftar kejadian perompakan milik International Maritime Bureau (IMB). Hingga kini, Imaduddin tak pernah memperoleh informasi penangkapan terhadap pelaku perompakan MV Clarissa.
***
TERBENTANG di antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia, Selat Melaka adalah jalur pelayaran terpadat di dunia. Di ujung timurnya, Selat Melaka bersambung dengan Selat Singapura hingga tembus ke Laut China Selatan. Selat Singapura adalah jalur yang memisahkan Singapura dengan Pulau Batam dan Pulau Bintan.
Sebagai mata rantai jalur emas pelayaran dunia, yang menghubungkan bumi bagian barat dan timur, Selat Melaka dan Selat Singapura tak pernah sepi dari lalu lintas kapal. Data Departemen Maritim Malaysia yang dikompilasi oleh Nippon Maritime Center menyebutkan, selama 2013 tercatat 77.973 kapal barang berbobot di atas 300 GT melintas di sana atau 216 kapal sehari. Di antaranya untuk mengangkut 50 persen kebutuhan energi dunia dari Eropa dan Timur Tengah ke Asia Timur.
Mark Cleary dan Kim Chuan Goh dalam buku Environment and Development in the Straits of Malacca, menyebutkan perputaran uang di selat ini berkisar 84 miliar hingga 250 miliar dolar AS per tahun.
Besarnya potensi ekonomi di jalur sutera ini tak hanya mengundang minat pebisnis dan pengusaha. Pelaku kejahatan pun turut ambil bagian.
BACA TERUS ARTIKEL INI DI SINI >>>