TIM penyidik Tindak Pidana Khusus dari Kejaksaan Negeri Batam tengah melakukan pemeriksaan ulang terhadap saksi-saksi dalam kasus korupsi yang melibatkan pengelolaan anggaran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah. Langkah ini diambil untuk memperkuat bukti terhadap dua mantan pegawai RSUD yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasi Pidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan, menjelaskan bahwa pemeriksaan saksi dilakukan secara intensif sambil mempersiapkan berkas perkara. “Kami masih dalam proses pemeriksaan ulang saksi dan menyiapkan pemberkasaan,” ungkap Tohom.
Ia menambahkan, pemeriksaan kali ini lebih mendalam dibandingkan sebelumnya, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama karena dilakukan secara bergantian. “Karena ini pemeriksaan ulang, kami harus lebih detail terkait perbuatan kedua tersangka,” tegasnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan penambahan tersangka, Tohom tidak menampik kemungkinan tersebut. “Jika ditemukan bukti baru dalam proses ini, tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan,” imbuhnya.
Tohom juga menginformasikan bahwa proses tahap pertama dari perkara ini diperkirakan akan selesai pada bulan Januari mendatang. Kedua tersangka saat ini dalam kondisi sehat dan ditahan di rumah tahanan Batam. “Kami harap Januari tahap satu bisa diserahkan ke jaksa penuntut umum untuk diteliti hasil penyidikan kami,” jelas Tohom.
Sebelumnya, pada 22 November, penyidik menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan anggaran tahun 2016 RSUD Embung Fatimah. Kedua tersangka, D dan M, yang merupakan pensiunan pegawai, ditahan setelah menjalani pemeriksaan.
D menjabat sebagai Bendahara Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dari Januari hingga April 2016 dan sebagai Pembantu Bendahara dari Mei hingga Desember 2016. Sementara itu, M adalah Kepala Bagian Keuangan RSUD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan.
Selama proses pemeriksaan, keduanya tampak menggunakan rompi tahanan dan tidak memberikan keterangan saat ditanya tentang keterlibatan mereka dalam kasus ini. Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi, menyatakan bahwa penetapan tersangka didasarkan pada dua alat bukti yang cukup kuat.
Penyidikan mengungkapkan bahwa D melakukan pencatatan belanja BLUD secara berlebihan, sementara M diduga meloloskan verifikasi pertanggungjawaban meskipun terdapat transaksi yang tidak didukung dokumen yang sah. Dari hasil penyidikan, kerugian negara akibat markup anggaran diperkirakan mencapai Rp 840 juta.
Kasus ini bukanlah yang pertama bagi RSUD Embung Fatimah, yang sebelumnya juga terlibat dalam beberapa skandal korupsi. Pengelolaan anggaran BLUD tahun 2016, yang berjumlah Rp 3,4 miliar, menjadi sorotan setelah ditemukan kejanggalan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dengan demikian, dugaan korupsi ini menjadi yang ketiga kalinya di institusi tersebut, menyusul kasus sebelumnya yang juga melibatkan mantan direktur RSUD. Penyidik berkomitmen untuk mengungkap kasus ini secara menyeluruh demi keadilan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik.
(ham)