AMANDEMEN perjanjian antara Pemerintah Kota Batam, BP Batam, dan PT Makmur Elok Graha (MEG) ditandatangani pada Selasa (23/7/2024) kemarin di Gedung BP Batam. Hal ini menjadi penguat sekaligus pembaharu kesepakatan kerjasama sebelumnya yang telah dilakukan 20 tahun lalu tentang pengelolaan pulau Rempang.
PENANDATANGANAN dilakukan oleh Gubernur Ansar Ahmad, yang juga Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam Bintan Karimun (BBK), Wali Kota sekaligus Ex-Officio BP Batam Muhammad Rudi, Direktur Utama PT MEG Reni Setiyawati, serta pejabat dan pihak terkait lainnya.
Amandemen ini bertujuan untuk pengembangan Kawasan Rempang seluas 17 ribu hektar, yang ditetapkan sebagai “The New Engine of Indonesia’s Economic Growth” dengan total investasi mencapai Rp 381 triliun dan potensi menciptakan 300 ribu lapangan kerja.
Gubernur menekankan pentingnya kepastian regulasi untuk menarik investor, sementara Ketua BP Batam, Muhammad Rudi, menyatakan perlunya penyempurnaan perjanjian lama dari 2004.

Ketua BP Batam Muhammad Rudi menambahkan bahwa amandemen ini diperlukan untuk menyempurnakan berbagai kekurangan dari perjanjian lama tahun 2004, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sesuai kondisi terkini di tahun 2024.

Kawasan Rempang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2023 yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata yang terintegrasi melalui konsep pengembangan Rempang Eco-City.
Pengembangan ini tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang perubahan ketiga atas peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang perubahan daftar Proyek Strategis Nasional.
“Saat ini, PT MEG bersama BP Batam terus menyediakan pemukiman terpadu untuk warga Rempang yang terkena relokasi, dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung seperti pasar modern, sarana olahraga, dan sekolah,” sebut Rudi.
Riwayat panjang Pengelolaan Rempang
RENCANA pengembangan Pulau Rempang punya riwayat panjang. Sejumlah media, baik lokal maupun nasional pernah menayangkan artikel membahas sejarah masuknya investor ke pulau tersebut sejak 2004.
Surat DPRD Kota Batam bertanggal 17 Mei 2004 itu membuka lagi sejarah masuknya investasi ke kawasan Pulau Rempang. Diteken Ketua DPRD Batam saat itu, Taba Iskandar, surat ini menyetujui investasi PT Makmur Elok Graha atau MEG. Isi surat itu adalah rekomendasi enam fraksi di DPRD Batam.
Secara garis besar, DPRD Batam ketika itu menyetujui langkah Pemko Batam mengembangkan Pulau Rempang menjadi kawasan perdagangan, jasa, industri dan pariwisata dengan konsep Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif atau KWTE.
Pada 26 Agustus 2004, pengusaha Tommy Winata, pemilik PT MEG meneken kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman dengan Pemko Batam. Walikota Batam ketika itu adalah Nyat Kadir. Ismeth Abdullah ketika itu menjabat penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Riau ikut menyaksikan langsung penandatangan perjanjian kerja sama di lantai empat Kantor Pemko Batam. Kerja sama juga mencakup membuat studi pengembangan Pulau Rempang.
“Sebenarnya mulai diajak bicara pada 2002. Pada 2003, dipanggil lagi, ditawarin untuk menggarapnya. Lalu kami diminta melakukan public expose. Setelah satu tahun selesai studi, kami presentasikan dan 2004 nota kesepahaman diteken,” kata Tommy, dikutip dari artikel Tempo, 6 Juli 2007.
Dia menjelaskan, setelah nota kesepahaman diteken, pihaknya tidak pernah lagi diminta menindaklanjuti kerja sama tersebut. Sejak penandatanganan, kata Tommy, tidak ada pembicaraan lanjutan hingga Batam dijadikan kawasan perdagangan bebas atau free trade zone. “Saya nggak tahu dan udah kelamaan, terserah deh (Batam) mau jadi apa. Dan saya tidak pernah bolak-balik ke sana, ngoyo benar,” ujarnya dalam artikel tersebut.
Cerita awal, Pemerintah Kota Batam awalnya datang ke Jakarta pada tahun 2001 untuk menawarkan prospek pengembangan di Kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.
Lalu, Pemerintah Kota Batam pun berupaya mengundang beberapa pengusaha nasional termasuk Artha Graha Group (induk PT MEG) serta sejumlah investor dari Malaysia dan Singapura untuk berperan aktif dalam pembangunan proyek Kawasan Rempang.
Pada akhirnya, PT MEG terpilih untuk mengelola dan mengembangkan Kawasan Rempang seluas kurang lebih 17 ribu hektare dan kawasan penyangga yaitu Pulau Setokok (kurang lebih 300 hektare) dan Pulau Galang (kurang lebih 300 hektare).
Berdasarkan butir kesepakatan atau perjanjian pada tahun 2004 tersebut, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam pun bertugas menyediakan tanah dan menerbitkan semua perizinan yang diperlukan PT MEG.


ARSIP: Surat rekomendasi DPRD Batam, 17 Mei 2004.
PT MEG, adalah anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata. Dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan di Pulau Rempang antara Pemko Batam, Otorita Batam dan Makmur Elok Graha, MEG mendapat konsesi selama 30 tahun, yang bisa diperpanjang 20 tahun dan 30 tahun sehingga berpotensi selama 80 tahun. Luas lahan yang dikerjasamakan seluas 16.583 hektare.
Dalam perjanjian itu, MEG mendapat hak-hak ekslusif atas pengelolaan dan pengembangan proyek KWTE. Dalam Perda Kota Batam No 17 tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam dan diperbarui dengan Perda No 3 tahun 2003 dinyatakan izin usaha dalam KWTE meliputi gelanggang bola ketangkasan dan gelanggang permainan mekanik/elektronik.
Terhenti Bertahun-tahun, Kemudian Dilanjutkan
SETELAH sempat terhenti bertahun-tahun, PT. Makmur Elok Graha (MEG) mulai mengembangkan kawasan Rempang seluas 17 ribu hektar. Hal ini ditandai dengan Peluncuran Program Pengembangan Kawasan Rempang di Jakarta, Rabu, 12 April 2023 lalu.
Komisaris sekaligus Juru Bicara PT MEG Fernaldi Anggadha tahun lalu mengatakan, pihaknya merupakan mitra dari BP Batam dan Pemko Batam dalam mengembangkan Pulau Rempang. Dimana, dalam pengembangan Pulau Rempang, BP Batam maupun Pemko Batam sangat aktif dalam menyerap seluruh aspirasi dari masyarakat Rempang.
“Kita (PT MEG) bersama BP Batam dan Pemko Batam sangat memperhatikan, bagaimana kepentingan dari warga disana,” ujarnya saat itu.
Sehingga ke depan menurutnya, PT MEG bersama BP Batam sudah menyediakan pemukiman terpadu. Dalam pemukiman tersebut akan dilengkapi dengan pasar modern, sarana olahraga, sekolah dan lainnya.
“Supaya skala ekonomi dari warga Rempang sendiri naik,” tegasnya.
Sebab, sebagaimana yang diketahui saat ini, masyarakat Pulau Rempang hidup secara sporadik atau terpisah jauh dari satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Begitu juga dengan pendapatan masyarakat dari berbagai profesi mulai dari nelayan hingga petani.
“Ini sudah kita akomodir dan kita persiapkan perencanaan terbaik untuk warga di sana dan juga kita siapkan juga pusat pelatihan dan pendidikan. Supaya nantinya warga atau anak tempatan di Rempang Galang bisa ikut berkontribusi dalam pembangunan Rempang,” jelasnya.
Ia menambahkan, pengembangan yang dilakukan di Pulau Rempang sendiri tak lain adalah untuk masyarakat Rempang itu sendiri. Sebab, PT MEG dan BP Batam tidak ingin masyarakat Rempang hanya menjadi penonton dalam proses pembangunan ini.
“Sekarang sudah saatnya kita bangun Pulau Rempang ini, dan kita pemain utamanya. Khususnya untuk masyarakat Rempang Galang,” imbuhnya.
(dha/ham)