PASCA mundurnya Wijaya Karya (WIKA) dari konsorsium PT Bandara International Batam (BIB) Hang Nadim Batam, belum ada tanda-tanda bagaimana kelanjutan pembangunan dan pengembangan bandara tersebut kedepanya.
Terkait hal tersebut Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, mengatakan, persoalan tersebut masih menjadi urusan internal antara perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PT Bandara Internasional Batam (BIB).
“Itu di internal konsorsium. Saya pikir di antara mereka pasti punya klausul-klausul perjanjian tertentu. Bagaimana kerjasamanya, konsekuensinya, itu pasti akan ada klausul. Silakan mereka membahas,” kata Amsakar dalam keteranganya, Senin (10/11/2025).
Amasakar menyampaikan, BP Batam belum menerima pemberitahuan resmi tentang penghentian kerja sama atau perubahan komposisi konsorsium dari pihak BIB.
Ia menjelaskan, BP Batam saat ini tengah melakukan pendalaman terhadap sejumlah aspek kerja sama dengan PT BIB.
Beberapa prinsip penting masih perlu dibahas lebih rinci sebagai tindak lanjut atas perjanjian pengelolaan Bandara Hang Nadim.
“Soal bandara, itu tim kita sedang melakukan pendalaman. Masih ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dibicarakan lebih detail sebagai tindak lanjut atas kerja sama BP Batam dengan PT Bandara Internasional Batam,” kata dia.
Ia menambahkan, fokus BP Batam dalam beberapa bulan terakhir masih tertuju pada penyelesaian sejumlah urusan pelabuhan laut. Setelah itu rampung, perhatian akan dialihkan ke sektor bandara.
“Setelah urusan pelabuhan laut selesai, kami akan beralih ke bandara. Jadi memang beberapa bulan terakhir ini tim internal kami mendalami aspek kontrak dan lain sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), turut menyoroti mandeknya proyek pembangunan Terminal 2 Bandara Internasional Hang Nadim Batam.
Lembaga itu meminta PT Bandara Internasional Batam (BIB) dan BP Batam sebagai pemberi mandat untuk segera bertanggung jawab dan mencari solusi konkret agar proyek strategis nasional tersebut tidak terus tertunda.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari, mengatakan mundurnya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) sebagai kontraktor utama membawa konsekuensi besar terhadap kelanjutan proyek.
Menurutnya, tanggung jawab tidak hanya berada di pihak BIB sebagai pelaksana, tetapi juga BP Batam sebagai otoritas yang memberi mandat pembangunan.
“Kalau WIKA mundur, tentu akan mempengaruhi perjanjian antara BP Batam dan BIB. Sebab BIB merupakan perpanjangan tangan BP Batam dalam pengembangan kawasan bandara yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Jika proyek Terminal 2 gagal, maka itu juga menjadi kegagalan BP Batam,” jelas Lagat beberpa waktu lalu, seperti dikutip dari laman ombudsman.go.id.
Lagat juga menyoroti kurangnya transparansi kontrak kerja sama antara BP Batam dan BIB. Publik, katanya, tidak pernah mengetahui secara terbuka isi perjanjian tersebut.
Padahal, keterbukaan sangat penting untuk memastikan sejauh mana tanggung jawab hukum dan keuangan kedua belah pihak.
“Apakah ada konsekuensi hukum terhadap BIB atau BP Batam akibat kegagalan ini? Kita tidak tahu karena kontraknya tidak pernah dipublikasikan secara resmi,” tegasnya.
Sebagaimana yang diketahui PT Bandara Internasional Batam (PT BIB) adalah badan yang diberikan mandat oleh BP Batam, untuk bertanggung jawab dalam pengoperasian dan pengembangan bandara yang meliputi renovasi, perluasan, dan pemeliharaan terminal penumpang eksisting (Terminal 1), pembangunan terminal penumpang (Terminal 2), pengelolaan terminal kargo baru, serta pengembangan rencana induk Bandara Internasional Hang Nadim dengan konsep Logistics Aerocity.
PT Bandara Internasional Batam (PT BIB) merupakan konsorsium yang dibentuk oleh Angkasa Pura Airports dengan kepemilikan saham 51%, Incheon International Airport Corporation (IIAC) saham 30%, dan 19% saham milik PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).
(*)


