PERNYATAAN Walikota/ Kepala BP Batam, Muhammad Rudi tentang pemukiman warga di pesisir pantai, menuai pro kontra beberapa hari terakhir. Ucapan Muhammad Rudi itu, terekam dalam sebuah video berdurasi 2 menit 33 detik dan tersebar di media sosial.
Videonya sudah tersebar di sosial media sejak Minggu (27/8/2023) malam kemarin dan mendapat tanggapan beragam dari masyarakat.
Apa sebenarnya yang disampaikan Muhammad Rudi? Tim GoWest.ID melansir transkrip pernyataan Muhammad Rudi tersebut, terkait pemukiman masyarakat pesisir yang viral dibahas publik:
“Kita butuh kira-kira Rp500 sampai Rp600 miliar untuk membangun jalan yang panjangnya sampai 96 kilo (Km). Coba kalau tidak ada MEG, mana terpikir di situ lagi. Bersyukur MEG masuk, rakyat dapat rumah baru. Ibu sampaikan pada mereka, pak saya bukan menghina, ibu boleh lihat rumah mereka sekarang ini. Kalau ibu suruh beli, berapa harga berani ibu beli? Ute, berapa harga rumah situ yang bibir pantai semua itu? Satu rumah kira-kira berapa? Rumah yang kayulah. Rp35 juta. Rp10 juta pun ibu tak mau beli. Betul? Tapi hari ini kita ganti Rp120 juta. Berarti hari ini saya menaikan taraf hidup dan harga diri mereka. Itupun kena marah juga.”
Pro Kontra
Koordinator Umum Aliansi Pemuda Melayu, Dian Arniandi, mengatakan, pernyataan Muhammad Rudi tersebut telah menyakiti hati Masyarakat Melayu.
“Kami mengecam dan mengutuk keras penyataan Rudi dalam video tersebut. Pernyataan itu menyakiti Masyarakat Melayu, khususnya masyarakat Rempang yang saat ini tengah memperjuangkan peradaban mereka,” kata Dian pada Senin (28/8/2023).
Hal senada juga disampaikan seorang pengamat masalah sosial di Batam, Sudirman El Batamy yang mengunggah video protesnya.
“Jadi, tolonglah saudara Rudi, sebagai pemimpin yang saya hormati, tolonglah, masyarakat Rempang ini sedang marah, jangan tambahi bumbu, anda ini menghina mereka”, katanya, dilansir GoWest.ID dari pernyataannya di video.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Batam, Rudi Panjaitan, justeru menyayangkan ulah oknum yang memotong dan menyebar video sambutan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi terkait penjelasan proyek pengembangan kawasan Rempang.
Potongan video yang membahas Rempang dan tersebar viral itu tidak utuh, sehingga pesan yang disampaikan sangat berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang punya agenda lain dan membuat suasana kondusif bisa terganggu di Kota Batam.
“Kalau dipenggal, akan berbeda artinya,” ujar Rudi Panjaitan menanggapi video Walikota yang disebut menghina masyarakat Rempang, berdurasi 2.33 menit tersebut.
Dalam video yang utuh menurut Rudi Panjaitan, pidato Walikota Batam, Muhammad Rudi, menyampaikan upaya yang sudah dilakukan dalam menanggapi aspirasi masyarakat yang terdampak proyek strategis nasional tersebut.
“Proyek Rempang Eco-City kini masuk dalam proyek strategis nasional, yang wajib dijalankan oleh Pemerintah Daerah,” ujarnya.
“Perlu ditegaskan bahwa sambutan utuh, beliau (Walikota) menyampaikan bagaimana perjuangan dalam menyampaikan aspirasi masyarakat ke Pusat. Kami harap masyarakat tidak terpancing dengan video yang terpotong seperti itu. Potongan video seperti itu, bisa menjadi salah tafsir,” tambahnya.
Warga Tetap Menolak Relokasi
“Saya sebagai perwakilan dari keramat ingin menjelaskan kenapa saya sampai ke Jakarta, karena di sini tidak ada keadilan. Kampung tua sudah ada hampir satu abad sehingga jangan direlokasikan”, ujar tokoh masyarakat Rempang, Gerisman di depan Kapolresta Barelang, Kombes Nugroho Tri Nuryanto, saat kegiatan diskusi bersama di Rempang, Senin (28/8/2023) kemarin.
Hal senada juga disampaikan perwakilan warga Rempang lain, Suardi. Ia mengaku resah dengan kegiatan pematokan lahan di kampungnya.
“Harapan kami, segera mungkin wujudkan keinginan masyarakat, kami tidak mau ada relokasi, ini sudah harga mati, dan mohon agar aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan agar sesuai tupoksi”, harap Suardi.
“Kami persilahkan masuk pengembangan, namun kampung kita jangan digusur, kita lakukan pemblokiran karena jika dipaksa dilakukan pengukuran akan timbul konflik, sehingga kami takut, pada saat sudah diukur, lahan kita menjadi hilang dan akan timbul tumpah darah, BP Batam agar menunjukkan juga surat kepemilikan lahan”, katanya.
(dha)