SEJUMLAH pekerja alat berat yang terlibat dalam pembangunan 350 unit rumah relokasi untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City menggelar protes terhadap PT Lestari Nauli Jaya (LNJ). Aksi ini dipicu oleh keterlambatan pembayaran uang makan dan sewa alat berat yang belum diterima selama beberapa bulan terakhir.
PT LNJ bertanggung jawab atas pembangunan rumah relokasi tahap pertama, dan menurut data dari BP Batam, 68 kepala keluarga telah menempati rumah tersebut. Protes dilakukan dengan cara memarkir alat berat di lokasi pengecoran jalan pada siang hari, Senin (10/3/2025).
“Kami sudah bekerja, tetapi hak kami belum dibayar,” ungkap salah satu pekerja.
Salah satu pekerja, Darwis, menambahkan bahwa tidak hanya uang makan yang terlambat dibayar, tetapi juga biaya sewa alat berat.

“Kami belum menerima pembayaran selama sebulan,” ujarnya.
Namun, Darwis enggan menyebutkan jumlah uang yang tertunggak. Setiap kali kami ke perusahaan, jawabannya selalu ‘nanti’.”
Seorang pekerja lain yang meminta namanya dirahasiakan mengonfirmasi bahwa sewa alat beratnya juga belum dibayar hingga puluhan juta.
“Kami semua mogok kerja, meminta perusahaan memenuhi kewajibannya,” jelasnya.
Setelah melakukan protes, para pekerja mendatangi kantor PT LNJ yang terletak di salah satu rumah relokasi. Dalam pertemuan tersebut, perusahaan menyatakan bahwa pembayaran akan segera dilakukan karena terdapat kesalahan sistem.
“Kami tunggu saja,” kata salah satu pekerja setelah keluar dari pertemuan.
Project Manager PT LNJ, Budi, yang hadir dalam pertemuan tersebut, enggan memberikan banyak komentar kepada media. Ia menyatakan akan membawa data terkait pekerja dan alat berat yang belum dibayar kepada manajemen.
“Saya akan bawa ini ke Tembesi,” ujarnya saat bersiap masuk mobil.
Ketika ditanya mengenai progres pembangunan rumah relokasi, Budi menolak berkomentar.
“Silakan tanya ke manajemen,” katanya singkat.
Proyek Rempang Eco City Tidak Berstatus PSN Lagi?
PROYEK Rempang Eco City yang berlokasi di Pulau Rempang, Batam, hilang dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024-2029. Pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 yang baru terbit, proyek di pulau Rempang tersebut tidak masuk dalam daftar PSN untuk periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024-2029.
Keputusan ini langsung mendapatkan tanggapan dari aktivis lokal, Uba Ingan Sigalingging. Ia menekankan perlunya penghentian segera seluruh aktivitas terkait proyek tersebut.
“Dengan terbitnya Perpres ini, proyek Rempang Eco City harus dihentikan karena kini tidak memiliki dasar hukum sebagai PSN,” sebut mantan anggota DPRD Kepri tersebut, Senin (10/3/2025).
Uba juga menegaskan bahwa penghentian proyek ini harus disertai dengan langkah nyata dari pemerintah untuk menangani berbagai dampak yang telah terjadi, baik dari aspek hukum, ekonomi, sosial, maupun budaya. Ia menyoroti bahwa proyek ini telah menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal yang terancam kehilangan tempat tinggal.
“Sejak awal, proyek ini telah menimbulkan keresahan di kalangan warga Rempang. Kini, setelah tidak lagi menjadi PSN, pemerintah harus memberikan kejelasan mengenai status tanah dan hak-hak mereka yang selama ini terabaikan,” tambahnya.
BP Batam, yang bertanggung jawab atas pengelolaan lahan di Rempang, juga dianggap kehilangan landasan hukum untuk melanjutkan proyek. Uba menekankan bahwa BP Batam seharusnya segera menghentikan semua aktivitas terkait pembangunan Rempang Eco City.
“BP Batam tidak dapat lagi berpegang pada status PSN untuk melanjutkan proyek ini. Tidak ada alasan untuk memaksakan penggusuran atau pemindahan warga,” katanya.
Ia juga mengajak organisasi masyarakat sipil, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), untuk terlibat dalam mengawasi persoalan hukum yang muncul seiring pencabutan status PSN ini. Menurut Uba, warga Rempang berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan atas situasi yang mereka hadapi.
“Pasca-penghentian proyek ini, banyak hal yang perlu dievaluasi, termasuk bagaimana pemerintah dapat memulihkan hak-hak masyarakat yang terdampak. Warga Rempang telah menghadapi ketidakpastian, sehingga kebijakan selanjutnya harus berpihak kepada mereka,” tegasnya.
Uba menambahkan bahwa pemerintah perlu berkomunikasi dengan masyarakat dan membuka ruang dialog yang lebih adil. Selain memberikan kepastian hukum, pemerintah juga harus merancang strategi baru dalam pengelolaan lahan di Rempang agar tidak menimbulkan polemik di masa mendatang.
Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah juga menegaskan bahwa proyek-proyek PSN yang tidak tercantum dalam RPJMN 2024-2029 harus dihentikan. Tiga proyek PSN yang dicabut statusnya termasuk Rempang Eco City, PSN PIK 2 Tropical Coastland di Banten, dan PSN Bendungan Bener di Jawa Tengah.
Proyek-proyek ini sebelumnya telah mendapatkan status PSN dari Presiden ke-7, Joko Widodo, namun tidak lagi tercantum dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Prabowo pada 10 Februari 2025. Dalam dokumen tersebut, beberapa PSN baru yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran mencakup program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan tanggul laut raksasa, di samping melanjutkan proyek-proyek carry over dari pemerintahan sebelumnya.
(ham/tempoco)