- Luas : 100 km2.
- Tata pemerintahan : masuk wilayah kota Batam
- Jumlah penduduk : 0 penduduk (kecuali di sebagian kecil wilayahnya yang disebut Bulang Lintang, pen).
PULAU Bulan atau Bulang adalah sebuah pulau yang terletak di dekat Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini cukup unik karena memiliki peran penting dalam perekonomian regional, khususnya dalam sektor peternakan.
Pulau Bulan atau Bulang tidak diperuntukkan bagi lokasi pemukiman sejak penetapannya sebagai lokasi peternakan oleh pemerintah Indonesia pada dasawarsa 1980-an lalu, kecuali di sebagian kecil wilayah daratannya yang dikenal sebagai Bulang Lintang.
Pulau Bulan atau pulau Bulang diketahui telah menjadi pusat peternakan babi sejak tahun 1980-an. Pulau ini dipilih karena kondisi geografisnya yang cocok untuk kegiatan peternakan dan letaknya yang dekat dengan pasar utama di Singapura.
Meskipun saat ini Pulau Bulan dikenal luas sebagai pusat peternakan babi, sejarah pulau ini jauh lebih kaya dan kompleks. Jauh sebelum menjadi pusat peternakan, Pulau Bulan memiliki peran penting dalam sejarah maritim dan politik di wilayah Nusantara.
Di masa silam sebelum kemerdekaan Indonesia, pulau ini lebih dikenal dengan nama Pulau Bulang. Pulau Bulan adalah sebutan yang lebih umum digunakan, namun Pulau Bulang adalah nama ‘resmi’ yang tercatat dalam berbagai dokumen sejarah dan peta.
Pulau Bulang dan Hegemoni Kerajaan Melayu Riau
PULAU Bulan atau Bulang pernah menjadi basis kekuasaan bagi para pembesar Kerajaan Melayu Riau. Temenggung Abdul Jamal, seorang tokoh penting dalam sejarah Riau, menjadikan Pulau Bulang sebagai pusat pemerintahannya pada abad ke-18. Dinamika pulau ini jauh lebih hidup dibanding pulau Batam yang terletak sekitar 2,5 km. di sisi timur lautnya.

Letak Pulau Bulang yang strategis menjadikan pulau ini sempat menjadi perlintasan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai wilayah di masa kesultanan Johor Riau. Pulau ini merupakan titik penting dalam jalur perdagangan di Selat Malaka. Tidak heran, pulau Bulang sempat dijadikan basis oleh Kesultanan Johor Riau Lingga dengan menempatkan seorang temenggung di sana. Salah satu yang paling terkenal adalah Temenggung Abdul Jamal. Ia adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh di wilayah Riau pada masanya dan memiliki peran penting dalam perkembangan Pulau Bulang.
Sejumlah bahan sumber Melayu dan Eropa mencatat bahwa pulau Bulang pernah memainkan peranan yang cukup penting dalam peristiwa sejarah di kawasan Selat Melaka. Dalam Sejarah Melayu atau Sulalatus Salatin umpamanya, nama pulau Bulang paling tidak telah dicatat dalam kaitannya terhadap serangan-serangan Portugis terhadap pusat pertahanan Sultan Mahmud Syah, Sultan Melaka yang menyingkir ke Pulau Bintan.
Pulau ini juga telah dijadikan “markas besar’ keluarga Temenggung yang merupakan cabang kecil dinasti Bendahara yang memerintah Riau-Lingga-Johor-dan Pahang. pada masa itu.

Sebuah laporan Portugis juga mencatat bahwa kawasan sekitar pulau Bulang telah terkenal sebagai pelabuhan dagang sejak tiga puluh lima tahun sebelum Laksamana Tun Abdul Abdul Jamil dari Johor (Lama) diutus membuka sebuah negeri baru di pulau Bintan yang kemudian dikenal sebagai “bandar dagang” bernama Riau pada tahun 1673.
Menurut sejarawan Carl A. Trocki dalam bukunya yang kontroversial, Prinse of Pirates; The Temenggongs and the Development of Johor and Singapore 1785-1885 (1979) seperti dinukil tim data GoWest.ID dari laman Kemendikbud RI, selama lebih dari empat generasi yang dimulai dengan Bendahara Tun Abbas, pulau Bulang telah menjadi basis penting keluarga Temenggung hingga menjelang Temenggung Abdulrahman pindah ke Singapura pada tahun 1811.
Peralihan Fungsi, Jadi Perkebunan
SEIRING berjalannya waktu, peran Pulau Bulang mengalami pergeseran. Dari pusat perdagangan dan politik, pulau ini kemudian lebih difokuskan pada kegiatan pertanian dan perikanan.
Pada masa kolonial Belanda (sesuai Traktat London, pulau Bulang dikuasai Belanda, pen), pulau ini sempat dijadikan areal perkebunan karet. Ratusan orang didatangkan pemerintah Hindia Belanda ke pulau Bulang untuk dipekerjakan di kebun-kebun karet di pulau Bulang.

Pada dekade awal abad 20, perkebunan karet menjadi salah satu fokus pengembangan mengingat permintaan yang tinggi terhadap karet alam. Pulau Bulang, termasuk juga beberapa pulau lain di Kepulauan Riau, dijadikan kebun karet.
Informasi tentang keberadaan perkebunan karet awal abad 20 hingga tahun 1940 bisa dilihat dalam pemberitaan surat kabar yang terbit zaman itu.
Surat kabar Algemeen Handelsblad tanggal 27 Februari 1911 misalnya, memberitakan tentang Residen Riau yang memberikan izin konsesi kepada tiga perusahaan untuk perkebunan karet.
Sementara surat kabar The Straits Times Singapura, juga memuat iklan lowongan kerja untuk perkebunan karet di pulau Bulang. Di koran The Straits Times edisi 14 Maret 1912, halaman 8, tertera iklan lowongan tersebut.

Selain pulau Bulang, beberapa pulau di sekitarnya, termasuk pulau Kepala Jeri dan pulau Batam juga dijadikan lokasi perkebunan karet di masa pemerintah kolonial Belanda.
Transformasi Jadi Peternakan Babi
PULAU Bulang atau Bulan yang pernah menjadi pusat perdagangan dan politik yang strategis di masa lalu, mengalami transformasi drastis pada era 1980-an. Pulau yang dulunya menjadi basis kekuasaan para Temenggung dari Kerajaan Melayu Riau ini kemudian beralih fungsi menjadi pusat peternakan babi terbesar di Indonesia.

Beberapa faktor utama yang mendorong perubahan fungsi Pulau Bulang menjadi pusat peternakan babi adalah:
- Ketersediaan Lahan Luas: Pulau Bulang memiliki lahan yang cukup luas dan sebagian besar belum tergarap secara intensif. Kondisi tanah yang subur dan iklim yang mendukung menjadikannya lokasi yang ideal untuk kegiatan peternakan.
- Permintaan Pasar yang Tinggi: Pertumbuhan ekonomi Singapura yang pesat pada era 1980-an memicu peningkatan permintaan daging babi. Pulau Bulang, dengan lokasinya yang dekat dengan Singapura, dianggap sebagai lokasi yang strategis untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
- Dukungan Pemerintah: Pemerintah Indonesia pada saat itu melihat potensi besar dari pengembangan peternakan babi di Pulau Bulang. Dukungan kebijakan dan insentif yang diberikan pemerintah mendorong para investor untuk mengembangkan usaha peternakan di pulau ini.
Transformasi Pulau Bulang dari pusat perdagangan menjadi pusat peternakan babi merupakan sebuah peristiwa penting dalam sejarah pulau ini. Keputusan untuk mengembangkan sektor peternakan di pulau ini didorong oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Meskipun membawa dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif, perubahan fungsi ini telah membentuk wajah Pulau Bulang atau Bulan seperti yang kita kenal saat ini.
Perusahaan yang mengelola peternakan babi di Pulau Bulang adalah PT. Indo Tirta Suaka. Perusahaan ini merupakan bagian dari Salim Group dan telah mengelola peternakan babi di Pulau Bulang sejak tahun 1980-an.
(sus/ham)