- Nama : Pulau Kundur
- Tata Pemerintahan : Masuk dalam kabupaten Karimun
- Luas : 83,74 km2
- Populasi : +/- 58 ribu jiwa (data BPS 2019)
PULAU Kundur, sebuah pulau strategis yang terletak di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, memiliki tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kundur, Kundur Barat, dan Kundur Utara. Setiap kecamatan memiliki ibukota yang berfungsi sebagai pusat administrasi dan aktivitas masyarakat. Pulau ini berbatasan langsung dengan Provinsi Riau, lebih tepatnya dengan Pulau Mendol yang terletak di Kabupaten Pelalawan.
Pulau Kundur menyimpan banyak potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Ada beberapa versi yang menjelaskan asal-usul nama “Kundur”. Salah satunya mengisahkan seorang petani yang berhasil menemukan buah kundur dan timun, yang kemudian menjadi asal usul nama pulau ini.
Versi lain menyebutkan bahwa pulau ini dulunya ditanami banyak buah kundur, yang berperan penting dalam perdagangan. Ada pula yang berpendapat bahwa bentuk pulau ini mirip dengan buah kundur.
Sebagai pulau yang kaya akan sumber daya alam seperti timah dan granit, Kundur memiliki sejarah panjang yang terkait dengan kekuasaan Kesultanan Riau-Lingga. Dalam catatan sejarah, timah di Pulau Kundur sudah mulai dieksplorasi sejak awal 1800-an.
Pulau Kundur di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, terdiri dari tiga kecamatan: Kecamatan Kundur, Kecamatan Kundur Barat, dan Kecamatan Kundur Utara. Ketiga kecamatan ini menjadi bagian dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Karimun.
- Kecamatan Kundur: Beribukota di Tanjungbatu.
- Kecamatan Kundur Barat: Beribukota di Sawang.
- Kecamatan Kundur Utara: Beribukota di Tanjungberlian.
Tanjungbatu: Pusat Perekonomian dan Sejarah
TANJUNGBATU, sebagai ibu kota Kecamatan Kundur, menjadi pusat perekonomian di pulau ini. Sejarah Tanjungbatu dimulai pada masa penjajahan Belanda pada abad ke-16, ketika pabrik pertama didirikan oleh seorang Jepang bernama Yamamoto. Pabrik yang bernama Nan Koko Gngu Kaisa ini berkembang pesat dan menghasilkan banyak komoditas seperti karet dan pinang.
Namun, ketentraman itu tidak berlangsung lama. Dengan kedatangan Jepang pada tahun 1941, Yamamoto terpaksa menutup pabriknya. Jepang kemudian mendirikan markas di Tanjungbatu dan menutup sekolah-sekolah, meski para guru berusaha untuk tetap mengajar.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Belanda kembali mengambil alih. Di masa ini, rakyat Tanjungbatu mulai melawan dengan dipimpin oleh tokoh lokal seperti Abdul Manaf dan Abdul Latif. Meskipun Abdul Manaf gugur dalam pertempuran, perjuangan rakyat terus berlanjut hingga Belanda akhirnya meninggalkan Tanjungbatu pada tahun 1950.
Keluarnya Belanda disambut dengan gembira oleh penduduk setempat, yang merayakan kemerdekaan mereka di lapangan yang kini dikenal sebagai Balai Pemuda dan Olahraga.
Pulau Kundur bukan hanya sekadar tempat tinggal; sejarah dan kekayaan alamnya menjadikannya bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang Indonesia menuju kemerdekaan.