- Nama : Raja Ali ibni Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi
- Nama Kecil : Ali
- Gelaran : Raja Ali Kelana
- Masa Hidup : 1860-an – 1927
Oleh keluarganya, ia diberi nama Ali. Nama Ali ini kebetulan sangat banyak digunakan oleh orang Melayu. Nama lengkapnya Raja Ali ibni Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi. Ia juga dikenal dengan nama-nama panggilan yang lain yaitu Raja Ali Ahmadi, Raja Ali Riau, Raja Ali Bukit, dan Engku Ali Riau.
Raja Ali Kelana atau Engku Kelana merupakan Yang dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga. Gelar Kelana yang disandangnya merupakan jabatan di kerajaan Riau Lingga yang bertugas memeriksa seluruh ceruk, suak atau teluk rantau kerajaan sebelum menjabat yang dipertuan muda.
Jabatan Kelana merupakan jabatan tinggi satu tingkat di bawah Yang Dipertuan Muda (Raja Muda yaitu orang kedua setelah Sultan di dalam struktur pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga kala itu). Orang yang telah menjabat Kelana merupakan calon Yang Dipertuan Muda.
Namun, ia tak sempat dilantik untuk jabatan yang menjadi haknya itu, karena meningkatnya perseteruan Kesultanan Riau-Lingga dengan Pemerintah Hindia-Belanda. Dari pihak Kesultanan Melayu, Raja Ali Kelana dikenal sebagai pembangkang yang paling diperhitungkan oleh Pemerintah Hindia-Belanda.
Raja Ali Kelana merupakan tokoh yang ditempa dengan pendidikan Islam yang baik. Selain menuntut ilmu di lingkungan kesultanan di Pulau Penyengat Indera Sakti, ia juga sempat memperdalam ilmunya di Mekah.
Raja Ali Kelana dan pulau Batam
Pada akhir abad ke-19 (sekitar 1882-1883), Pulau Batam dan kawasan sekitarnya adalah kawasan masa depan dalam kerajaan Riau-Lingga. Paling tidak, kecenderungan ke arah ini telah mulai terlihat sejak pertengahan abad ke-19.
Dalam kasus penanaman gambir umpamanya, konsentrasi izin kebun gambir yang sebelumnya terfokus di Pulau Bintan sejak abad ke-18, mulai beralih ke Pulau Batam karena semakin menipisnya cadangan bahan kayu bakar pendukung pengolahan gambir di pulau Bintan.
Konsekuensinya Batam dan pulau-pulau di sekitarnya menjadi tumpuan dan pusat untuk perluasan kebun gambir yang baru. Pulau Batam menjadi kawasan yang diperebutkan. Bahkan pada tanggal 1 April 1856, bentrok bersenjata diantara dua kelompok peladang gambir dari Singapura dan Batam memperebutkan lahan-ladang gambir di kawasan Sungai Terung dan Sungai Panas.
Sebagai pulau masa depan, Yang Dipertuan Muda Riau Raja Muhammad Yusuf juga mempersiapkan dan menyerahkan sejumlah kawasan tertentu di pulau Batam dan kawasan sekitarnya kepada kaum kerabat dan anak-anaknya.
Dalam sepucuk surat bertarikh Selasa 8 Rabiul Awal Hijrah bersamaan 26 Juli 1898 Miladiah, Raja Muhammad Yusuf atas nama kerajaan Riau-Lingga telah mengkurniakan sebagian tanah Pulau Batam kepada puteranya yang bernama Raja Abdullah (Tengku Besar), Raja Ali Kelana dan kepada saudaranya yang bernama Raja Muhammad Thahir.
Secara historis, pondasi pengembangan industri di pulau Batam telah dipancangkan oleh Raja Ali Kelana dan rekan bisnisnya, seorang pengusaha kaya dari Singapura bernama Ong Sam Leong, dengan membuka sebuah pabrik batu bata modern menggunakan mesin-mesin yang diberi nama Batam Brickworks.
Usaha patungan ala itu tak berjalan mulus setelah beroperasi selama beberapa tahun. Semua mulai berubah, sejak Raja Ali Kelana membeli dan menjadi pemilik tunggal Batam Brickworks pada tahun 1896. Keputusan itu disokong pula dengan pemberian sejumlah tanah di Pulau Batam, termasuk lokasi pabrik Batam Brickworks oleh Yang Dipertuan Muda Riau kepada Raja Ali Kelana pada 1898.
(dha/berbagai sumber)