- Nama : Raja Yakup (Yakub) Ibn Radja Issa Ibn Radja Ali Yang Dipertuan Muda Riouw V
- Lahir : Diperkirakan di Muar, Johor, awal 1800-an
- Wafat : Nongsa, Batam
- Jabatan : Wakil Kerajaan pertama untuk sebagian wilayah pulau Batam bagian timur 1856 – 1880
- Ayah : Raja Issa Ibn Radja Ali Yang Dipertuan Muda V Riouw
- Ibu : Engku Wok binti Raja Abdul Samad
- Saudara kandung : Raja Daud ibn Raja Issa, Raja Idris ibn Raja Issa
- Anak : Raja Muhammad Saleh bin Radja Yakup, dikenali juga sebagai Raja Muhammad ibn Raja Yakup atau Raja Mahmud ibn Raja Yakup
RAJA Yakup (Yakub), nama lengkapnya Raja Yakup bin Raja Issa, adalah wakil kerajaan pertama untuk sebagian wilayah kepulauan Batam pada era kesultanan Riau Lingga (1830 – 1911). Ia ditunjuk untuk menangani pemerintahan pribumi di pulau Batam bagian timur pada masa sekitar 1856 – 1880.
Raja Yakup merupakan putera pertama dari Raja Issa dengan isterinya Raja Wok. Ia merupakan cucu dari Yang Dipertuan Muda Riouw di era 1804 – 1806, Raja Ali.
Berdasarkan dokumen “Malay Peninsula” terbitan 1835 yang ditulis J.H. Moor, Raja Yakup diketahui menghabiskan masa kecilnya di sebuah kampung kecil di ulu sungai Muar, dekat Johor bersama orangtuanya.
Pada tahun 1826, ia mengikuti perpindahan orang tuanya, Raja Issa ke sebuah pulau kecil di seberang Singapura yang bernama pulau Tring (pulau Angup) karena perubahan eskalasi politik paska perjanjian London 1824 antara Belanda dan Inggris. (P.J. Begbie 1837)
Seiring penetapan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas di wilayah Riouw oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1 Januari 1829, ia kembali mengikuti perpindahan orang tuanya dari pulau Tring dekat Singapura ke kampung kecil di Utara pulau Batam, Nongsa. Sang ayah, Raja Issa, mendapat tugas menavigasi keamanan perairan pulau Nongsa (pulau Puteri pen.) oleh residen Belanda di Riouw saat itu, C.P.J. Elout, atas masukan dari pihak kesultanan. (Baca : “Raja Issa Bersaudara dalam Catatan Raffles & Begbie” – Raja Issa dari Ulu Muar ke Sungai Nungsa, bagian 2).
Dalam dokumen catatan P.J. Begbie pada 1827, Raja Yakup disebut merupakan salah seorang Engku Kelana, dipersiapkan sebagai pengganti Raja Muda’ Riouw (Yang Dipertuan Muda) pada masa jabatan Raja Muda Riouw (Yang Dipertuan Muda) dipegang oleh Raja Jafar, 1808 – 1831).
Selain Raja Yakup yang merupakan cucu dari YDM Riouw sebelumnya, Raja Ali, posisi Engku Kelana juga disandang oleh anak-anak dari Raja Jafar; Raja Muhammad dan Raja Abdurrahman.
Sebagai Kepala Kampung Nongsa
PADA masa kepemimpinannya, pulau Batam, terutama wilayah Batam bagian timur yang menjadi pengelolaannya, belum berkembang seperti sekarang. Bagian utama pulau, masih didominasi hutan. Sementara pemukiman penduduk tersebar di wilayah pesisir seperti kampung Nongsa, Tring, Belian, Tanjung Singkoewang, Djodoe, Doeriangkang dan Kampung Bagan.
Akses antar kampung terhubung melalui jalur laut dengan pusat pertemuan ekonomi berada di dua tempat. Bagian Utara di Kampung Djodoe dan bagian selatan di Doeriangkang.
Penduduk pribumi yang tercatat mendiami wilayah pesisir pulau utama Batam pada masa pengelolaannya berasal dari suku Melayu di Bintan, pendatang dari semenanjung Malaya serta orang Bugis. Suku bangsa pendatang dari Cina, juga mendiami wilayah pesisir di kampung-kampung penduduk pribumi sebagai pedagang serta di hutan belantara yang membuka lokasi sebagai perkebunan. (J.G. Schot, De Battam Archipel 1882)
Dalam sebuah dokumen catatan dari pejabat dalam negeri Hindia Belanda, Baron Van Hoevel pada 1856, nama Raja Yakup juga dicatatkan sebagai kepala kampung Nongsa saat terjadi konflik berdarah antar dua kelompok Cina, Moeka Mera dan Moeka Itam yang memperebutkan wilayah perkebunan di sekitar Sungai Panas, Batam. (Baca: “Menavigasi Laut Nongsa ; Jejak Raja Issa di 1835” – Raja Issa, Dari Muar ke Muara Sungai Nungsa; Dualisme Lanun & Navigasi Pelayaran, Bagian 4, Selesai)
Sebagai Wakil Kerajaan di pulau Batam bagian timur
PERLUASAN penanganan pemerintahan pribumi di Kepulauan Batam sesuai kontrak pemerintah Kolonial Belanda dan kesultanan Riouw Lingga tahun 1857, berimbas pada penataan baru sistem pemerintahan pribumi di wilayah ini.
Paska keluarnya besluit tersebut, wilayah Kepulauan Batam yang terdiri dari kelompok pulau-pulau utama di Batam, Kelompok pulau di kepulauan Boelang hingga ke Kepulauan Sugi dan Kateman dekat pantai timur Sumatera, dibagi menjadi tiga pemerintahan pribumi. Masing-masing dengan batas wilayah yang telah ditentukan dengan sebutan Wakilschap; Nongsa, pulau Boeloeh dan Kepulauan Soelit. (Baca: Lintas Masa Tata Pemerintahan Negeri Riouw Lingga).
Raja Yakup yang sebelumnya telah menangani wilayah Pulau Batam bagian timur dengan sebutan kepala kampung, menjadi kepala/ Wakilschap Nongsa yang berkedudukan di kampung Nongsa. Ia memerintah sebagai perintis pertama kepala pemerintahan pribumi untuk sebagian wilayah pulau utama Batam hingga tahun 1880. Berdasarkan catatan J.G. Schot pada dokumen “De Batam Archipel” yang dipublikasi tahun 1882, jabatannya sebagai wakil kerajaan yang mewakili Yang Dipertuan Muda Riouw Penyengat, mulai digantikan oleh puteranya, Raja Muhammad Saleh bin Radja Yakup yang juga dikenal sebagai Raja Mahmud.
Berbeda dengan sang ayah, Raja Mahmud menangani wilayah penugasannya dari kampung Bagan, tidak lagi dari Nongsa.
Raja Yakup, perintis wakil kerajaan pertama untuk sebagian wilayah pulau Batam masa itu, diperkirakan meninggal di kampung Nongsa, tempat terakhir kediamannya.
(ham)


