SKANDAL pada produk gadget Samsung Galaxy Note 7 semakin rumit. Sejak muncul laporan di akhir Agustus bahwa ponsel itu mudah meledak dan terbakar, Samsung sudah mengumumkan akan menarik kembali sekitar 2,5 juta Galaxy Note 7 yang sudah terlanjur beredar di dunia.
Pada akhir pekan ini muncul laporan korban pertama: seorang bocah enam tahun di New York, Amerika Serikat yang mengalami luka bakar karena Galaxy Note 7 yang sedang digenggamnya meledak dan terbakar.
Seperti bola salju, rentetannya berlanjut. Maskapai-maskapai penerbangan dunia, termasuk Garuda Indonesia, Lion Air, dan AirAsia, sudah meminta penumpang tidak menyalakan Galaxy Note 7 di dalam pesawat atau memasukkannya ke bagasi. Yang terbaru, maskapai-maskapai tersebut sudah melarang penumpangnya membawa Samsung Galaxy note 7 ke dalam pesawat!
Apa sebenanya yang jadi masalah?
Menurut New York Times, masalah ada pada Galaxy Note 7 yang berpusat di baterai. Ponsel yang diluncurkan pada Agustus kemarin itu menggunakan baterai lithium-ion yang diduga cacat!
Baterai lithium ion?
Lithium, elemen ketiga dalam tabel periode, adalah logam berwarna perak-keputihan yang bisa dengan mudah terbakar jika terpapar oksigen atau air.
Pada 1991, jelas LiveScience, Sony Corp menemukan dan mengomersialisasikan cara yang aman untuk memanfaatkan lithium, dengan memasukkan ion-ion lithium (alih-alih lithium murni) ke dalam wadah bertekanan tinggi atau campuran kimiawi, sehingga tak mudah terbakar.
Partikel-partikel lithium-ion di dalam baterai akan terus bergerak di antara elektroda negatif dan positif ketika digunakan atau diisi ulang. Keunggulan baterai ini adalah ukurannya yang kecil dan bisa diisi ulang.
Baterai lithium ion digunakan di mana saja?
Baterai ini mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Selain dalam ponsel, ia juga digunakan pada laptop, mobil listrik, pesawat terbang, bahkan pada rokok elektrik. Tentu saja ukuran baterai lithium-ion pada mobil dan pesawat terbang jauh lebih besar ketimbang pada ponsel.
Apa masalah sebenarnya pada baterai ini?
Agar partikel-partikel lithium-ion bisa mudah bergerak antara elektroda, komponen kimiawi yang mudah terbakar dan tak stabil dipisahkan, dimasukkan dalam sel-sel baterai yang bertekanan tinggi.
Masalah pertama adalah panas saat pengisian ulang. Lazimnya ponsel-ponsel pintar termutakhir akan secara otomatis berhenti mengisi ulang jika baterai sudah penuh. Ini penting agar baterai tidak kelebihan panas saat diisi ulang.
Baterai yang tidak memiliki mekanisme ini, berisiko terbakar. Jika diisi ulang terlalu lama, maka ion-ion lithium akan berkumpul pada satu titik dan mengendap menjadi logam di dalam baterai. Sementara panas yang dihasilkan dari proses isi ulang bisa menciptakan gelembung oksigen di dalam gel baterai. Pertemuan antara oksigen dan lithium memantik api dan bahkan ledakan.
Jika baterai ini berisiko, mengapa masih diproduksi?
Teknologi baterai adalah salah satu yang paling lambat berkembang. Ini disebabkan karena risikonya yang besar dan panjangnya proses uji coba sebelum bisa diproduksi secara komersial.
Saat ini lithium-ion adalah baterai yang paling murah, paling mudah diproduksi, dan tentu saja paling aman.
Apakah benar bahwa ini yang terjadi pada Samsung Galaxy Note 7?
Samsung hanya mengatakan bahwa cacat Galaxy Note 7 diduga berasal dari kekeliruan saat proses produksi baterai. Perusahaan Korea Selatan itu tak memberikan penjelasan lebih rinci.
Tetapi sebuah teori yang beredar luas mengatakan kesalahan terletak pada sebuah komponen di dalam baterai yang tidak digulung dengan tepat.
Apa yang sedang dilakukan Samsung saat ini?
Samsung mengatakan akan mengganti jutaan Galaxy Note 7 yang sudah dijual di 10 negara dengan perangkat yang sama, tetapi yang sudah disempurnakan. Kini proses produksi perangkat pengganti, yang diperkirakan berlangsung selama dua pekan, sedang berjalan. ***