SETELAH digusur dari kampungnya, Kampung Seranggong, Kelurahan Sadai, Kecamatan Bengkong, Batam, pada Rabu (8/1), warga Seranggong kini terkatung-katung.
Harapan warga untuk menjalin komunikasi dan mengadukan nasibnya dengan Pemerintah Kota (Pemko) maupun DPRD Kota Batam sampai saat ini belum terwujud. Padahal mereka yang tergusur malam tadi mendatangi kantor DPRD Batam sesaat setelah terjadi penggusuran.
Hal serupa juga berlaku ketika mereka kembali datang datang ke kantor Walikota Batam pada Kamis (9/1) pagi tadi, tidak ada yang menemui mereka.
Beralih kembali ke gedung DPRD Batam, sampai saat ini mereka juga belum berhasil menemui satupun wakil rakyat, sampai sekitar pukul 12.56 WIB, mereka masih bertahan di depan pintu masuk utama gedung DPRD Kota Batam ini.
Dari beberapa warga yang berhasil ditemui, ketidakadilan nampaknya menaungi mereka.
Tergusur dari tempat kelahiran, yang telah ditempati sejak tahun 1930-an menurut keterangan mereka.
Siti Amisah, 63, salah satu warga yang telah lama tinggal di Kampung Seranggong ini mengaku, jejak kehidupan kampung ini puluhan tahun lalu masih ada. Mereka adalah saksi hidup perkembangan Batam hingga kini menjadi kota, yang akhirnya kehidupan kota menggusur mereka.
“Di sana makam datok nenek moyang kami ada, orangtua saya meninggal dan makamnya ada di sana,” kata Amisah.
Amisah melanjutkan, dulunya Kampung Seranggong ini berada di pinggir laut, sebelum aktivitas reklamasi di wilayah ini gencar dilakukan. Sampai saat ini aktivitas sebagian besar warganya masih sebagai nelayan.
Slogan “Takkan Melayu Hilang di Bumi” nampaknya harus dipertanyakan lagi, setelah proses penggusuran yang dinilai Amisah tidak manusiawi. Mereka tidak bisa melawan, padahal tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Warga yang nekad melawan langsung diamankan, bahkan dilakukan dengan kekerasan.
“Kami tidak kuat, orang miskin tidak punya apa-apa, mana bisa melawan mereka, kami melawan langsung ditangkap,” keluhnya.
Man, warga yang saat penggusuran sempat menjadi korban pemukulan dalam penggusuran itu mengaku ngeri. Ia yang hanya berusaha menolong warga lain, malah ikut menjadi korban pemukulan. Bagian belakang kepalanya terkena pukulan hingga bengkak.
“Saya yang mau bantu juga kena pukul,” kata Man.
Amisah mengaku tidak tahu lagi harus kemana, namun ia tidak rela dengan kondisi yang menimpa dirinya dan warga lain. Ia mengaku akan bertahan menunggu pemangku kepentingan mau mendengarkan keluh kesahnya.
Ditemani puluhan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), anak-anak, kaum ibu, dan bapak-bapak ini masih memenuhi halaman DPRD Kota Batam. Ada yang duduk, bermain (anak-anak), ada juga beberapa warga yang berbaring.
*(bob/GoWestId)