SEJALAN dengan perkembangan Batam di dekade 90-an, kota ini dituntut untuk mampu menyediakan air bersih dengan kualitas yang baik. Terutama untuk industri dan hotel yang sedang tumbuh saat itu.
Untuk peningkatan pelayanan air bersih kala itu, anggaran pemerintah terbatas. Otorita Batam (sekarang BP Batam, pen) berinisiatif untuk melakukan kerjasama pengelolaan air bersih dengan pihak swasta agar pengelolaan air bersih di pulau industri ini dapat berjalan dengan lebih profesional.
Ketua OB saat itu BJ Habibie (alm) memerintahkan Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) Otorita Batam Soeryohadi Djatmiko untuk mencari perusahaan yang mampu mengelola dan menjadi operator pelaksana penyediaan air bersih di pulau Batam.
Biwater International Ltd., sebuah perusahaan pengelolaan air bersih yang berkedudukan di Inggris dengan bekerjasama bersama PT. Bangun Cipta Kontraktor dan PT. Syabata Cemerlang menyanggupi tawaran ini.
Mereka membuat konsorsium bernama PT. Adhya Tirta Batam (PT. ATB) yang belakangan ditunjuk oleh Otorita Batam sebagai pengelola dan operator pelaksana penyediaan air bersih di pulau Batam hingga lebih dari dua dekade.
Pada tanggal 17 April 1995, pemerintah melalui Otorita Batam mengadakan kerjasama konsesi pengelolaan air bersih dengan PT. ATB untuk pengelolaan air bersih di Batam selama 25 tahun.
Perjanjian dimulai tahun 1995 dan berakhir pada 2020.
Hal itu sesuai perjanjian nomor 009/UM-PERJ/IV/95.
* (sumber : buku MENGUNGKAP FAKTA PEMBANGUNAN BATAM ERA BJ HABIBIE, pen).
Sejak bulan November tahun 1995, pengelolaan air bersih di Batam resmi dilakukan oleh PT. ATB dengan pola kemitraan antara pemerintah dan swasta.
Dasar pemikirannya antara lain adalah meningkatkan pelayanan yang dirasakan semakin mendesak kala itu oleh konsumen air bersih di Batam serta untuk menggalakkan keterlibatan swasta dalam pengembangan pulau Batam.
Target dari kerjasama ini adalah memenuhi standar air minum (drinking water), yaitu air yang langsung bisa dikonsumsi atau diminum, tanpa melalui proses pengolahan (dimasak, pen) terlebih dahulu.
* (sumber : buku MENGUNGKAP FAKTA PEMBANGUNAN BATAM ERA BJ HABIBIE, pen).
Standar kualitas diperlukan untuk menangani penyediaan air bersih pada umumnya dan air minum pada khususnya.
Pengaturan standar kualitas air di pulau Batam menggunakan standar kualitas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/PER/IX/90 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air serta standar kualitas air dari World Health Organization (WHO).
Dalam perjalanannya, PT. ATB sebagai pengelola dan operator penyediaan air bersih di Batam belum sepenuhnya bisa memenuhi salah satu target. Yakni penyediaan air langsung minum (drinking water) kepada para pelanggannya.
Walau begitu, perusahaan itu juga sempat menyediakan fasilitas water fountain untuk akses air langsung minum di beberapa titik fasilitas dan ruang publik beberapa tahun lalu.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemenuhan target air langsung minum ke para pelanggan adalah persoalan pipa penyaluran ke pelanggan yang masih belum memenuhi standar baku penyaluran air langsung minum kepada para pelanggan mereka.
DAM Baloi Berhenti Operasi
DI akhir masa konsesi mereka pada tahun 2020 ini, operator pengelola air bersih di Batam, PT ATB, hanya mengelola lima waduk/DAM buatan Otorita Batam.
Satu waduk/DAM yaitu DAM Baloi sudah tidak lagi bisa difungsikan sejak tahun 2012. Kandungan deterjen, kromium, kadmium, dan timbal sudah terlampau tinggi di waduk itu.
Permukiman liar menjamur di sekitar DAM Baloi, sebagai imbas pertumbuhan Batam yang mulai menjelma sebagai kota besar.
Instalasi pipa untuk mengalirkan air bersih di Dam Baloi, Batam, juga sudah tidak lagi berfungsi.
Sejak berhenti beroperasi pada 2012, waduk itu kini berubah menjadi septic tank raksasa, tempat warga membuang limbah rumah tangga mereka.
Seluruh instalasi pengolahan air di Dam Baloi telah ditutup PT Adhya Tirta Batam pada 2012 karena air di waduk tersebut dinilai sudah tidak layak dikonsumsi.
“Berubah jadi Septic Tank umum. Maaf kalau bahasa saya agak kasar. Tapi itulah faktanya,” kata Dirut PT. ATB Benny Andrianto dalam salah satu tulisan di artikelnya yang diunggah di jejaring sosial pada 23 September 2019 lalu.
Menurut Benny, Daerah Tangkapan Air (DTA) di sana tak lagi berupa hutan. Tapi berubah jadi hunian liar.
Semasa DAM Baloi masih berfungsi, ATB menurutnya mengolah air DAM Baloi untuk dialirkan kepada penduduk. Itu sama dengan mengolah air Septic Tank.
Tapi pencemaran air di sana semakin hari semakin parah. Sampai akhirnya diputuskan, DAM Baloi tutup pada tahun 2012.
“Kita kehilangan 1 sumber air karena tidak awas,” lanjutnya.
Dengan berhentinya operasi waduk tersebut pada 2012, kota Batam kehilangan satu dari enam waduk sumber air bersih.
Dari data di sumber Kantor Air Minum Otorita Batam pada era tahun 90-an seperti dimuat dalam buku : MENGUNGKAP FAKTA PEMBANGUNAN BATAM ERA BJ HABIBIE, sebenarnya ada rencana pembangunan waduk-waduk baru untuk ke depannya.
Rencana pembangunan waduk/ DAM susulan adalah :
- Waduk/ DAM Sei Gong
- Waduk/ DAM Sei Rempang
- Waduk/DAM Sei Raya
- Waduk/DAM Sei Cia
- Waduk/DAM Sei Huton
- Waduk/DAM Sei Rempang Tiga
- Waduk/DAM Sei Galang
Dari total 7 rencana pembangunan waduk baru di luar yang sudah dibangun sebelumnya saat ini, baru waduk Sei Gong yang terlihat progress pembangunannya.
(Selesai)
(Yum/GoWestID)
———————-
Sumber : Buku MENGUNGKAP FAKTA PEMBANGUNAN BATAM ERA BJ HABIBIE