UTANG Luar Negeri (ULN) Indonesia di akhir tahun lalu atau Kuartal IV 2021 mencapai USD 451,1 miliar atau sekitar Rp 5.935,23 triliun (kurs Rp 14.300). Angka ini menurun 0,4 persen jika dibandingkan periode yang sama di akhir 2020.
Penurunan ULN tersebut merupakan pertama kalinya sejak 2011. Secara rinci, ULN di 2011 mencapai USD 225,4 miliar, 2012 sebesar USD 252,4 miliar, 2013 sebesar USD 266,1 miliar, 2014 sebesar USD 293,3 miliar, dan 2015 sebesar USD 310,7 miliar.
“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta,” ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan resmi, Selasa (15/2/2022).
Secara tahunan, posisi ULN pada kuartal IV 2021 turun 0,4 persen, setelah tumbuh 3,8 persen pada kuartal sebelumnya.
Jika dirinci, ULN pemerintah US$200,2 miliar atau turun dari posisi kuartal sebelumnya, US$205,5 miliar. Secara tahunan, ULN pemerintah turun 3 persen setelah menanjak 4,1 persen pada kuartal III 2021.
“Penurunan ULN terjadi seiring beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo dan pelunasan sebagian pokok pinjaman di kuartal IV 2021,” ujarnya.
Di samping itu, volatilitas di pasar keuangan global yang cenderung tinggi turut berpengaruh pada perpindahan investasi dari SBN ke instrumen lain, sehingga mengurangi porsi kepemilikan investor asing pada SBN.
Penurunan juga terjadi pada utang luar negeri swasta dari US$209,3 miliar menjadi US$205,9 miliar. Secara tahunan, ULN swasta merosot 0,9 persen pada kuartal IV 2021, usai tumbuh 0,6 persen pada kuartal sebelumnya.
“Perkembangan tersebut disebabkan oleh semakin dalamnya kontraksi ULN lembaga keuangan (financial corporations) menjadi 4,2 persen (yoy), dari kontraksi kuartal sebelumnya 2,7 persen (yoy), dan kontraksi ULN korporasi bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) menjadi sekitar 0,01 persen, setelah tumbuh 1,5 persen (yoy) pada kuartal III 2021,” ujarnya.
Meski bertambah, BI mengklaim utang luar negeri Indonesia saat ini masih cukup sehat. Itu tercermin dari rasio utang luar negeri terhadap PDB yang masih terjaga di kisaran 35 persen.
Rasio utang tersebut turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang sempat menyentuh 37 persen. Selain itu, kesehatan utang juga tercermin dari porsi utang luar negeri yang 88,3 persen di antaranya jangka panjang.
Agar kesehatan utang itu terus terjaga, Erwin menerangkan BI dan pemerintah akan terus berupaya memperkuat koordinasi dan pemantauan perkembangan utang luar negeri. Selain itu, pemerintah dan BI juga akan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang tersebut.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” ujarnya.
(*)
sumber: CNNIndonesia.com


