STAF khusus Gubernur Kepri, Syarafuddin Aluan angkat bicara terkait mengapa Pulau Penyengat perlu direvitalisasi. Revitalisasi pulau bersejarah ini sudah direncanakan sejak Kepri masih dipimpin Ismeth Abdullah, dengan pembentukan Badan Khusus (Bansus) terkait hal itu.
“Hanya saja Bansus yg dibentuk tersebut hingga 3 gubernur berlalu, penanganan pembangunan revitalisasi Pulau Penyengat tidak sempat diwujudkan,” kata Aluan, Rabu (11/5).
Ide untuk merevitalisasi Pulau Penyengat ini muncul kembali pada saat kedatangan Menteri Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun lalu di Lagoi, Bintan.
“Malam itu dalam diskusi kami, Gubernur menyampaikan niat itu kepada Menteri Suharso (Menteri Bappenas). Kemudian Gubernur Mengajak pak menteri keliling Penyengat sebelum kembali ke Jakarta, mengunjungi Masjid Penyengat, lalu ke makam para Raja dan tempat-tempat lainnya,” terangnya.
Dua hari kemudian, Aluan menghubungi ajudan Menteri Bappenas, menyampaikan niat untuk berjumpa bersama Gubernur Ansar.
“Alhmdulillah direspon baik oleh beliau, dan diagendakan rapat resmi di kantor Bappenas dengan mengahadirkan semua Deputi. Rapat ini untik mencari anggaran atas usulan Gubernur atas dana sekitar Rp 100 miliar lebih untuk revitalisasi Pulau Penyengat,” terangnya.
Untuk menindaklanjuti usulan tersebut, Ansar sampai beberapa kali mendatangi rumah Menteri Suharso di Widiya Candra nomor 21, Jakarta. Akhirnya, menteri menyampaikan bahwa ada dana bantuan dari Islamic Developmen Bank sebesar Rp 15 miliar dan dari APBN sebesar Rp 10 miliar.
“Dan kita akui, setelah beberapa tindak lanjut lagi dengan Satker Kementerian PUPR, pada akhirnya Gubernur meminta kepada Menteri PUPR agar dianggarkan juga dana sekitar Rp5 miliar,” tuturnya.
Menurut Aluan, letak kesulitan revitalisasi Pulau Penyengat tidak sebatas mencari dananya. Kesulitan juga dapat dirasakan ketika harus mengurus persyaratan pembangunan dan revitalisasi pulau ini yang sudah terdaftar sebagai cagar budaya warisan dunia.
“Bagaimana mempersiapkan detail engineering desaign (DED)- nya, kemudian proses izin dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan sebagainya,” ungkapnya.
Syarat yang diminta oleh Kementerian PUPR dan kemudian harus izin dari Situs Cagar Budaya di Batu Sangkar, Sumbar. Semuanya memerlukan kajian yang rumit. Dan semuanya harus selesai jika revitalisasi ini akan dilakukan. Rapat dilakukan berulangkali, bahkan lebih 10 kali untuk koreksi dan perbaikan semua dokumen baru.
“Saya rasa perjuangan untuk merevitalisasi Pulau Penyengat tidak semudah yang dipikirkan oleh kita. Namun semua itu berkat kerja keras kawan-kawan di PU dan Satker PUPR. Yang saya sampaikan ini adalah niat baik Gubernur untuk membangun, semga ini dapat difahami,” pungkas Aluan (leo).