PENYALURAN tiga jenis bantuan sosial (bansos) yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Sembako/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), serta Bantuan Sosial Tunai (BST) terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp 6,93 triliun
Hal itu berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021.
Berdasarkan buku IHPS II Tahun 2021, Selasa (24/5/2022), disebutkan bahwa penetapan dan penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, serta BST tidak sesuai ketentuan. Hal itu membuat kerugian negara hingga mencapai Rp 6,93 triliun.
“Penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp 6,93 triliun,” tulis laporan tersebut.
Ketiga jenis bansos itu diketahui diberikan kepada masyarakat yang tidak terdata, hingga ada yang sudah meninggal.
Berikut Rinciannya:
1. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020. Juga tidak ada di usulan pemda yang masuk melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
2. KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
3. KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
4. KPM yang sudah dinonaktifkan.
5. KPM yang dilaporkan meninggal.
6. KPM bansos ganda.
Insentif Program Kartu Prakerja Rp 289 M Tak Tepat Sasaran
Selain itu, BPK juga mengungkap insentif bantuan Program Kartu Prakerja kepada 119.494 peserta senilai Rp 289,85 miliar juga terindikasi tak tepat sasaran.
Temuan ini juga dituangkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 terkait pembangunan sumber daya manusia (SDM).
“Bantuan Program Kartu Prakerja kepada 119.494 peserta sebesar Rp 289,85 miliar pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terindikasi tidak tepat sasaran,” terang Ketua BPK, Isma Yatun, dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 masa persidangan V, Selasa (24/5/2022).
Isma berpendapat penyaluran dana bantuan Program Kartu Prakerja tidak tepat sasaran karena diterima oleh pekerja atau buruh yang memiliki gaji atau upah di atas Rp 3,5 juta per bulan.
Atas permasalahan tersebut, BPK meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memperjelas pengaturan mengenai lingkup besaran gaji pendaftar program tersebut.
“BPK merekomendasikan kepada Menko Bidang Perekonomian, antara lain agar memperjelas pengaturan mengenai lingkup besaran batasan gaji atau upah bulanan bagi pendaftar Program Kartu Prakerja,” kata Isma.
Program Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan berupa bantuan biaya yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja yang terkena PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Sebelumnya, Airlangga mengklaim Program Kartu Prakerja telah membawa dampak positif dalam dua tahun terakhir.
Menurutnya, Program Kartu Prakerja merupakan bentuk inovasi pemerintah dalam pelayanan publik untuk menyalurkan bantuan program secara masif kepada seluruh masyarakat.
Airlangga menjelaskan seluruh penerima Kartu Prakerja mendapatkan pelatihan dan insentif yang merupakan bagian dari perlindungan sosial. Program ini juga menjadi salah satu penyokong masyarakat di masa pandemi covid-19 yang berkepanjangan.
“Ini semua dapat dilakukan dengan inovasi Pemerintah dalam menerapkan sistem end to end digital dan menggunakan teknologi berbasis cloud,” terangnya.
(*)
sumber: CNN Indonesia.com | detik.com