POLDA Kepri mengungkap kasus pembuatan sertifikat vaksin ilegal di Batam. Modus operandinya yakni melalui iklan di media sosial (medsos) yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin Covid-19 tanpa penyuntikan vaksin terlebih dahulu.
“Subdit 5 Ditreskrimsus Polda Kepri mengungkap praktik sindikat pembuatan sertifikat vaksinasi tidak sesuai prosedur. Untuk selanjutnya tim melakukan patroli siber dan penelusuran. Kemudian didapatkan seorang tersangka yang ditangkap berinisial DW alias S, ” ujar Kapolda Kepri, Irjen Pol Tabana Bangun, Rabu (15/2).
Jasa pembuatan sertifikat vaksin ini ditawarkan tersangka secara online melalui media sosial. Berawal dari sebuah iklan yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin Covid-19 tanpa penyuntikan vaksin terlebih dulu yang beredar di Facebook dengan nama akun Bang Salim.
Setelah itu, tersangka beraksi dengan cara menerobos website P-Care Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. “Tersangka mencoba menerobos akses log in tanpa memasukkan id dan password. Kemudian dengan cara itu, ia mampu menerbitkan sertifikat vaksin ilegal,” tuturnya.
“Setiap harinya pelaku mampu menerbitkan sertifikat vaksin sebanyak 20 hingga 30 sertifikat vaksin yang dihargai Rp 50 ribu per sertifikat,” tambahnya lagi.
Adapun barang bukti yang diamankan yakni 1 unit laptop, 2 unit handphone, 2 buah buku tabungan, 1 akun Facebook dan 9 lembar kartu vaksinasi Covid-19.
“Perbuatan tersangka tentunya dapat merugikan masyarakat yang memperoleh sertifikat vaksin yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harapan dengan adanya upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana ini, tidak ada lagi oknum yang menyalahgunakan sertifikat yang berkaitan dibidang kesehatan dan perlindungan kesehatan terhadap masyarakat bisa lebih optimal,” tegasnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 30 ayat (1) Jo pasal 46 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600 juta dan/atau pasal 32 ayat (1) Jo pasal 48 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar dan 52 ayat (2) undang-undang nomor 11 tahun 2008 terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga (leo).