Dengan mengakses situs GoWest.ID, anda setuju dengan kebijakan privasi dan ketentuan penggunaannya.
Setuju
GoWest.IDGoWest.ID
  • Reportase
    ReportaseSimak lebih lanjut
    Unit Reskirm Polsek Batu Ampar Amankan Pria Pelaku Penganiayaan Pacar
    3 hari lalu
    Nama Plt. Sekdako Batam Diumumkan Kamis ini, Firmansyah Jadi Kandidat Kuat
    3 hari lalu
    Sekdako Batam Diganti, Amsakar Achmad Lantik 7 Pejabat Eselon II Pemko Batam
    3 hari lalu
    Mentrans RI Usulkan Tunda Investasi di Pulau Rempang, Alihkan ke Pulau Galang
    4 hari lalu
    129 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi Melalui Batam
    4 hari lalu
  • Ragam
    RagamSimak lebih lanjut
    Piala AFF U-23 2025, Garuda Muda Kembali Gagal Raih Juara
    4 hari lalu
    Film “Sore: Istri dari Masa Depan” Menggugah Perasaan dan Menciptakan Kontroversi
    5 hari lalu
    Kalahkan Ganda Malaysia, Fajar/Fikri Raih Podium di China Open 2025
    6 hari lalu
    Penanaman 1000 Pohon di Daerah Tangkapan Air (DTA) Kota Batam
    6 hari lalu
    3
    Spesifikasi Mitsubishi Fuso Ramah Disabilitas yang Bakal Jadi Armada TransBatam
    6 hari lalu
  • Data
    DataSimak lebih lanjut
    Makam Raja Haji Fisabilillah
    7 hari lalu
    Andy Liany (Juli Hendri bin Saleh Rachim)
    1 minggu lalu
    Pulau Nipah, Batam (Pulau Angup)
    3 minggu lalu
    Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah (Mohakamah Besar)
    3 minggu lalu
    Istana Ali Marhum Kantor
    3 minggu lalu
  • Program
    ProgramSimak lebih lanjut
    #Full Hendrik; Pujakesuma di DPRD Batam
    2 minggu lalu
    #ComingSoon Hendrik; Pujakesuma di DPRD Batam
    2 minggu lalu
    #Full Pelayanan Publik BP Batam : Ngobrol Bareng Deputi VI, Ariastuty Sirait
    4 minggu lalu
    Pelayanan Publik BP Batam : Ngobrol Bareng Deputi VI, Ariastuty Sirait #ComingSoon
    1 bulan lalu
    Ngobrol Everywhere | Bicara Pelayanan Umum BP Batam Bersama Ariastuty Sirait
    1 bulan lalu
  • Sudah Punya Akun?
TELUSUR
  • Reportase
    • Artikel
    • Serial
    • In Depth
    • Berita Video
    • Cerita Foto
    • Live!
  • Ragam
    • Budaya
    • Pendidikan
    • Lingkungan
    • Sports
    • Histori
    • Catatan Netizen
  • Data
    • Infrastruktur
    • Industri
    • Statistik
    • Kode Pos
    • Rumah Sakit
    • Rumah Susun
    • Tokoh
    • Wilayah
    • Situs Sejarah
    • Seni
  • Partner
    • VOA Indonesia
    • BenarNews.org
  • Yang Lain
    • Tentang Kami
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
Menyimak: “Irene Kunjungi Tanah Kelahiran Kakeknya di Indonesia”
Sebar
Notifikasi Simak lebih lanjut
Aa
Aa
GoWest.IDGoWest.ID
  • Reportase
  • Ragam
  • Program
  • Data
  • Reportase
    • Artikel
    • Serial
    • In Depth
    • Berita Video
    • Cerita Foto
    • Live!
  • Ragam
    • Budaya
    • Pendidikan
    • Lingkungan
    • Sports
    • Histori
    • Catatan Netizen
  • Data
    • Infrastruktur
    • Industri
    • Statistik
    • Kode Pos
    • Rumah Sakit
    • Rumah Susun
    • Tokoh
    • Wilayah
    • Situs Sejarah
    • Seni
  • Partner
    • VOA Indonesia
    • BenarNews.org
  • Yang Lain
    • Tentang Kami
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
Sudah Punya Akun di GoWest.ID? Sign In
Ikuti Kami
  • Advertorial
© 2025 Indonesia Multimedia GoWest. All Rights Reserved.
Catatan Netizen

“Irene Kunjungi Tanah Kelahiran Kakeknya di Indonesia”

Bersepeda 1.630 km seorang diri dari Singapura

Admin
Editor Admin 1 tahun lalu 698 disimak
Sebar
Daftar Gambar 1/7
irene_tan_friends_in_indonesia_sumatra_solo_cycling_trip
irene_tan_grandfather_and_greatgrandfather_from_indonesia
irene_tan_route_from_singapore_to_malacca_solo_cycling_trip
irene_tan_route_from_dumai_to_aceh_solo_cycling_trip
irene_tan_solo_cycling_singapore_to_indonesia_friends_with_locals
irene_tan_solo_cycling_lake_toba_1
irene_tan_solo_cyclist-1
302
SEBARAN
ShareTweetTelegram

IRENE Tan adalah seorang pendidik anak usia dini di Singapura yang cinta bersepeda dan sejarah. Tahun lalu, perempuan berusia 50 tahun ini menggabungkan dua hal tersebut: Ia bersepeda sendirian dari Singapura dengan misi menelusuri akar leluhur dan mengunjungi tempat kelahiran kakeknya di Bagansiapiapi, lalu lanjut hingga ujung utara Indonesia. 

Daftar Isi
Bertualang Menziarahi Negeri Asal Usul Bersiap Mengayuh Sepeda Hingga Aceh Cari Jati Diri Lewat Petualangan Bersepeda

SINGAPURA: Sepuluh tahun lalu, saya tidak bugar dan tidak berjiwa petualang. Kala itu umur saya 40 tahun, dan saya mencoba berbagai cara agar bisa sehat dan aktif, tetapi tidak pernah betah – sampai saya menemukan bersepeda.

Berawal dari mengikuti trip bersepeda santai di Taiwan pada 2014, yang membuat saya merasa begitu bebas dan bergairah. Saya jatuh cinta dengan olahraga ini.

Tak lama, saya pun bergabung dengan klub bersepeda lokal dan berkawan dengan para penggemar lain. Mereka berbagi tips pemilihan rute-rute bersepeda terbaik di Singapura dan apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat saat sendirian di jalan.

Meski makin mantap bersepeda, saya tetap merasa bukan petualang dan cuma “main aman”. Saya lebih suka rute yang saya akrabi, dan kalaupun melenceng dari jalur biasa atau bersepeda sampai ke luar negeri, saya lakukan berkelompok dengan kawan-kawan pesepeda lain atau ke tempat-tempat yang bisa saya pahami bahasanya.

Pada tahun 2023, memasuki usia 49 tahun, saya merasa haus akan petualangan.

Bertualang Menziarahi Negeri Asal Usul

MENDIANG kakek dari pihak ayah lahir di Bagansiapiapi, di pesisir timur Sumatra, Indonesia. Saat saya tumbuh besar, saya sering mendengar beraneka ragam cerita tentang masa kecilnya sebelum ia pindah ke Singapura seputar Perang Dunia II.

Kakek buyut Irene (kiri) pindah dari China ke Bagansiapiapi. Di sana ia membangun keluarga hingga lahirlah kakek Irene (kanan). (Foto: Irene Tan)

Potongan-potongan cerita yang saya dengar begitu memukau, saya lantas membaca apa pun yang bisa saya temukan di internet tentang keluarga-keluarga Tionghoa yang tinggal di Sumatra pada awal 1900-an.

Saya juga bertanya kepada keluarga besar tentang seperti apa keluarga kami di Indonesia, dan saya menemukan berbagai hal menarik.

Kedua buyut saya berasal dari China dan menetap di Indonesia. Mereka fasih bahasa Indonesia maupun dialek Hokkien. Penghasilan utama mereka bersumber dari perkebunan karet yang mereka miliki, selain dari hasil laut.

Semua cerita itu membuat saya ingin mengunjungi daerah tersebut, tetapi saya tidak pernah benar-benar melakukannya sampai suatu hari terpikir oleh saya: Bagaimana kalau saya bersepeda sendiri dari Singapura ke Sumatra untuk mengunjungi tanah kelahiran kakek saya?

Gagasan ini terus berkembang dalam benak, dan saya makin bersemangat tiap kali memikirkannya.

Saya tahu saya harus mewujudkannya. Dan saya memutuskan untuk tidak tanggung-tanggung: Mumpung saya nantinya berada di Sumatra, kenapa tidak sekalian melintasi daratan dan menuju ujung paling utara Indonesia sampai Pulau Sabang di Aceh?

Ketika saya memberitahu teman-teman tentang rencana untuk bersepeda sendiri dari Singapura ke Aceh, sesuai dugaan, mereka khawatir.

Mereka bilang: “Kenapa tidak di Malaysia saja? Kamu tidak bisa berbahasa Indonesia, kalau tersesat bagaimana? Memangnya kamu tahu di Sumatra ada apa? Kamu itu perempuan Asia berbadan kecil, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu?”

Saya paham kekhawatiran mereka, namun saya terus merasa bahwa ini petualangan penting yang harus saya jalani. Dari semua orang yang saya kenal, belum pernah ada yang melakukannya, tetapi saya ingin mencoba.

Bersiap Mengayuh Sepeda Hingga Aceh

KARENA ini perjalanan solo pertama saya di Indonesia, saya memastikan semua terencana dengan baik. Saya ambil cuti sebulan dari pekerjaan, dari September sampai Oktober 2023, jadi saya punya waktu tiga pekan untuk trip bersepeda satu arah dari Singapura ke Aceh. Rencana saya, pulangnya terbang dari Aceh via Kuala Lumpur, Malaysia.

Saya pelajari lagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia dasar yang saya kuasai dan saya petakan beberapa rute alternatif di Google Maps – aplikasi yang sangat membantu – sebagai Rencana A, B, dan C.

Perjalanan bersepeda dibagi menjadi lima tahap utama:

  1. Singapura ke Melaka, Malaysia (250 km), lalu naik feri dari Dermaga Parameswara ke Dumai, Sumatra, Indonesia (120 km)
  2. Dumai ke Bagansiapiapi (120 km)
  3. Bagansiapiapi ke Danau Toba, danau luas yang mengelilingi gunung berapi aktif yang tengah dorman (530 km)
  4. Danau Toba ke Medan, ibu kota Sumatra Utara (120 km)
  5. Medan ke Aceh (450 km), kemudian naik feri ke Pulau Sabang, dan lanjut bersepeda ke ujung utara Indonesia (40 km)

Keseluruhan perjalanan saya menempuh lebih dari 1.600 km. Saya menargetkan bersepeda sekitar 100–140 km, yakni sekitar empat hingga enam jam, per hari.

Harus ada ruang untuk fleksibilitas. Saya memperhitungkan kemungkinan kerusakan sepeda, kecelakaan, hingga kemungkinan saya merasa terlalu lelah pada hari tertentu.

Jadi, meski saya memesan sebagian besar akomodasi di awal, saya juga mencatat beberapa hostel dan akomodasi potensial yang akan menerima penginapan mendadak, kalau-kalau saya butuh istirahat.

Saya juga berkemas ringan. Satu tas untuk pakaian dan satu lagi untuk vitamin, alat-alat sepeda, botol minum, dan sedikit ruang ekstra untuk oleh-oleh.

Menyadari bahwa saya akan melewati banyak kampung dan kawasan yang sinyalnya lemah atau tanpa WiFi, saya juga membeli kartu SIM lokal dan menandai toko-toko kecil di sepanjang jalan agar bisa beli pulsa untuk panggilan internasional.

Cari Jati Diri Lewat Petualangan Bersepeda

PERJALANANNYA sendiri sangat mendebarkan. Sepanjang tahap pertama, yakni dari Singapura ke Indonesia, saya hampir tidak pernah merasa lelah karena didorong oleh semangat yang luar biasa.

Sesampainya di Bagansiapiapi, saya tidak ragu untuk bertanya kepada penduduk setempat tentang sejarah kota terkait komunitas besar Tionghoa di sana. Berkeliling pun tidak terlalu sulit karena sebagian besar penduduknya orang Tionghoa, dan Hokkien jamak digunakan

Saya jadi tahu bahwa Bagansiapiapi awalnya dihuni terutama oleh para imigran Tionghoa yang datang ke Indonesia pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.

Sayangnya, saya tidak berhasil menemukan atau mengidentifikasi nama kakek buyut saya. Akan tetapi, saya sangat gembira melihat satu jalan yang diberi nama sesuai dengan nama keluarga Tionghoa yang juga bermarga Tan. Saya mengetahui bahwa mereka juga memiliki perkebunan karet.

Penduduk setempat ingat ada satu keluarga Tionghoa yang pernah tinggal di Bagansiapiapi pada tahun 1920-an hingga 1940-an, lantas bermigrasi ke bagian lain Asia Tenggara.

Mereka tidak ingat namanya dan saya tidak menemukan dokumen tertulis apa pun, jadi saya tidak yakin 100 persen kalau itu memang kakek saya. Meski begitu, kemungkinan itu membuat saya merasa bersemangat dan puas.

Di jalan, Irene (kanan) menjalin persahabatan dengan Midah (kedua dari kiri) beserta keluarganya. (Foto: Irene Tan)

Mengutipi semua kepingan kecil sejarah diri mengingatkan saya akan pengorbanan dan kerja keras leluhur dari pihak ayah demi kehidupan yang lebih baik bagi keturunan mereka.

Meninggalkan Bagansiapiapi, perjalanan ini memungkinkan saya menjalin pertemanan yang tak disangka-sangka.

Saya tersesat saat bersepeda ke Danau Toba. Saya hampir masuk hutan karena di peta ada semacam jalan pintas kecil menuju Danau Toba. Namun sebelum saya masuk hutan, satu keluarga beranggotakan tiga orang – perempuan bernama Midah, suaminya, dan anaknya – melewati saya naik skuter dan menyetop saya.

Syukurlah mereka melakukan itu, karena entah apa yang mungkin terjadi pada saya di hutan tersebut.

Midah dan keluarganya dengan ramah mengajak saya ke rumah mereka untuk bermalam. Saya ikut makan malam dan sarapan dengan keluarganya, mencuci pakaian, mengisi kembali persediaan makanan dan minuman, dan menyesuaikan sepeda saya seperlunya.

Saya akan selalu berterima kasih kepada mereka karena telah menjaga saya ketika tersesat. Kami tidak selalu paham bahasa satu sama lain, tetapi kami berbagi kehangatan yang tidak akan pernah saya lupakan.

Esoknya, keluarga itu bahkan menemani saya dengan skuter mereka sejauh 15 km sembari saya bersepeda. Mereka tidak pergi sampai mereka yakin saya paham arah ke Danau Toba, meskipun ada hambatan bahasa. Kami berpelukan dan bertukar nomor telepon. Saya sesekali masih kirim pesan kepada Midah lewat WhatsApp.

Sepeda Irene berlatar pemandangan Danau Toba. (Foto: Irene Tan)

Perjalanan bersepeda saya bukannya tanpa tantangan. Tidak ada kecelakaan atau kerusakan besar, tetapi saya beberapa kali dilecehkan secara verbal dan fisik oleh sejumlah laki-laki.

Pada insiden-insiden tersebut, saya terlalu kaget untuk bisa bereaksi, karena terjadi saat saya bersepeda dan pelakunya cepat-cepat kabur. Saya sampai harus berhenti di pinggir jalan untuk menenangkan diri.

Dalam perjalanan menuju Danau Toba, satu sepeda motor melambat di samping saya saat saya bersepeda dan salah satu pria di motor itu memegang paha saya. Insiden lain terjadi di Pulau Sabang: sekelompok pria bersiul-siul dan memanggil-manggil saya saat saya bersepeda.

Syukurlah ada beberapa pria setempat lain yang membantu memastikan saya baik-baik saja.

Contohnya, setelah saya berhenti di pinggir jalan untuk mencerna insiden pertama, satu pengemudi yang menyaksikan kejadiannya lantas berhenti dan bertanya apakah saya baik-baik saja. Dia bahkan memberi saya sebotol air yang membuat saya merasa lebih tenang.

Irene Tan sampai di Tugu 0 Kilometer, ujung utara Indonesia, setelah perjalanan bersepeda solo selama tiga pekan. (Foto: Irene Tan)

Ketika saya akhirnya mencapai Tugu 0 Kilometer, ujung utara Indonesia di Pulau Sabang, saya nyaris tidak percaya. Saya terus berpikir, ‘Wow, saya berhasil menyelesaikannya!’. Itu pengalaman yang tidak terlupakan dan di akhir perjalanan sejauh 1.630 km, kaki saya rasanya seperti mau copot.

Setelah beberapa hari menjelajahi Aceh, saya terbang kembali ke Singapura dari Aceh via Kuala Lumpur – mencatat semua pengalaman unik saya di ponsel dan bersyukur bahwa saya bisa menyaksikan negeri asal kakek saya.

Seandainya saya bisa bilang kepada diri saya yang lebih muda, nanti di usia 49 tahun dia akan jadi pesepeda bugar yang bersepeda sendirian dari Singapura ke Indonesia, mendedikasikan petualangan ziarah untuk kakeknya, saya yakin dia akan menertawakan saya – tetapi saya sudah melakukannya.

Sungguh petualangan yang luar biasa dan saya sangat bangga pada diri sendiri karena berhasil mewujudkannya.

(*)

Cerita Irene Tan, seperti dituliskan oleh Izza Haziqah Abdul Rahman pertama kali di Channel News Asia

Pilihan Artikel untuk Anda

Unit Reskirm Polsek Batu Ampar Amankan Pria Pelaku Penganiayaan Pacar

Nama Plt. Sekdako Batam Diumumkan Kamis ini, Firmansyah Jadi Kandidat Kuat

Sekdako Batam Diganti, Amsakar Achmad Lantik 7 Pejabat Eselon II Pemko Batam

Mentrans RI Usulkan Tunda Investasi di Pulau Rempang, Alihkan ke Pulau Galang

129 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi Melalui Batam

Kaitan batam, bersepeda, indonesia, Irene tan, singapore, singapura
Admin 4 Juli 2024 4 Juli 2024
Apa yang anda pikirkan
Suka sekali0
Sedih0
Gembira0
Tal peduli0
Marah0
Masa bodoh0
Geli0
Artikel Sebelumnya Dua Pelajar Kepri Bakal Bawa Bendera Merah Putih di Istana Merdeka
Artikel Selanjutnya EURO 2024 | Jelang Big Match Jerman vs Spanyol, Tuan Rumah Diunggulkan
Tinggalkan Komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

APA YANG BARU?

Unit Reskirm Polsek Batu Ampar Amankan Pria Pelaku Penganiayaan Pacar
Artikel 3 hari lalu 242 disimak
Nama Plt. Sekdako Batam Diumumkan Kamis ini, Firmansyah Jadi Kandidat Kuat
Artikel 3 hari lalu 358 disimak
Sekdako Batam Diganti, Amsakar Achmad Lantik 7 Pejabat Eselon II Pemko Batam
Artikel 3 hari lalu 316 disimak
Mentrans RI Usulkan Tunda Investasi di Pulau Rempang, Alihkan ke Pulau Galang
Artikel 4 hari lalu 339 disimak
Piala AFF U-23 2025, Garuda Muda Kembali Gagal Raih Juara
Sports 4 hari lalu 303 disimak

POPULER PEKAN INI

Ekonom Kwik Kian Gie Meninggal Dunia
Artikel 5 hari lalu 529 disimak
Film “Sore: Istri dari Masa Depan” Menggugah Perasaan dan Menciptakan Kontroversi
Ragam 5 hari lalu 475 disimak
Kamboja dan Thailand Capai Kesepakatan Gencatan Senjata
Artikel 5 hari lalu 423 disimak
129 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi Melalui Batam
Artikel 4 hari lalu 404 disimak
Film ‘Kayan, Arus di Persimpangan Waktu’ soroti proyek ekonomi hijau di Kalimantan
BenarNews.org 5 hari lalu 388 disimak
- Pariwara -
Ad imageAd image
about us

Kami berusaha menjadi CITIZEN yang netral dan objektif dalam menyampaikan pandangan serta pikiran tentang apapun di dunia ini.

  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Ikuti Kami
© Indonesia Multimedia GoWest 2025. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?