MAXIM Indonesia, sebagai salah satu penyedia layanan transportasi daring di Indonesia, merespons pemberitaan terkait aksi unjuk rasa yang terjadi di Batam, pada Kamis (3/10/2024) lalu.
Dalam tanggapannya, pihak Maxim menyatakan keterbukaannya terhadap kritik, pertanyaan, dan aspirasi dari mitra pengemudi. Namun, mereka mengimbau agar semua aspirasi disampaikan melalui jalur resmi, sesuai aturan yang berlaku, dan mencegah aksi demonstrasi yang berpotensi memicu kekerasan atau tindakan anarkis.
Maxim juga menegaskan bahwa mereka tidak mendukung segala bentuk kekerasan dalam demonstrasi tersebut dan telah melaporkan beberapa pihak yang terlibat dalam perusakan properti perusahaan.
“Tindakan ini dilaporkan berdasarkan Pasal 406 KUHP, dan pihak yang terlibat dalam perusakan akan menerima konsekuensi sesuai hukum yang berlaku,” sebut Yuan Ifdal Khoir, PR Specialist – Maxim Indonesia dalam rilis yang diterima GoWest.ID.
Mengenai tuntutan para pengemudi terkait tarif, mereka menjelaskan bahwa Maxim mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepulauan Riau melalui SK No. 1066 Tahun 2022 tentang Tarif Angkutan Sewa Khusus.
“Peraturan tarif ini juga didasarkan pada arahan dari Kementerian Perhubungan. Namun, Maxim menyoroti bahwa perubahan tarif melalui SK Gubernur No. 1080 Tahun 2024 dilakukan tanpa mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk aplikator dan konsumen,” lanjut Ifdal.
Menurutnya, penetapan tarif minimal dalam SK terbaru tersebut tidak sesuai dengan PM 118 Tahun 2018 yang menjadi landasan hukum operasional angkutan sewa khusus. Dalam aturan tersebut, nomenklatur tarif hanya mengenal batas bawah dan batas atas, tanpa mencantumkan tarif minimal. Pihak Maxim menurutnya, khawatir tarif minimal ini akan merugikan konsumen dan menurunkan pendapatan mitra pengemudi akibat berkurangnya jumlah pesanan.
Oleh karena itu, Maxim berharap Kementerian Perhubungan dapat berperan aktif dalam proses penyelarasan tarif serta melakukan sosialisasi yang tepat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para penyedia layanan sebelum kebijakan ini diterapkan secara luas kepada masyarakat.
(ham)