TERHENTINYA aktifitas ekspor ikan hidup dari Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna ke Hong Kong saat ini, mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau terus mengupayakan solusi atas permasalahan tersebut.
Salahsatu langkah yang dilakukan adalah beraudiensi dengan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani, di Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Audiensi yang dipimpin Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Nyanyang Haris Pratamura ini, bertujuan meminta fasilitasi dan komunikasi diplomatik antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) agar ekspor yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut bisa kembali normal.
Dalam kesempatan tersebut Nyanyang Haris menyampaikan bahwa penghentian ekspor ini telah berdampak serius terhadap pelaku usaha dan pembudidaya ikan di dua wilayah perbatasan tersebut.
“Ekspor ikan hidup ini merupakan tulang punggung ekonomi nelayan di Anambas dan Natuna. Sudah puluhan tahun berlangsung, dan kini nelayan kita terancam kehilangan mata pencaharian. Kami berharap Kemlu dapat membantu menjembatani komunikasi dengan otoritas di Tiongkok dan Hong Kong,” kata Nyanyang.
Direktur Jenderal Aspasaf Kemenlu, Abdul Kadir Jailani, menyambut baik pertemuan ini dan menyatakan komitmen pihaknya untuk membantu secara maksimal.
“Kami akan segera menindaklanjuti melalui koordinasi dengan KBRI Beijing dan KJRI Hong Kong. Kita ingin menemukan solusi secepatnya agar kegiatan ekspor dapat kembali berjalan, termasuk membuka kemungkinan ekspor ke pasar alternatif,” ujarnya.
Sejak awal 2025, ekspor ikan hidup dari Anambas dan Natuna diketahui terhenti. Berdasarkan laporan, kapal berbendera Hong Kong yang biasanya menjemput langsung hasil budidaya ikan tidak lagi masuk ke perairan Indonesia, dengan alasan yang belum dikonfirmasi secara resmi.
Rapat koordinasi sebelumnya menduga adanya pengetatan kebijakan perdagangan atau pembatasan impor dari pihak Hong Kong.
Situasi ini telah menyebabkan penumpukan stok ikan hidup yang tidak terserap pasar dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi masyarakat pesisir. Alternatif distribusi lewat jalur udara sulit dilakukan karena keterbatasan kapasitas dan tingginya biaya operasional.
Pemerintah Provinsi Kepri melalui Gubernur Ansar Ahmad juga telah mengirim surat resmi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Luar Negeri RI, yang berisi permohonan percepatan penyelesaian masalah ini melalui diplomasi antarnegara dan kolaborasi lintas kementerian.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Asisten II Setdaprov Kepri Luki Zaiman Prawira, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri Said Sudrajat, perwakilan eksportir, dan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepri.
(*)