TIGA orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kepulauan Riau dalam kasus penyalahgunaan dan peredaran narkotika jenis cair (liquid).
Ketiganya adalah FP, seorang disc jockey (DJ) di klub malam kawasan Penuin; GP, sekretaris di perusahaan swasta; serta AP, pegawai imigrasi yang akhirnya menyerahkan diri ke Polda Kepri.
Direktur Reserse Narkoba Polda Kepri, Kombes Pol Anggoro Wicaksono, mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari penyelidikan tim Operasi Now yang telah lama memantau peredaran narkotika cair tersebut.
“FP ini sudah lama menjadi target operasi. Ia diketahui memiliki, menyimpan, dan menguasai narkotika cair jenis baru,” ujar Anggoro, Senin (27/10/2025) seperti dikutip dari Batampos.co.id.
Penangkapan pertama dilakukan terhadap FP pada Sabtu (25/10/2025) malam sekitar pukul 23.00 WIB di kawasan Penuin.
Saat digeledah, polisi menemukan dua botol cairan berwarna hitam dan biru. Setelah diuji di laboratorium, cairan itu positif mengandung zat narkotika.
“Dari hasil interogasi, FP mengaku mendapat perintah dari GP untuk mengantarkan dua botol cairan itu ke mess tempat tinggal AP, pegawai imigrasi Batam,” jelas Anggoro.
Tim kemudian menangkap GP di salah satu tempat hiburan malam kawasan Nagoya. GP mengaku pernah menjadi perantara pengiriman barang ke AP. Polisi juga menemukan bukti komunikasi di ponselnya.
“GP menyerahkan barang itu ke AP melalui salah satu pertemuan di tempat hiburan,” kata Anggoro.
Sementara AP, yang bekerja sebagai analis di Kantor Imigrasi Batam wilayah Batuampar, menyerahkan diri ke Polda Kepri sambil membawa ponsel berisi percakapan transaksi narkotika cair tersebut.
Menurut hasil pemeriksaan, cairan narkotika disalahgunakan dengan cara diteteskan atau disuntikkan ke dalam alat vape (rokok elektrik).
“Kalau sebelumnya kami temukan cairan vape mengandung etomidin, kali ini hasil lab menunjukkan cairan itu murni narkotika. Ini jauh lebih berbahaya,” tegasnya.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 112 dan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Polisi masih mendalami jaringan lain, termasuk dugaan asal barang dari Malaysia.
“FP mengaku sudah beberapa kali melakukan transaksi sejak 2023,” ungkap Anggoro.
Ia menegaskan tidak ada toleransi bagi siapa pun yang terlibat narkoba, termasuk aparatur sipil negara.
“Tidak ada yang kebal hukum. Siapa pun yang terlibat, pasti kami proses sesuai aturan,” tegas Anggoro. (*)

 
             
             
                                 
                              
         
         
         
         
        
 
         
         
         
        
