ALIANSI Perantau Melayu Asal Riau se-Jabodetabek turut prihatin atas konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Aliansi yang dikomandoi oleh perantau asal Kabupaten Kepulauan Meranti, Mahmuzin Taher itu langsung menginstruksikan para anggotanya untuk turut andil dalam membela nasib puak Melayu yang berada di Rempang.
Hal itu disambut baik oleh para perantau asal Riau lainnya. Aliansi ini lalu melakukan deklarasi di Rumah Adat Melayu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Ceger, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, pada Jumat (22/9/2023) kemarin.
Mahmuzin mengatakan, pemerintah harus mengedepankan perspektif hak asasi manusia dan berdialog dengan cara yang damai dan tidak dengan cara tergesa-gesa.
“Kami mendesak agar DPR RI hadir untuk mengevaluasi secara seksama agar tindakan dan langkah yang diambil sesuai dengan konstitusi. Kami pun meminta kepada aparat penegak hukum untuk tidak melakukan tindakan represif serta mengintimidasi terhadap masyarakat yang akan mengakibatkan trauma bagi pelajar dan anak-anak di masa mendatang,” ujar Mahmuzin, Selasa (26/9/2023) kemarin.
Persoalan ini, tambahnya, harus diselesaikan sesegera mungkin. Ia khawatir hal yang tidak diinginkan terjadi. Pasalnya, dengan konflik tersebut hampir semua daerah di wilayah Indonesia telah menyatakan sikap untuk membela warga Rempang.
“Saya pikir, pernyataan-pernyataan sikap dari berbagai daerah tentang Pulau Rempang adalah murni dari lubuk hati. Apalah artinya kita saling bertikai dengan pihak penegak hukum, kita dibenturkan dengan pihak aparat yang notabene sesama anak bangsa. Pada prinsipnya kami orang Melayu tidaklah takut dengan siapapun sepanjang hal itu benar,” ujarnya.
Mahmuzin turut menyampaikan bahwa nenek moyang bangsa Melayu berpetuah takut karena salah, berani karena benar.
“Bila kebenaran sudah dilapah, tunjuk ajar menjadi sampah, laku perangai tidak semenggah, rakyat hidup berpecah-belah. Sama saudara bantah-membantah, wama sebangsa lapah-melapah, sama negeri sanggah-menyanggah, sama serumah salah-menyalah, hidup sengsara dendam tak sudah, negeri yang besar akhirnya musnah. Elok parang karena besi, elok besi kerana bajanya, elok orang karena berani, elok berani kerana benarnya,” ucap Mahmuzin.
Sementara itu, Marzuki menyebutkan bahwa orang Melayu punya filosofi yakni dicubit paha kiri, paha kanan pun akan terasa jua.
“Filosofis itu sebenarnya menunjukkan bahwa semestinya sama-sama Melayu, baik etnis, suku dan ras yang berbeda pun jika memang mereka tergolong kategori dizalimi, dirugikan dan semacamnya. Maka, kita wajib membelanya. Lebih-lebih lagi kami sama-sama Melayu,” sebutnya.
Aliansi tersebut juga sangat menyayangkan sikap dan tindakan pemerintah terhadap masyarakat Rempang. Semestinya, tindakan yang bakal dan telah dilakukan harus dikaji ulang sehingga tak berdampak buruk bagi rakyat setempat.
Dalam aksi solidaritas itu, turut disampaikan bahwa pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak masyarakat Rempang yang lebih dahulu menempati pulau tersebut jauh sebelum Indonesia merdeka.
Para perantau itu juga dari berbagai daerah, dari Kabupaten Kampar ada Marzuki dan Fauzi Ishak. Dari Kabupaten Meranti Mahmuzin Taher, Yusuf Taher dan Alazhar Yusuf. Dari Kota Dumai Harrie S Harahap dan Zulkifli, dari Kabupaten Pelalawan ada Waren, Kabupaten Bengkalis ada Rahman dan lain-lain.
Mereka sudah cukup lama pindah dan berdomisili di wilayah Jabotabek, diantaranya ada yang berwirausaha, menjadi advokat, berbisnis dan lainnya.
(ahm)