SETELAH hampir delapan bulan penuh ketidakpastian, para investor dan ekonom Asia Tenggara akhirnya bisa bernapas lega ketika Sri Mulyani Indrawati, sang ekonom Indonesia, mengumumkan bahwa ia diminta tetap menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam pemerintahan baru.
PENGUMUMAN pada 15 Oktober itu disambut positif oleh pasar, dengan nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Jakarta mengalami kenaikan. Sri Mulyani dikenal secara global atas reformasi ekonomi domestiknya dan kontrol ketat terhadap belanja publik.
Banyak yang tidak menyangka Presiden Prabowo Subianto akan memilih Sri Mulyani kembali memimpin Kementerian Keuangan. Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Pemerintahan Jokowi, Prabowo beberapa kali berselisih dengan Sri Mulyani terkait penggunaan anggaran karena sang Menteri Keuangan yang tampak tidak menyetujui penggunaan anggaran Kementerian Pertahanan.
Selain itu pada 2019 lalu, media mencatat – ketika Prabowo menjadi kontestan dalam pemilihan presiden 2019 – ia menyindir Sri Mulyani sebagai tukang utang.
“Utang menumpuk terus, kalau menurut saya jangan disebut lagi lah ada Menteri Keuangan, mungkin Menteri Pencetak Utang,” kata Prabowo dalam sebuah acara deklarasi pemenangannya di Jakarta pada 26 Januari 2019, seperti dikutip Tempo.
Jaga stabilitas keuangan
KINI, Sri Mulyani menghadapi salah satu tantangan terbesar dalam kariernya: menjaga stabilitas keuangan di bawah Presiden Prabowo, yang telah menyatakan kecenderungan pengeluaran publik berbasis utang untuk mendanai proyek-proyek besar.
Ekonom Muhammad Andri Perdana mengatakan penunjukan kembali Sri Mulyani adalah keharusan untuk menenangkan investor yang sempat khawatir dengan proyek-proyek mahal Prabowo.
“Alasan utama pengangkatannya, menurut saya, adalah kepercayaan pasar,” kata Muhammad Andri Perdana, Direktur Riset di Bright Institute di Jakarta.
Ke depan, Sri Mulyani akan menghadapi tantangan kompleks dalam mengelola utang Indonesia, kata Muhammad Andri.
“Pemerintah telah merencanakan pinjaman pada tingkat yang bisa melampaui batas defisit pasca-pandemi,” katanya.
Reputasi Sri Mulyani sebagai pengambil kebijakan yang cermat dan pragmatis telah memberikan jaminan bagi pasar, ujar David Sumual, Kepala Ekonom Bank BCA di Jakarta.
“Sepanjang masa jabatannya, kehati-hatian fiskal Indonesia telah menjadi ciri yang menonjol,” kata David kepada BenarNews.
“Sri Mulyani sangat teliti menjaga defisit fiskal tetap di bawah 3% dari PDB, menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi nasional,” tambahnya.
David mencatat bahwa di bawah pengawasan Sri Mulyani, Indonesia berhasil menarik investor asing berkat stabilitas keuangan, yang menjadi faktor penting bagi pemerintah dalam upaya meningkatkan peringkat kedaulatan untuk menekan biaya pinjaman.
Salah satu proyek besar yang diusung Prabowo adalah memberikan sarapan dan makan siang gratis di sekolah. Ia berharap program ini dapat secara drastis mengurangi stunting, sebuah kondisi yang memengaruhi satu dari tiga anak Indonesia, berdasarkan data pemerintah.
Meskipun program ini populer di kalangan pemilih, ekonom memperingatkan bahwa keberlanjutannya membutuhkan pengelolaan anggaran yang hati-hati. Program makan siang gratis ini, yang dialokasikan dana sebesar 71 triliun rupiah untuk tahun 2025, diperkirakan dapat menghabiskan biaya antara $12 hingga $28 miliar per tahun jika dijalankan sepenuhnya.
Resume yang bagus
SRI Mulyani memiliki kredensial yang luar biasa. Ia pertama kali menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2005 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kembali menjabat di dua periode pemerintahan Jokowi mulai 2016. Ia tidak pernah tergabung dalam partai politik atau menunjukkan ambisi politik.
Ia juga pernah menjabat sebagai Managing Director di Bank Dunia dan Direktur Eksekutif di Dana Moneter Internasional (IMF), pengalaman yang memberinya wawasan global dalam kebijakan ekonomi.
Masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan sering dipuji karena mampu membawa Indonesia melalui masa-masa sulit, seperti krisis keuangan global 2008 dan dampak ekonomi dari pandemi COVID-19.
Sri Mulyani berhasil menyelesaikan banyak hal, menurut The Interpreter, situs web yang dikelola oleh lembaga pemikir Australia The Lowy Institute, dalam sebuah artikel analisis yang diterbitkan tahun 2016. “Ia memiliki reputasi sebagai orang yang cerdas, jujur, terus terang, dan tegas.
Namun, Sri Mulyani juga tidak kebal dari kecaman. Jaya Darmawan, peneliti ekonomi di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), mengatakan kebijakan fiskal Sri Mulyani kurang memperhatikan aspek keadilan.
“Kebijakannya lebih banyak menargetkan barang lokal dibandingkan individu super kaya atau perusahaan sumber daya alam,” kata Jaya kepada BenarNews.
Selain itu, Yusuf Rendi Manilet dari Center of Reform on Economics (CORE) menyebutkan bahwa penerimaan pajak di bawah Sri Mulyani tidak mampu memenuhi kebutuhan keuangan yang terus meningkat.
“Rasio utang terhadap PDB seharusnya menurun, tetapi justru terus meningkat, memberikan tekanan berat pada ekonomi,” kata Yusuf.
Presiden Prabowo bahkan mengatakan ia tidak keberatan meningkatkan rasio utang terhadap PDB hingga 50%, meskipun saat ini sudah mendekati 40%. Pernyataan ini membuat investor dan ekonom khawatir.
Lima tahun mendatang yang menantang
SEBUAH tinjauan pada 8 November oleh dua akademisi Indonesia terkait minggu-minggu awal pemerintahan Prabowo menyebutkan gaya kepemimpinan jenderal purnawirawan itu yang dinilai enggan mendelegasikan wewenang.
Tujuannya adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, naik dari 5% saat ini, dalam masa jabatan pertamanya, tetapi ia tidak memiliki peta jalan yang jelas, tulis Yanuar Nugroho dan Made Supriatma untuk Fulcrum Analysis on Southeast Asia, sebuah publikasi dari ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.
“Gaya kepemimpinan Prabowo, yang tersentralisasi dan militeristik, mungkin kurang efektif dalam lingkungan kolaboratif yang dibutuhkan untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan,” tulis mereka.
Di tengah tantangan tersebut, lima tahun ke depan akan menjadi ujian berat bagi Sri Mulyani, yang dikenal sebagai sosok “berpendirian teguh.” Ia menghadapi tugas besar untuk memastikan Indonesia tetap mempertahankan kredibilitas fiskal yang telah ia bangun dengan susah payah selama lebih dari satu dekade.