BERDASAR data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional pada tahun 2022, terdapat timbunan sampah sekitar 35 juta ton yang 33,3 persen. Di antaranya tidak terkelola, atau sekitar 11,7 juta ton. Persoalan itu ditengarai oleh tingginya jumlah penduduk beserta aktivitas yang tidak diiringi dengan pengelolaan sampah yang baik.
“Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir harus ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/9/2023) seperti dilansir oleh GoWest.ID.
Menurutnya, ancaman kelestarian bumi telah sampai pada titik yang sangat kritis, diakibatkan persoalan limbah sampah plastik.
“Kita tidak tahu sudah berapa banyak sampah mikro plastik yang menyusup ke darah kita. Setiap hari kita menggunakan alat makan dan minum dari plastik,” lanjutnya.
Berdasarkan riset, sampah plastik tergolong salah satu limbah yang paling berbahaya. Baru dapat terurai pada ratusan tahun, termasuk diantaranya adalah sampah mikro plastik. Sampah mikro plastik dapat berbahaya karena dapat menyusup ke tubuh manusia melalui alat makan dan minum yang digunakan sehari-hari.
Menurut Muhajir, pemerintah saat ini sedang menggalakkan paradigma baru pengelolaan sampah yang harus dilakukan dengan berbasis nilai ekonomi serta dapat dimanfaatkan. Baik itu untuk energi, kompos, pupuk, maupun bahan baku industri.
Salah satu contoh baik, katanya, adalah upaya Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) dalam memanfaatkan sampah organik dengan fermentasi menggunakan gula dan air yang disebut sebagai eco-enzyme yang dapat menghasilkan gas O³ (ozon), cairan pembersih, serta pupuk yang ramah lingkungan.
“Apapun usaha kita untuk menyelamatkan bumi itu sangat terpuji,” ujarnya.
Upaya yang telah dilakukan oleh Permabudhi bersama Kemenko PMK itu merupakan implementasi dari amanat Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 mengenai Gerakan Indonesia Bersih yang menjadi bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental.
Gerakan tersebut dilakukan untuk mendorong terciptanya etos kerja yang baik, gotong-royong berbagai pihak tanpa melihat latar belakang, dan memiliki integritas untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat, baik jasmani maupun rohani.
Pemanfaatan Limbah Plastik di Batam
Perlahan, paradigma pengelolaan sampah di Batam juga mulai bergeser. Seperti yang dilakukan oleh tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Batam di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPS) di Telaga Punggur.
Bekerja sama dengan salah satu mitra, mereka mulai mengolah sampah plastik menjadi lebih berdaya guna. Tim GoWest.ID melihat langsung prosesnya di lokasi beberapa waktu lalu. Sampah-sampah plastik diolah menjadi berbagai macam produk daur ulang. Mulai patung, papan, hingga gitar listrik.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Batam, Herman Rozy, dalam prosesnya, limbah-limbah plastik yang berhasil dikumpulkan, akan dilelehkan dahulu pada suhu sekitar 400 derajat Celcius. Kemudian limbah plastik tersebut akan dimasukkan ke bahan cetakan. Begitu mulai mengeras, langsung dicelupkan ke dalam bak air agar lebih mengeras.
Untuk mendapatkan satu buah papan berbahan plastik bekas, dibutuhkan waktu sekitar 30 menitan.
Ujicoba pemanfaatan dilakukan pada pembangunan sebuah Mushala di lokasi TPS tersebut. Bangunan berukuran 6 x 3 meter tersebut, hampir seluruhnya menggunakan bahan baku hasil daur ulang limbah plastik yang diproduksi di sana.
“Ada juga yang kita buat menjadi gitar listrik”, katanya bangga.
Selain langkah positif yang sedang dilakukan oleh DLH Batam, harapan tentang penanganan sampah plastik yang lebih baik, muncul beberapa waktu lalu.
Sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing bernama PT. Free The Sea, mulai beroperasi sejak awal tahun ini. Perusahaan itu berkonsentrasi untuk memproduksi bijih plastik dengan bahan baku limbah sampah plastik.
Bisnis Development mereka, Jefri mengatakan, perusahaannya menampung dan mengolah sampah plastik menjadi biji plastik bahan dasar untuk perabotan rumah tangga.
“Saya pikir ini menjadi kabar bagus buat masyarakat kita, sampah plastik seperti Aqua bisa langsung dijual ke PT Free The Sea yang berlokasi di kawasan industri Panbil. Apakah nantinya kami yang menjemput atau diantar langsung ke industri dapat dikomunikasikan,” ujar Jefri saat itu.
Ancaman Sampah Plastik di Batam
Di kampung tua Tanjung Uma, sudah lebih dua dasawarsa ini, warganya terkepung oleh sampah-sampah plastik. Mereka yang tinggal di pelantar-pelantar sederhana, harus membiasakan diri berdamai dengan sampah di sekitarnya.
Perkampungan terapung yang berada di dekat kawasan pusat bisnis Sei Jodoh, Batam itu, memiliki kualitas sanitasi yang memprihatinkan. Banyak sampah yang terbawa arus dan menumpuk di sekelilingnya, sehingga menimbulkan bau tidak sedap saat air surut.
“Kami sudah biasa, sudah puluhan tahun sampah di sini,” ujar salah seorang warga yang ditemui GoWest.ID beberapa waktu lalu.
Kondisi itu berbeda pada kurun 1980-am silam.
Saat Batam dan pusat perniagaan Sei Jodoh belum berkembang pesat. Perairan di sekitar Tanjung Uma relatif masih bersih dan terjangan sampah.
Di depan rumah panggung warga Tanjung Uma saat ini, aneka ragam sampah, mulai dari botol minuman, baju bekas, hingga styrofoam dan sampah sayuran sisa, menjadi pemandangan biasa yang terlihat. Tidak sedikitpun menyisakan air laut yang biru dan bersih seperti dulu. Semua pesisir sudah berubah menjadi tumpukan sampah. Sampah juga sudah menumpuk tinggi. Setiap tahun, tumpukan itu terus naik menjangkau ke lantai rumah warga.
Ketika air laut pasang, tak jarang air dan sampah masuk sampai ke rumah warga. Diperkirakan telah terjadi sedimentasi atau pengendapan material termasuk sampah menjadi daratan, sebagian besarnya adalah sampah plastik.
Sampah plastik merupakan salah satu jenis sampah yang memberikan ancaman serius terhadap lingkungan. Selain karena jumlahnya cenderung semakin besar, kantong plastik adalah jenis sampah yang sulit terurai oleh proses alam (non biodegradable) dan merupakan salah satu pencemar xenobiotik (pencemar yang tidak dikenal oleh sistem biologis di lingkungan mengakibatkan senyawa pencemar terakumulasi di alam).
(ham/dha)