Upaya penyelundupan ratusan ribu benih lobster, menunjukkan tingginya permintaan pasar terhadap hewan laut tersebut, terutama di dunia internasional.
PENGIRIMAN secara ilegal ratusan ribu benih lobster oleh sindikat penyelundupan bukan hanya sekadar kejahatan ekonomi. Namun juga merupakan ancaman serius terhadap keberlangsungan ekosistem laut Indonesia. Lobster, sebagai predator puncak dalam rantai makanan laut, memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Penangkapan benih lobster dalam jumlah besar sebelum mereka mencapai usia reproduksi, dapat menyebabkan penurunan populasi yang drastis, bahkan hingga menuju kepunahan.
Aksi penyelundupan benih bening lobster (BBL) terbaru yang berhasil digagalkan oleh tim gabungan Bea Cukai (BC) dan PSDKP Batam, setidaknya memuat 795.500 ekor BBL. Namun sayang, para pelaku penyelundupnya, dikabarkan berhasil kabur.
Kejadian penangkapan berawal dari informasi masyarakat yang diterima petugas BC Batam, pada Rabu (21/8/2024). Petugas BC Batam kemudian langsung melakukan pengintaian dan pengejaran di perairan Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Kepala Bea Cukai Batam Rizal mengatakan saat pengejaran kapal, penyelundup masuk ke hutan bakau dan karang-karang di perairan Pulau Panjang, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun. Setidaknya dalam kejadian tersebut, terlihat dua orang pelaku di kapal.
“Dari sana kita mencari tersangka tetapi tidak ditemukan, lantas kapal dan seluruh bukti kami bawa ke pangkalan Batam,” sebut Rizal dalam konferensi sebelum dilakukan pelepasliaran BBL di perairan Pulau Galang, Kota Batam, Kamis malam (22/8/2024).
Rizal tidak memastikan tujuan kapal, namun dilihat dari haluan kapal mengarah ke negara tetangga. “Ke (negara) mana tujuannya, kita nggak tahu karena dokumennya dan alat bukti tujuannya kita tidak tahu,” katanya.
Yang pasti, katanya, seluruh BBL itu akan diselundupkan keluar wilayah Indonesia. Rinciannya, sebanyak 783.200 ekor BBL ini jenis lobster pasir, dan 12.300 jenis lobster mutiara.
Terkait kaburnya tersangka, Rizal memastikan penangkapan tidak main-main. “Kita ada videonya. Kami enggak main-main kalau operasi, karena malam hari keselamatan anggota (lebih diutamakan),” katanya.
Kapal penyelundup jenis HSC dengan kecepatan 55 knot dan mesin 200 PK akan menjadi barang milik negara. “Mudah-mudahan kalau kapal layak disetujui untuk dipergunakan. Takutnya kalau (kapal) dilelang nanti dibeli lagi sama penyelundupnya,” katanya.
Sedangkan Dirjen PSDKP KKP Pung Nugroho Santoso mengatakan, pengejaran berlangsung sampai pukul 01.00 dini hari. “Ini adalah tangkapan paling besar tahun ini,” kata Ipunk, sapaan akrab Pung Nugroho.
BBL ini sepadan dengan narkoba cair, nilainya sangat besar. “Namun bisa diangkut dalam satu speedboat aja,” katanya.
Penyelundupan Lobster via Perairan Batam
BATAM, dengan letak geografisnya yang strategis, sering menjadi pintu gerbang bagi aktivitas penyelundupan berbagai komoditas ilegal, termasuk lobster. Perdagangan ilegal satwa laut itu, tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem laut dan keberlangsungan hidup nelayan tradisional.
Mengapa Batam Menjadi Sasaran Penyelundupan Lobster?
Batam terletak di jalur perdagangan yang sibuk dan dekat dengan negara-negara tetangga yang memiliki permintaan tinggi terhadap lobster. Adanya jaringan kriminal yang terorganisir dan memiliki akses ke sumber daya yang luas memudahkan mereka untuk melakukan penyelundupan. Meskipun telah dilakukan upaya pengawasan, namun luasnya wilayah perairan dan terbatasnya sumber daya membuat pengawasan secara menyeluruh menjadi sulit. Harga lobster yang tinggi di pasar internasional membuat penyelundupan menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.
Pelepasliaran Benih Lobster
PADA Kamis (22/8/2024) siang kemarin, 70 dari 80 boks BBL dilepasliarkan di perairan Pulau Galang Batam. Sisanya yaitu 10 boks akan dibudidayakan di Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) di Batam. “10 boks akan kami serahkan kepada balai pembudidaya air laut untuk dilakukan uji coba budidaya,” kata Ipunk.

Budi daya diharapkan berhasil, sehingga para pelaku tidak perlu lagi menyelundupkan BBL ke luar negeri. Selain itu, BBL hasil budi daya nantinya juga bisa diekspor dalam bentuk lobster dewasa.
Ipunk mengatakan, potensi hidup BBL budidaya diharapkan bisa 100 persen seperti di Vietnam. “Kematian tetap ada, namun demikian metode akan diperbaharui terus sehingga benih lobster bisa dibudidayakan di Indonesia,” katanya.
BBL itu akan diselundupkan tentunya ke negara tempat budi daya yaitu Vietnam. “Singapura hanya transit, Namun tujuan akhirnya (ke Vietnam), karena yang melakukan budidaya hanya negara itu,” katanya.
Pengawas Pembudidaya Ikan BPBL Batam Adi Suseno mengatakan, potensi hidup BBL jika dilepasliarkan hanya dibawah 10 persen, karena sumber makanan sedikit dan juga ada ancaman predator. “Apalagi dilepaskan disini, ribuan BBL akan bersaing mencari makan,” katanya.
Adi mengatakan, proses BBL menjadi lobster dewasa untuk jenis pasir butuh waktu 7-8 bulan, sedangkan jenis mutiara 2 tahun lamanya.
BPBL Batam sudah mempersiapkan tempat dan teknologi budidaya lobster. Sistemnya masih modeling atau pemodelan. “Artinya masih pengembangan, belum massal,” katanya.
Adi melanjutkan, pihaknya akan terus berupaya mencari cara agar budidaya lobster berhasil. “Kalau caranya sudah didapatkan kita sebarkan ke masyarakat. Harapannya BBL tidak sampai (diselundupkan) keluar (negeri). Yang dikeluarkan lobsternya, jadi ada penambahan nilai,” katanya.
Sebelumnya, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono meminta Dirjen PSDKP untuk tak gentar menghadapi penyelundup bening bening lobster (BBL). Persoalan penyelundupan BBL menjadi perhatian KKP seiring terbitnya Permen KP Nomor 7 Tahun 2024, yang menjadi landasan tata kelola lobster di Indonesia saat ini.
KKP kemudian membentuk Program Management Office (PMO) 724 untuk memastikan penerapan peraturan anyar tersebut berjalan maksimal, baik dari sisi penangkapan BBL, budidaya lobster, hingga sistem pengawasan pemanfaatan biota laut tersebut.
Berdasarkan data PMO 724, sepanjang tahun 2024, Ditjen PSDKP KKP bersama dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya telah berhasil mengamankan penyelundupan BBL sejumlah 2.465.993 ekor BBL atau senilai Rp328.208.750.000. Sehingga dengan diamankannya BBL di Batam, total yang berhasil diselamatkan sejumlah Rp 418.208.750.000.
(ham/dha)