SETIAP 12 September diperingati Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional. Sementara dunia memperingatinya setiap 20 Maret. Peringatan ini sebagai gerakan untuk menyadarkan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Untuk itu harus rajin menyikat gigi.
Sikat gigi dan pasta gigi mudah didapatkan. Tersedia di warung, toko, dan supermarket. Mereknya beragam; biasanya merek sikat dan pasta gigi sama. Sebut saja merek yang terkenal Pepsodent, Formula, dan Oral-B.
Sikat gigi seperti sikat gigi modern pertama kali dibuat di China pada 1498. Pegangannya terbuat dari kayu atau tulang dan bulunya menggunakan bulu babi. Sikat ini juga digunakan untuk menjaga kulit putih mutiara agar tetap berkilau dan sehat.
Dr. Kristie Lake menulis dalam mainedentalclinic.com, William Addis, seorang pembuat kain perca di Inggris, memproduksi sikat gigi buatannya secara massal pertama kali pada 1780. Sementara itu, Dr. Hiram Nichols Wadsworth mematenkan sikat gigi buatannya di Amerika Serkat pada 1857. Produksi massalnya oleh perusahaan lain di Amerika Serikat dimulai pada 1885. Pada saat itu, sikat gigi masih terbuat dari bulu babi dengan gagang berupa kayu atau gading.
Baru pada 1938, setelah nilon ditemukan oleh DuPont, sikat gigi tidak lagi menggunakan bulu babi. Sikat gigi merek Dr. West’s Miracle-Tuft pada 1938 dalam iklannya menyebut “sikat gigi tanpa bulu –maksudnya bulu babi; disegel dalam kaca-operasi steril; dan dijual seharga 50 sen”.
Selama Perang Dunia II, tulis Kristie Lake, para prajurit Amerika Serikat diberi sikat gigi dan pasta gigi. Praktik kebersihan mulut ditegakkan dengan ketat. Kembali dari perang pada 1940-an, mereka membawa pulang kebiasaan menyikat gigi, sehingga orang Amerika mengadopsi menyikat gigi secara teratur ke dalam rutinitas mereka.
Setahun setelah bulu nilon menggantikan bulu babi, sikat gigi elektrik pertama ditemukan di Swiss. Namun, sikat gigi elektrik tidak berkembang sampai Dr. Philippe-Guy Woog dari Swiss mengembangkan Broxodent pada 1954.
Pada tahun itu juga sikat gigi plastik mulai diproduksi di Indonesia oleh W. Haking Industries Indonesia Ltd., perusahaan patungan dengan perusahaan sikat gigi dari Hong Kong milik Haking Wong atau Huang Kejing. Perusahaan Haking Wong terkenal sebagai perusahaan penghasil sikat gigi plastik pertama di Hong Kong.
Mengutip Trade Bulletin yang dipublikasikan Departemen Perdagangan dan Industri Hong Kong tahun 1958, pada 1948, Haking Wong yang sebelumnya menjabat General Manager di The Hong Kong Rubber Factory Co., Ltd., perusahan yang memproduksi sepatu karet dan sepatu bot, mulai mengalihkan perhatiannya pada pembuatan sikat gigi plastik. Ia kemudian mendirikan W. Haking Industries.
Seiring berjalannya waktu, Haking Industries berusaha mengembangkan bisnis sikat gigi plastik keluar Hong Kong. Salah satu targetnya Indonesia.
Pada 1953, pengusaha Indonesia, Pandji Wisaksana alias Phan Wan Sin berkenalan dengan Haking Wong. Berkat bantuan pamannya, Phan Tjen Kong, yang mengenal pengusaha besar asal Hong Kong tersebut, Pandji bisa bekerja sama membangun pabrik sikat gigi di Jakarta.
“Modal awal adalah HK$3 juta. Sepertiganya berasal dari Wong Haking, sementara andil dari Pandji sendiri sebesar 13,3 persen,” tulis I. Wibowo, dkk. dalam biografi Pandji Wisaksana, Mata Hati Sang Pioneer Indonesia.
Pembukaan pabrik sikat gigi Haking diberitakan sejumlah media, salah satunya Het nieuwsblad voor Sumatra, 18 Agustus 1954, “Pada Minggu pagi, pabrik sikat gigi pertama di Indonesia, W. Haking Industrie Indonesia Ltd., resmi dibuka di Jakarta.” Dalam surat kabar itu, Pandji selaku direktur Haking menyebut lima ahli dari luar negeri direkrut untuk membantu proses produksi sikat gigi di pabrik tersebut.
Pabrik sikat gigi plastik Haking diresmikan oleh Ibu Sudiro, istri Wali Kota Jakarta Sudiro, setelah tiga bulan beroperasi sejak 15 April 1954.
Pabriknya berlokasi di Jalan Bandengan Utara 43, Jakarta Utara. Proses produksi seluruhnya mengandalkan mesin, kecuali pengemasan yang dilakukan para pekerja wanita.
Kehadiran sikat gigi plastik produksi Haking mendapat sambutan masyarakat. Pasalnya, saat itu di pasar beredar sikat gigi dari bulu babi merek Mak Min Kee.
Besarnya minat pada sikat gigi plastik membuat Haking menerima pesanan dalam jumlah besar. “Menariknya, sebelum mesin-mesin pabrik ini beroperasi, sudah ada pesanan senilai lebih dari tiga juta rupiah yang diterima,” tulis surat kabar Indische courant voor Nederland, 3 Maret 1954.
Setelah berjalan baik selama lima tahun, terjadi konflik pimpinan Haking. Hubungan Pandji dengan salah mitra bisnisnya merenggang.
“Pandji berpendapat rekannya menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan usaha pribadinya, PT Welex yang juga memproduksi sikat gigi dari plastik,” tulis I. Wibowo, dkk.
Pandji keberatan atas pendirian perusahaan itu. Sebab, sebelumnya sudah ada kesepakatan bahwa pimpinan Haking tidak boleh membuat usaha sejenis.
Perselisihan sempat berhasil diselesaikan. Namun, Pandji mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mesin Haking kerap digunakan untuk memproduksi sikat gigi plastik Welex. Awal mulanya ketika mesin produksi Welex rusak.
Tanpa persetujuan Pandji, rekannya itu menggunakan mesin Haking untuk menopang kegiatan produksi usahanya. Padahal saat itu mesin tersebut satu-satunya yang bisa beroperasi karena mesin lainnya tengah dalam perbaikan.
Terkejut mendapat kabar dari anak buahnya, Pandji diam-diam mengecek ke lapangan dan memergoki kegiatan tersebut. Pandji kemudian melaporkannya ke Haking pusat di Hong Kong.
Laporan itu berbuntut pengunduran diri rekannya itu. Empat dari sembilan pemegang saham kemudian juga memilih mundur. Kejadian ini berdampak pada keuangan perusahaan terlebih saat itu kondisi ekonomi sedang terpuruk karena inflasi yang terus merangkak naik.
Bahkan, seorang komisaris yang hengkang mengatakan bahwa perusahaan sudah rusak dan dalam tiga bulan akan gulung tikar. Keadaan perusahaan kian sulit karena Haking Wong, pemilik sepertiga saham juga memberi isyarat mundur.
Pandji meminta Wong Haking memberinya waktu dua tahun untuk mengalihkan semua aset perusahaan. Dia memutar otak lebih keras untuk mempertahankan perusahaannya. Salah satunya dengan cara tukar dan jual saham. Ia melepas sekian persen kepemilikannya di beberapa perusahaan pribadi diganti dengan saham kepemilikan Haking. Kekurangannya dibayar tunai.
Akhirnya, pada 1964 Pandji melakukan reorganisasi Haking dengan mengubahnya menjadi PT Pioneer Plastics Ltd. Pandji memilih nama “pioneer” karena perusahaannya adalah perintis di bidang industri plastik. Meski pada waktu itu sudah ada pabrik plastik lain yang berdiri di Indonesia.
“Lambang perusahaan yang dipilih adalah ayam jago dengan harapan di mana ada ayam jago berkokok di situ akan dipakai sikat gigi produksi Pioneer,” tulis I. Wibowo, dkk.
Bermula dari Haking yang memproduksi sikat gigi plastik, Pioneer kemudian membuat lebih dari 200 jenis barang plastik kebutuhan sehari-hari yang populer di kalangan masyarakat Indonesia pada 1970-an.
(*)
Sumber: historia.id