SUARA tegas Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jatim Ismail Nachu menyapu ruang dengar hadirin di salah satu sudut Warung Mbah Tjokro seputaran Panjang Jiwo Jum’at malam (30/9) kemarin.
Dia tengah membacakan puisi Balada Pencatat Kitab. Begitu khidmat, dengan intonasi naik-turun.
Mereka yang datang untuk mengikuti bedah buku kumpulan puisi Balada Pencatat Kitab karya Rio F. Rachman larut. Setelah lelaki asal Pasuruan itu mengakhiri sajak, tepuk tangan berderai.
Puisi Balada Pencatat Kitab merupakan salah satu dari 50 judul yang ada di kumpulan tersebut.
“Karena ini sampai dijadikan judul bukunya, saya yakin ini masterpiece,” kata alumnus UIN Sunan Ampel tersebut seperti diungkapkan di laman surabaya.id
“Dari dulu, saya suka dengan puisi. Juga, karya seni secara keseluruhan. Bagi saya, sastra adalah ruang imajinasi yang diberikan Tuhan untuk manusia. Imajinasi adalah ruang bebas yang tidak bisa diganggu gugat,” kata pria yang sesekali fasih mengutip Sutardji Calzoum Bachri dan Gunawan Mohammad itu.
Bedah buku di Warung Mbah Tjokro kali ini digelar atas inisiasi Majelis Sinergi Kalam (Masika) Jatim.
Ketua Umum Masika ICMI Jatim Abdul Rahman Hidayat mengungkapkan, karya sastra merupakan ruang ekspresi untuk menyampaikan kritik sosial. Bahkan, di satu sisi, dapat mencakup semua aspek kehidupan.
“Hingga ke bidang ekonomi, politik, bahkan kehidupan bernegara pun dapat disentuh sastra,” urai dia.
Maka itu, Masika berkomitmen untuk terus menggelorakan sastra. Termasuk, semangat literasi di segala bidang yang belakangan ini memang tengah digelorakan di mana-mana. Harapannya, bedah buku berkualitas karya masyarakat Jatim dapat terus dilaksanakan secara rutin.
Dalam kegiatan tersebut, hadir sebagai pembicara, Agung Putu Iskadar (jurnalis dan pegiat literasi), Rio F. Rachman (penulis), dan Arfan Fathoni (pemerhati sastra dari Sarbi yang di kesempatan ini bertugas sebagai moderator).
Agung mengungkapkan, sejumlah puisi yang disampaikan Rio berpola prosa. Bercerita tentang sebuah fenomena faktual berdasar sejarah. “Balada Pencatat Kitab melingkupi sejumlah topik. Misalnya, spiritualitas, sejarah, sosial, politik, bahkan media sosial yang gaduh,” kata dia.
Hal itu diamini oleh salah satu hadirin bernama Ferdi Afrar. “Selain mengeksplorasi estetika kata dan mengolah suasana, gaya puisi Rio menyampaikan pesan deskriptif. Tampaknya, ini imbas latar belakangnya yang pernah jadi wartawan,” ungkap penyair yang bergiat di Malam Puisi Sidoarjotersebut.
Ferdi juga sempat membacakan dua buah puisi berjudul Pada Telaga dan Waktu. “Dua puisi ini menyorot suasana. Saya suka puisi-puisi yang menggelorakan suasana. Ya, ini sekadar soal selera,” urai alumnus Universitas Brawijaya ini.
Di akhir kegiatan, Rio membacakan sebuah puisi berjudul Guru. Dia mengatakan, puisi itu terinspirasi kisah salah satu idolanya, Imam Syafii. ***