BAYANGKAN saat kita ingin menyiapkan hidangan laut untuk makan malam di rumah, kepitingnya tidak perlu dibeli di pasar, tinggal ambil saja di peternakan sendiri yang terletak di sudut dapur.
INI adalah visi yang disampaikan petani urban Singapura Shannon Lim, 37, kepada para muridnya. Pendiri OnHand Agrarian ini mengadakan kursus membuat “kondominium kepiting” dan cara merawat kepiting-kepiting yang hidup di dalamnya.
Kondominium kepiting ini dibuat dari laci penyimpanan plastik yang bisa setinggi tujuh susun. Laci itu kemudian diisi dengan air yang dipasangi pompa dan filter agar kepiting bisa tetap hidup. Ditambahkan juga sinar ultraviolet serta ganggang untuk mengurai kotoran kepiting agar tidak bau.
Lim mematok harga S$680 (Rp7,9 juta) untuk 10 jam kursus selama dua hari. Biaya tersebut mencakup juga peralatan membangun kondominium kepiting, perkakas lainnya dan tumpangan pulang selepas kursus. Peserta juga boleh membawa kawannya jika kelas tidak terlalu penuh.
Lim mulai membangun kondominium kepiting sejak 2016, tapi itu bukan hasil temuannya. Dia mengadaptasi metode ternak kepiting ini setelah melihat sebuah postingan bertahun-tahun lampau tentang udang yang diternak di laci susun plastik.

Setiap lacinya menjadi rumah bagi satu kepiting. Di tempat itu, kepiting bisa tumbuh seberat ratusan gram hingga 2kg, bahkan terkadang lebih berat lagi. Penjual hidangan laut online di Singapura biasanya menjual kepiting hidup dengan bobot antara 300gram hingga 1kg.
Lim mengaku biasanya dia membeli kepiting yang sudah terlalu lama ada di gudang.

“Mereka kurus-kurus dan menjadi kepiting air – disebut begitu karena tubuh mereka kebanyakan berisi air dan kurang laku,” kata dia.
“Lalu kita bisa mulai menggemukkan mereka lagi.”
MERAWAT KEPITING
Salah satu murid Lim, Lee Ray Sheng, 24, memberi makan kepitingnya setiap dua atau tiga hari sekali.

“Kepiting pemakan segala, jadi cara termudah adalah ke tukang ikan dan meminta sisik ikan,” kata Lee yang berprofesi sebagai konsultan manajemen.
Lee yang hobi bermain kayak juga kerap mengumpulkan kerang-kerang yang menempel di pagar pengaman terapung di lepas pantai Singapura untuk pakan kepitingnya.
“Biasanya ketika saya bermain kayak bersama teman, saya pergi ke Pulau Ubin dan mencari hewan-hewan. Tetapi sekarang, tujuan saya ke Ubin berbeda.”
Lee mengaku pertama kali tahu soal peternakan kepiting vertikal beberapa tahun lalu ketika mengunjungi sebuah peternakan. Beberapa bulan lalu, dia melihat video di TikTok tentang kursus ternak kepiting Lim.
“Pertama, saya suka makan kepiting. Kedua, saya ingin sekali membudidayakan kepiting dan menyantapnya,” kata dia. “Jadi saya mendaftar kursus dan membuat kondominium kepiting saya sendiri.”
Kepiting-kepiting yang dibawanya pulang dari kursus seukuran telapak tangan, dan dalam dua bulan mereka tumbuh sekitar 50 persen.
KEAMANAN PANGAN DI SINGAPURA
Lim yang telah mengajar 50 murid tentang cara membuat kondominium kepiting sejak sebelum pandemi ingin mendorong warga Singapura untuk menjadi petani urban. Salah satu tips yang dia sampaikan kepada muridnya adalah tidak memberi nama kepiting yang ingin mereka makan, agar tidak ada keterikatan emosional.
“Saya ingin melihat lebih banyak lagi orang Singapura yang memproduksi makanan mereka sendiri, karena kita terlalu bergantung pada Malaysia,” kata dia, soal negara tetangga yang menjadi sumber utama boga bahari dan makanan lainnya di Singapura.
Kisah yang diceritakan kakek-neneknya soal Perang Dunia II juga membentuk pola pikirnya soal keamanan pangan.
“Saya jadi terpengaruh agar bersiap pada hal-hal aneh yang akan terjadi nanti,” kata Lim. Selain kepiting, Lim juga memelihara beberapa jenis ikan dan menumbuhkan tanaman herbal di pertanian rumahannya. Dia juga beternak bebek, yang disebut oleh Lim sebagai hewan peliharaan yang bisa jadi makanan.

Dia terlibat dalam beberapa proyek untuk membantu hotel-hotel, sekolah dan publik dalam merancang sistem pertanian.
Bagi mereka yang enggan bertani sendiri, Lim juga menjual makanan laut serta sayur dengan sistem berlangganan. Terkadang, dia juga membesarkan kepiting-kepiting yang dititipkan pelanggannya.

Saat ini dia memelihara sekitar 200 kepiting pelanggan di Pasir Ris dan pertanian rumahannya di Simei.
PEMBIBITAN KEPITING?
Tapi Lim memiliki mimpi besar bagi peternakan kepiting di Singapura. Dia berharap akan semakin banyak orang yang belajar beternak kepiting dan Singapura suatu saat nanti memiliki tempat pembibitan kepiting sendiri.
Kepiting tidak bisa kawin dan bereproduksi di kandang laci plastik, jadi tempat pembibitan nantinya akan menyediakan para peternak seperti dirinya anak-anak kepiting untuk dibesarkan.
Ketika ditanya mengapa hanya berfokus pada kepiting, Lim mengatakan karena banyak orang Singapura suka masakan kepiting. Selain itu, membersihkan dan memasak kepiting lebih mudah ketimbang ikan yang harus dibersihkan sisik dan di-fillet dagingnya.
Udang dan ikan-ikan yang tinggal di lubang-lubang juga bisa diternakkan di kondominium kepiting, dan Lee – murid Lim – berencana untuk melakukannya nanti.
“Jika saya bisa memelihara lobster, saya akan dengan senang hati memeliharanya,” kata Lee. “Tapi Lim mengatakan bahwa itu jauh lebih sulit, lingkungannya harus lebih terkendali.”
Untuk saat ini, hanya kepiting yang bisa diternakkan olehnya. Ketika CNA berbicara dengan Lee, dia mengaku hanya pernah memasak satu dari kepiting-kepiting peliharaannya.
“Seekor kepiting yang saya pelihara memutuskan capitnya sendiri,” kata dia. Kepiting memutuskan capitnya sebagai mekanisme untuk meloloskan diri ketika terancam.
“Kepiting itu langsung jadi tambahan yang lezat untuk mi instan saya,” kata dia sambil tertawa. Tapi jika tiba saatnya memasak salah satu kepiting peliharaannya, apa menu yang ingin dibuat Lee?
Tanpa ragu, dia mengatakan: “Kepiting saus cabai”.
(*)
Sumber : CNA
Artikel ini terbit pertama kali di Channel News Asia