SEKRETARIS Daerah (Sekda) Kota Tanjungpinang, Zulhidayat, mengatakan curah hujan tinggi berpotensi menimbulkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Untuk itu, perlu diwaspadai dengan memberikan informasikan kepada masyarakat titik yang berpotensi banjir dan tanah longsor.
Hal itu disampaikan Zulhidayat dalam rapat koordinasi yang digelar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tanjungpinang dalam upaya kesiapsiagaan guna mengantisipasi cuaca ekstrem di Kota Tanjungpinang, di ruang rapat lantai 2, Kantor Wali Kota Tanjungpinang, Kepri, Senin (26/9/2022) lalu.
“Peringatan kewaspadaan di titik-titik tersebut harus diinformasikan ke masyarakat untuk mengantisipasi curah hujan tinggi yang berpotensi menimbulkan bencana,” kata Sekda.
Rapat koordinasi tersebut, diikuti Kepala BPBD Kota Tanjungpinang, Dedy Sufri Yusja; Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Riono; Kepala DPKP, Agustiawarman; Sekretaris Dishub, BMKG, dan Basarnas.
Mengenai pohon tumbang yang mencapai 45% dari 134 kejadian dari bulan Januari-Agustus ini, kata Zulhidayat, harus menjadi warning agar selalu waspada di tengah cuaca ekstrem saat ini.
Sementara itu, Kepala BPBD Kota Tanjungpinang, Dedy Sufri Yusja, menjelaskan beberapa permasalahan ketika cuaca ekstrem di Kota Tanjungpinang adalah drainase yang tidak sesuai dengan debit air, tersumbat, dan mengalami pendangkalan.
“Sehingga mengakibatkan genangan air di beberapa titik pada saat terjadinya hujan dengan intensitas yang tinggi,” ujarnya.
Kemudian, tingginya gelombang air laut yang disebabkan oleh cuaca ekstrem berdampak langsung kepada pengguna jasa transportasi laut yang melayani rute Tanjungpinang-Penyengat, Penyengat-Tanjungpinang, Tanjungpinang-Senggarang, dan Senggarang– Tanjungpinang.
Lalu, kondisi pohon yang condong di pinggir jalan sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan masyarakat.
“Juga kurangnya informasi atau pengetahuan masyarakat terkait cuaca ekstrem seperti angin kencang, puting beliung, gelombang pasang, banjir, banjir rob, tanah bergerak atau longsor, petir, pohon tumbang, dan lainnya,” terangnya.
Adapun proses penanganan cuaca ekstrem yang terjadi di Kota Tanjungpinang adalah
pertama melakukan pemetaan dan upaya pemotongan/pemangkasan terhadap kondisi pohon, terutama berada di pinggir jalan yang berpotensi mengancam keselamatan masyarakat.
Meningkatkan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang peringatan dini bencana kepada masyarakat melalui stakeholder seperti RT, RW, kelurahan, dan kecamatan, terkait munculnya potensi bencana saat cuaca ekstrem.
Meningkatkan pengawasan kepada operator atau penambang dan pengguna jasa transportasi laut yang melayani rute penyeberangan antarpulau di wilayah Tanjungpinang.
“Sosialisasi kepada masayarakat terkait kemungkinan cuaca ekstrem harus dilakukan dan jika diperlukan dapat merumuskan status SIAGA di wilayah Kota Tanjungpinang terkait peringatan dini cuaca ekstrim,” harapnya.
Berdasarkan data rekap bencana BPBD, dari Januari-Agustus terdapat 134 kejadian di mana pohon tumbang 45%, hewan liar 16%, kekeringan 11%, banjir 5%, tanah longsor 4%, orang hilang 4%, dan puting beliung 3%.
(*)