DALAM sepekan, Jembatan Barelang, Batam, jadi saksi bisu dua peristiwa orang melompat hingga tewas. Depresi dalam menghadapi tekanan psikologis yang berat, diduga jadi pemicunya.
Aksi pertama dilakukan oleh Muhammad Mahdi Sy, 20 tahun, Sabtu malam (11/05/2024) lalu. Ia diduga melompat karena persoalan cinta. Sebelum tewas Mahdi sempat menghubungi kekasihnya.
Proses pencarian Mahdi berlangsung hingga Rabu (15/5/2024). Pada pukul 9.30 WIB seorang warga di Pulau Kasu, Belakang Padang, menemukan jasad Mahdi yang telah mengambang.
Penemuan mayat ini langsung melaporkan kepada petugas kepolisian untuk dilakukan upaya evakuasi.
Kejadian Kedua
PADA malam hari setelah warga menemukan jasad Mahdi, mereka kembali digegerkan dengan peristiwa yang sama. Seorang warga Batam lain bernama Dedi Gunawan, 35 tahun, diduga meloncat dari Jembatan 4 Barelang.
Saat kejadian ia meninggalkan sepeda motor dan ponselnya. Proses pencarian kembali berlangsung yang dilakukan oleh Tim SAR gabungan.
Jasad Dedi akhirnya ditemukan setelah hampir tiga hari pencarian. Ia ditemukan pada Jumat, 17 Mei 2024 pukul 9.22 wib.
Tim SAR menemukan korban dalam keadaan sudah mengapung dengan jarak 0,45 NM dari lokasi kejadian korban meloncat.
“Setelah keluarga korban tiba di lokasi, pada pukul 10.10 wib, korban kemudian dibawa menuju ke RS Bhayangkara Polda Kepri,” kata Kepala Basarnas Tanjungpinang Slamet Riyadi dalam laporan tertulisnya, Jumat, 17 Mei 2024.
Depresi dan Bunuh Diri
World Health Organization (WHO) melaporkan, tiap tahun 703.000 orang bunuh diri. Mereka menyebut, setiap tindakan bunuh diri adalah sebuah tragedi yang berdampak pada keluarga, komunitas, dan seluruh negara serta mempunyai dampak jangka panjang terhadap orang-orang yang ditinggalkan.
Bunuh diri terjadi sepanjang masa hidup dan merupakan penyebab kematian keempat terbesar pada kelompok usia 15-29 tahun secara global pada tahun 2019.
Bunuh diri tidak hanya terjadi di negara-negara berpendapatan tinggi. Namun merupakan fenomena global di seluruh wilayah dunia.
Faktanya, lebih dari 77% kasus bunuh diri global terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 2019.
Bunuh diri adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius; namun, bunuh diri dapat dicegah dengan intervensi yang tepat waktu, berdasarkan bukti, dan seringkali berbiaya rendah. Agar respons nasional menjadi efektif, diperlukan strategi pencegahan bunuh diri multisektoral yang komprehensif.
Bunuh diri bisa dicegah. Ada sejumlah tindakan yang dapat diambil pada tingkat populasi, sub-populasi dan individu untuk mencegah upaya bunuh diri dan bunuh diri. LIVE LIFE, pendekatan WHO terhadap pencegahan bunuh diri, merekomendasikan intervensi-intervensi penting berbasis bukti yang efektif berikut ini:
- Membatasi akses terhadap cara-cara bunuh diri (misalnya lokasi yang sering dijadikan lokasi bunuh diri, barang yang digunakan untuk bunuh diri; pestisida, senjata api, obat-obatan tertentu).
- Berinteraksi dengan media untuk pemberitaan peristiwa bunuh diri yang bertanggung jawab dan tidak malah memicu peristiwa lanjutan.
- Menumbuhkan keterampilan hidup sosio-emosional pada remaja.
- Mengidentifikasi secara dini, menilai, mengelola dan menindaklanjuti siapa pun yang terkena dampak perilaku bunuh diri.
Hal ini perlu berjalan seiring dengan pilar-pilar dasar berikut: analisis situasi, kolaborasi multisektoral, peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, pembiayaan, pengawasan serta pemantauan dan evaluasi.
Upaya pencegahan bunuh diri memerlukan koordinasi dan kolaborasi antar berbagai sektor masyarakat, termasuk sektor kesehatan dan sektor lain seperti pendidikan, tenaga kerja, pertanian, bisnis, peradilan, hukum, pertahanan, politik, dan media.
Upaya-upaya ini harus komprehensif dan terintegrasi karena tidak ada pendekatan tunggal yang dapat memberikan dampak pada permasalahan yang rumit seperti bunuh diri.
(sus/ham)