Tanah Air
Buruh Bakal Gelar Aksi Serentak 6-10 Desember 2021, Ini Tuntutannya

BURUH akan kembali berunjuk rasa menuntut pemerintah segera mencabut PP Nomor 36 tahun 2021 dan mencabut UU Cipta Kerja. Aksi ini akan dimulai pada 6-10 Desember 2021.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan buruh akan kembali melakukan aksi unjuk rasa menuntut agar pemerintah mencabut PP Nomor 36 Tahun 2021 dan mencabut UU Cipta Kerja.
Pada kesempatan itu, Presiden KSPI Said Iqbal menyebut, aksi ini akan dimulai pada 6-10 Desember 2021.
Pada kesempatan itu, Presiden KSPI Said Iqbal menyebut, aksi ini akan dimulai pada 6-10 Desember 2021.
“Para buruh juga akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kompleks Istana Kepresidenan, kantor MK, dan Balai Kota DKI Jakarta pada 7 Desember 2021,” sambungnya.
Dia berujar, aksi ini akan melibatkan 50 ribu hingga 100 ribu buruh di Jabodetabek yang berasal dari 60 federasi serikat pekerja tingkat nasional,” ucapnya.
Kemudian, buruh akan melakukan aksi unjuk rasa serempak di provinsi masing-masing pada 9 Desember 2021 mendatang. Said bilang, aksi ini akan diikuti hingga jutaan buruh.
Selain itu, Said bersama 2 juta buruh berencana melakukan aksi mogok nasional. Namun, belum ada keputusan kapan aksi itu akan dilakukan. “Karena atas permintaan kawan-kawan daerah aksi ini akan difokuskan ke daerah, terutama bupati, walikota, gubernur harus mengubah SK tentang kenaikan UMP dan UMK,” imbuh Said.
“Untuk kapan tepatnya aksi mogok nasional akan kami umumkan lebih lanjut,” tambahnya.
Terkait penetapan surat keputusan (SK) ihwal upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK), KSPI bakal menuntut 30 gubernur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kami akan mem-PTUN kan 30 SK gubernur terkait UMP dan UMK,” ungkap Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi secara virtual, Jumat (3/12/2021).
KSPI menggugat karena rata-rata kenaikan UMP hanya 1,09 persen tahun depan. Kenaikan upah ini mengacu pada perhitungan formula di Peraturan Presiden (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. PP itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Aturan tersebut semestinya tidak berlaku setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan bahwa UU Cipta Kerja bersifat inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki dalam waktu dua tahun.
(*/iwa)
Sumber : bentan.co.id