Hubungi kami di

Parlementaria

DPRD Batam Soroti Perizinan MPP Belum Maksimal, Hambat Investasi di Batam

Terbit

|

Ketua DPRD Batam, Nuryanto saat melakukan sidak ke MPP Batam. F. istimewa untuk gowest.id

PERIZINAN di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Mall Pelayanan Publik (MPP) Batam masih terkesan lamban pasca aturan baru dari pemerintah pusat terbit, yakni Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR).

Perizinan PKKPR ini merupakan jenis perizinan yang menjadi acuan baru perizinan usaha. Fungsinya bisa dijadikan sebagai pengganti izin lokasi dan juga izin pemanfaatan ruang dalam membangun serta mengurus tanah.

Ketua DPRD Batam, Nuryanto mendapatkan informasi bahwa proses perizinan PKKPR berjalan tidak maksimal, sehingga memperlambat semua proses investasi yang akan masuk ke Batam.

“Setelah terbitnya ketentuan perihal perizinan itu, maka pengaju diwajibkan memiliki PKKPR-Darat yang berdasarkan temuan pengurusannya sangat sulit. Bahkan banyak persyaratan yang sangat menyulitkan. Selain itu, pengaju wajib melakukan konsultan kajian tata ruang dan diharuskan membayar retribusi,” tegas Nuryanto, saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke MPP, Senin (30/1).

Menurutnya, lambannya perizinan tentu tidak sejalan dengan prinsip perizinan yang efektif dan efisien, padahal perusahaan yang mengurus PKKPR juga telah memiliki dokumen lahan yang sah dari BP Batam.

BACA JUGA :  Target 2.800 Pegawai | BP Batam Laksanakan Vaksinasi Covid-19 Tahap Dua

“Dan kesimpulan kami dari hasil sidak ini adalah, pengurusan PKKPR-Darat sangat tidak efektif, karena melibatkan 3 lembaga/instansi yang berbeda yaitu DPMPTSP, Dinas Tata Ruang dan kemudian BPN Kota. Perizinan PKKPR-Darat merupakan izin dasar artinya Ketika belum diterbitkan maka perusahaan maka tidak bisa mengurus perizinan yang lainnya,” tegasnya.

“Alangkah lebih baik apabila khusus untuk Kota Batam dipermudah serta dipercepat proses
penerbitan PKKPR-Darat jika perusahaan yagn mengajukan telah memiliki legalitas lahan yang lengkap dan benar,” tambahnya.

Hal yang sama juga berlaku dalam pengurusan persetujuan lingkungan oleh investor penanaman modal asing (PMA). Saat ini, setelah berlakunya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, maka setiap perusahaan yang akan melakukan kegiatan usaha di kawasan industri, harus memberikan persetujuan RKL-RPL rinci sesuai dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) kawasan industri.

“Permasalahannya yakni terhadap PMA yang akan melakukan kegiatan usahan di kawasan industri, pengelola kawasan industri tidak bisa memberikan persetujuan RKL-RPL rinci kepada perusahaan asing (PMA) tersebut,” jelasnya.

BACA JUGA :  Asita Bike Fest Direncanakan Jadi Iven Wisata Tahunan

Berdasarkan ketentuan, PMA wajib mengurus perizinan lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup. Dengan adanya kondisi ini, tentu saja akan memperlambat semua proses perizinan yang ada.

“Untuk pengurusan ini, sangat membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Akibatnya PMA tidak jadi berinvestasi di Indonesia khususnya di Batam. Hal ini sangat merugikan perusahaan pengelola kawasan industri dan juga negara karena kehilangan potensi pendapatan negara disamping itu kesempatan menciptakan lowongan pekerjaan juga hilang,” tegasnya.

Harapannya, kondisi ini jangan sampai mengganggu iklim investasi yang ada dan membuat kabur investor dari Batam. Mestinya aturan baru ini sangat memudahkan dan tidak sampai mempersulit investor.

Dan kalau bisa semua aturan dan perizinan yang berkaitan dengan investasi di Batam dikeluarkan dan diberikan izinnya di Batam saja.

Selanjutnya, berdasarkan hasil temuan ini, DPRD Batam akan mengundang beberapa pihak-pihak yang mengeluarkan perizinan untuk meminta masukan dan pendapat mereka terkait ini. Dan kemudian akan diteruskan ke pemerintah pusat untuk bisa ditindaklanjuti (leo).

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Sebaran

Facebook

[GTranslate]