PETUGAS kepolisian dari Polda Kepulauan Riau (Kepri) sedang mendalami dugaan perekrutan honorer fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Kepri. Ada sekitar 605 pegawai honorer fiktif yang diduga direkrut dari tahun 2021-2023.
“Betul, Kami sampai saat ini masih melakukan proses penyelidikan,” kata Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Nasriadi, dikutip Sabtu (11/11/2023).
Nasriadi menyebut penyelidikan terhadap kasus perekrutan honorer fiktif tersebut terungkap dari laporan salah seorang yang pernah mendaftar honorer. Saat itu pelapor telah melakukan serangkaian pendaftaran dan tes namun dinyatakan gagal.
“Ini terungkap dari laporan masyarakat yang pernah mendaftar di honorer Setwan DPRD Kepri, Namun mereka telah memberikan data dan mereka dinyatakan tidak lulus saat perekrutan,” ujarnya.
“Jadi setelah tak diterima sebagai honorer, pelapor mencari pekerjaan lain dan ternyata sudah terdata BPJS Ketenagakerjaan sebagai honorer di DPRD Kepri dan mereka tidak diterima bekerja dan melaporkan hal tersebut,” ujarnya.
Nasriadi menerangkan pihaknya langsung melakukan penyelidikan kasus tersebut. Hasil penyelidikan, perekrutan honorer fiktif itu telah berlangsung selama 3 tahun terakhir.
“Kita melakukan penyelidikan proses perekrutan honorer fiktif dari tahun 2021-2023. Tahun 2021 diketahui ada 167 orang honorer, tahun 2022 ada 219 honorer dan tahun 2023 ada 219 orang honorer,” jelas Nasriadi.
Modus Perekrutan
Nasriadi menyebut sementara dari hasil penyelidikan yang dilakukan pihaknya, diketahui modus perekrutan honorer fiktif itu terbagi dalam tiga modus yang digunakan. Salah satunya ada oknum pejabat yang mendaftarkan pembantu rumah tangga dan sopir sebagai honorer.
“Jadi ada yang tidak diterima sebagai honorer, tapi ia terdata sebagai honorer dan gajinya diterima oleh orang lain. Kedua ada yang dinyatakan lulus, tapi tak pernah masuk kantor, hanya standby isi absen tapi dapat gaji tiap bulan. Dan ketiga ada beberapa oknum pejabat memiliki pembantu, supir, yang didaftarkan sebagai honorer di setwan DPRD, padahal mereka tidak bekerja. Mereka kerja pribadi pada oknum pejabat tapi digaji negara,” ujarnya.
Nasriadi menyebut untuk honorer di lingkungan Pemprov Kepri, gubernur telah mengeluarkan surat untuk tidak melakukan perekrutan honorer. Menurutnya hal tersebut karena membebani APBD Kepri.
“Padahal telah ada surat gubernur yang menyatakan tidak ada lagi penerimaan honorer, karena hal tersebut membebani APBD. Tetapi hal tersebut dilanggar,” ujarnya.
Respon Gubernur Kepri
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad menghormati proses hukum yang dilakukan penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri, terkait dugaan adanya perekrutan honorer fiktif di Sekretariat Dewan(Setwan) Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri.
“Yang namanya proses hukum, ya kami harus hormati,” ujar Ansar.
Dia menyebutkan, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian terkait hal tersebut sudah benar dan harus ditindaklanjuti.
“Kalau memang ada yang fiktif silahkan ditindak lanjuti, kami hormati proses hukum yang berjalan,” kata dia.
Sementara, Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes Pol. Nasriadi mengatakan, pihaknya sudah memeriksa 22 orang saksi dalam kasus ini.
“Kami sudah meminta keterangan 22 orang dari korban hingga pekerja di Setwan DPRD Kepri bagian keuangan, rekrutmen dan lainnya. Kalau oknum pejabat belum diperiksa, ini masih terus bergulir,” ujar Nasriadi.
Dia menyebutkan, penyelidikan ini dilakukan karena adanya laporan dari seorang masyarakat yang menjadi korban honorer fiktif ini.
Dari hasil penyelidikan Polda Kepri, diketahui bahwa ada sekitar 605 pegawai honorer fiktif yang direkrut di Setwan DPRD Kepri dari tahun 2021-2023.
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, pihaknya mendapati tiga modus yang digunakan oknum tersebut dalam menjalankan aksinya.
Pertama, adanya masyarakat yang tidak lolos mendaftar sebagai honorer Setwan DPRD Kepri, namun datanya dicuri dan diterima bekerja sebagai honorer.
“Seperti korban yang melaporkan ini, jadi setelah dirinya tidak diterima sebagai honorer, pelapor mencari pekerjaan lain dan tidak diterima karena sudah terdata BPJS Ketenagakerjaan sebagai honorer di DPRD Kepri. Meski terdaftar sebagai honorer, korban tidak menerima gaji dan tidak mengetahui hal itu sama sekali,” kata dia.
Kemudian pekerja honorer yang dinyatakan lulus, namun tidak pernah masuk kantor dan menerima gaji setiap bulannya.
“Yang ketiga, ada oknum pejabat yang memiliki pembantu dan supir yang didaftarkan sebagai honorer di Setwan DPRD Kepri, padahal mereka tidak bekerja. Mereka kerja pribadi pada oknum pejabat, tapi digaji negara,” katanya.
(ham/detikcom/antara)