SETELAH kisruh cukup lama antara pengembang PT Harmoni Mas dengan warga Sei Nayon terkait lahan yang mereka tempati di wilayah Bengkong Sadai, akhirnya tim terpadu mengeksekusi langsung lahan tersebut. Sebanyak 22 unit ruko digasak alat berat tim terpadu, Rabu (28/12). Sebelumnya, kedua belah pihak juga gagal menemukan solusi, setelah gagal bertemu saat rapat dengar pendapat (RDP) yang difasilitasi DPRD Batam sehari sebelumnya.
Pantauan GoWest Indonesia, penggusuran sudah dimulai sejak pagi hari dan berlangsung hingga sore hari. Tampak salah satu unit ruko yang merupakan toko bahan bangunan sudah runtuh separuh. Sementara di sisi kirinya, puluhan unit ruko sudah rata dengan tanah.
Ratusan warga terlihat mengerumuni eksekusi tersebut. Mereka protes keras karena merasa ada hak mereka yang dicabut dan ada juga yang belum terselesaikan. Sementara itu, puluhan anggota tim terpadu yang banyak didominasi oleh Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam dan Satpol PP Batam.
Penggusuran ini sempah ricuh. Imbasnya satu orang polisi, satu orang anggota Ditpam BP Batam dan warga setempat dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bros.
Kisruh ini sudah berlangsung sejak tahun 2017, dimana sebenarnya BP Batam sudah mempertemukan warga dengan PT Harmoni Mas. Saat itu, perusahaan diminta menyelesaikan hak warga setempat.
Tapi sebelum hak warga selesai, perusahaan baru yakni PT Kami Mitra Indo muncul tahun 2022. Dan pada akhirnya, lahan tersebut direncanakan oleh kedua perusahaan menjadi lahan perumahan dan ruko yang bernama Perumahan Izzy.
Ketua RW 12 Sei Nayon, Anwar Efendi mengatakan pihaknya telah menempuh berbagai cara agar jangan sampai kena eksekusi. “Saat ini, kami masih berupaya untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan dulu. Jadi, kami minta instansi terkait agar bisa membantu menyelesaikannya. Kami terbuka untuk proses negosiasi,” ungkapnya.
Polemik Sei Nayon ini bermula saat banyak warga yang membeli kavling di kawasan tersebut, yang ternyata merupakan lahan milik PT Harmoni Mas. Karena merasa sudah membeli, maka warga mengklaim kawasan tersebut milik mereka.
Sebelumnya, pihak pengembang berjanji memberikan ganti rugi sebesar Rp 120 juta, tetapi uang tersebut harus dikembalikan lagi dalam bentuk uang muka yang baru kepada pengembang. Nilai ruko itu sendiri sebesar Rp 2,5 miliar (leo).