SAAT perekonomian Batam belum pulih total dari dampak Covid-19, dunia usaha dikagetkan lagi dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
Dalam peraturan terbaru ini yang membahas tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Bagian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, termasuk kelompok barang yang dikenai PPN, termasuk gas bumi.
Imbasnya, Perusahaan Gas Negara (PGN) berencana akan mengenakan PPN sebesar 11 persen untuk gas yang dijual di Batam ke perusahaan-perusahaan konsumen gas, termasuk Bright PLN Batam.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri, Achmad Makruf Maulana mengatakan pengenaan PPN akan membuat harga jual gas melonjak secara signifikan. “Hal ini tentu memungkinkan Bright PLN Batam juga akan menaikkan tarif listrik di Batam, sebagai akibat mahalnya gas dari PGN tersebut,” kata Makruf, Rabu (30/3).
Makruf menegaskan dampaknya cukup besar terhadap aktivitas pelaku usaha di Batam, karena perusahaan-perusahaan di Batam merupakan konsumen langsung dari PGN dan PLN Batam.
Pengenaan PPN ini juga bertentangan dengan Pasal 49 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/2021 tentang penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). “Dalam peraturan tersebut menegaskan bahwa penyerahan kena pajak oleh pengusaha di KPBPB kepada pengusaha di KPBPB lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN,” paparnya.
Ia akan menggalang dukungan dari berbagai asosiasi pelaku usaha di Kepri dan Batam, jika pengenaan PPN ini kelak akan merugikan para pelaku usaha.
“Kita semua akan memprotes keras jika ternyata rencana penerapan pajak terhadap gas di Batam ini merugikan para pelaku usaha di Batam,” ungkapnya.
Makruf mengimbau pemerintah pusat agar berhati-hati menerapkan pengenaan PPN terhadap gas ini di Batam. “Karena Batam merupakan kawasan perdagangan bebas yang tidak seharusnya dikenakan PPN terhadap barang dan jasa yang diserahterimakan di Batam, termasuk untuk komoditas gas bumi,” katanya lagi.
“Jadi tidak seharusnya pelaku usaha di Batam dibuat repot lagi dengan pengenaan pajak terhadap gas yang dijual di Batam karena aturannya sudah sangat jelas tertuang dalam PP 41/2021. Kadin Kepri meminta pemerintah mempertimbangkan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum menerapkan aturan perpajakan apapun di kawasan perdagangan bebas Batam,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid mengatakan penerapan PPN untuk gas di Batam akan memberatkan dunia usaha di Batam
Menurut Rafki, memang ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 178/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan dan Pengadministrasian PPN dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atas Jasa Kena Pajak dari dan atau ke kawasan KPBPB.
“Namun untuk pembelian gas yang disalurkan langsung melalui pipa gas ke perusahaan konsumen, akan menyulitkan pelaku usaha untuk menghitung dan membuat Pemberitahuan Perolehan dan Pengeluaran Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (PPBJ)-nya,” katanya.
Lalu, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang membeli gas dari PGN secara langsung tidak akan bisa melakukan restitusi pajak nantinya, karena tidak tercatat di BP Batam sebagai syarat untuk melakukan restitusi pajak.
“Hal ini tentunya akan sangat memberatkan pelaku UMKM karena harus membayar harga gas yang lebih tinggi setelah dikenakan PPN 11 persen tersebut,” imbuhnya.
Menurut Rafki, pengurusan PPBJ ini pun nantinya akan rumit dalam prakteknya karena penyaluran gas ke perusahaan-perusahaan konsumen, tidak mungkin diawasi oleh Bea dan Cukai (BC) seperti barang fisik lainnya.
“Yang jelas ini akan menambah pekerjaan baru bagi perusahaan-perusahaan konsumen gas di Batam disamping proses perizinan lain yang masih tersendat-sendat di Batam,” tegasnya.
“BP Batam selaku regulator investasi di Batam harus ikut serta untuk membuat jelas permasalahan ini. Jangan sampai pengenaan PPN terhadap gas ini menjadi permasalah baru bagi investor yang ada di Batam sehingga investasi ke Batam semakin menurun nantinya,” katanya lagi.
Sementara itu, Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam dan Karimun, Tjaw Hioeng mengatakan baru beberapa waktu lalu, Kementerian Perindustrian mengadakan diskusi di Batam bersama pelaku usaha di Batam.
“Tajuknya itu harmonisasi perizinan berusaha yang dihadiri oleh Kemenko Perekonomian, Kemeninves, dan BP Batam dengan para pelaku usaha, yang tujuannya untuk menyelaraskan segala bentuk perizinan dengan aturan-aturan yang berlaku di KPBPB,” ujarnya.
Namun, kenyataannya saat ini, masih ada aturan lainnya yang berseberangan atau tidak sinkron dengan kebijakan di KPBPB seperti pengenaan PPN untuk gas ini.
“BP Batam harus jadi yang terdepan dalam penanganan isu ini dan dicarikan solusi yang cepat dan tepat dengan Dewan Kawasan (DK), supaya daya saing dan daya tarik KPBPB tidak tergerus dengan hal-hal non teknis seperti ini,” ucapnya.
Sementara itu, Sales Area Head PGN Batam, Wendi Purwanto mengatakan PGN tidak ada menaikkan harga gas. “Karena PPN itu dari pemerintah. PGN hanya jalankan aturan perpajakan dari pemerintah,” katanya singkat kepada GoWest Indonesia (leo).