KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Gubernur Riau periode 2014-2019, Annas Maamun, terkait kasus dugaan suap pengesahan RAPBD-P tahun anggaran 2014 dan/atau RAPBD tahun anggaran 2015 Provinsi Riau.
Annas Maamun kembali mengenakan rompi tahanan KPK warna oranye. Annas Maamun bak nostalgia 8 tahun lalu ketika terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Dari pantauan, Rabu (30/3/2022), Annas Maamun tampak dikawal menuju ruang konferensi pers KPK. Dia sebelumnya dijemput paksa tim KPK dari kediamannya di Pekanbaru, Riau, lantaran dianggap tidak kooperatif.
“Perintah membawa tersebut dilakukan karena KPK menilai yang bersangkutan tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Pemanggilan terhadap yang bersangkutan sebelumnya telah dilakukan secara patut dan sah menurut hukum,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri sebelumnya.
Status Tersangka Annas Maamun
Sejatinya Annas Maamun pernah berurusan KPK pada 2014. Kala itu, Annas Maamun kena OTT bersama dengan sembilan orang lainnya, salah seorang di antaranya Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau atas nama Gulat Medali Emas Manurung. Annas diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan menjadi kebun sawit.
Awalnya, Annas diduga menerima suap sebesar SGD 156 ribu dan Rp 500 juta dari Direktur Utama PT Citra Hokiana Triutama bernama Edison Marudut Marsada melalui Gulat. Suap diberikan agar Annas menerbitkan persetujuan usulan revisi surat keputusan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.
Area kebun sawit yang diminta agar dialihfungsikan itu berada di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang-lebih 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang-lebih 1.214 hektare. Melalui Gulat, Edison meminta agar dua lahan itu dapat dimasukkan ke usulan revisi SK Menteri Kehutanan.
Tak hanya soal alih fungsi hutan, Annas juga diduga menerima suap Rp 500 juta dari Edison terkait proyek pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau. Perusahaan Edison, PT Citra Hokiana Triutama, kemudian mendapatkan proyek Dinas PU Riau, di antaranya:
1. Kegiatan peningkatan jalan Taluk Kuantan-Cerenti dengan nilai kontrak sekitar Rp 18,5 miliar.
2. Kegiatan peningkatan jalan Simpang Lago-Simpang Buatan dengan nilai kontrak sekitar Rp 2,7 miliar.
3. Kegiatan peningkatan jalan Lubuk Jambi-Simpang Ibul-Simpang Ifa dengan nilai kontrak sekitar Rp 4,9 miliar.
Dugaan korupsi Annas pun terbukti di pengadilan. Dia divonis pada 24 Juni 2015 dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan dakwaan pertama dan kedua terbukti, sedangkan dakwaan ketiga tidak terbukti. Berikut ini dakwaannya:
1. Annas terbukti menerima suap USD 166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung terkait kepentingan memasukkan area kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare di 3 kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.
2. Annas terbukti menerima suap Rp 500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait dengan pengerjaan proyek Dinas PU Riau.
3. Annas tidak terbukti menerima suap Rp 3 miliar dari janji Rp 8 miliar (dalam bentuk mata uang dolar Singapura) dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo, yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.
Kasus ini pun berlanjut ke tingkat kasasi. Di mana, putusan hakim memperberat hukuman Annas dari 6 menjadi 7 tahun penjara.
(*)
sumber: detik.com